Liputan6.com, Jakarta Edhy Prabowo mengajukan surat pengunduran diri sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan (Menteri KP). Surat tersebut sudah diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Edhy Prabowo sebagai tersangka suap kasus penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur.
Baca Juga
Sekretaris Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Antam Novambar mengatakan, Edhy Prabowo telah menandatangani surat pengunduran diri sebagai Menteri KKP.
Advertisement
"Surat pengunduran diri sudah ditandatangani Pak Edhy kemarin. Surat itu ditujukan ke Bapak Presiden," ujar Antam dalam keterangannya, Jumat (27/11/2020).
Saat ini, KKP tengah menunggu keputusan resmi Presiden Joko Widodo atas surat pengunduran diri Edhy Prabowo tersebut. Sebab, hanya Presiden yang berhak memutuskan pemberhentian seorang menteri.
Adapun sementara ini, KKP dipimpin oleh Luhut Binsar Pandjaitan sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan Ad Interim.
Antam menegaskan, terlepas dari situasi dan kondisi saat ini, pelayanan KKP terhadap masyarakat kelautan dan perikanan tetap berjalan seperti biasa.
Pegawai di Pusat maupun Unit Pelayanan Teknis (UPT) Daerah tetap bekerja, tetap beroperasi seperti biasa usai penangkapan Edhy Prabowo. "Yang pasti layanan ke masyarakat tetap berjalan, tidak boleh kendor," pungkas Antam.
Saksikan Video Ini
KPK Koordinasi dengan PPATK Telusuri Aliran Suap Edhy Prabowo
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan akan menelusuri aliran suap kasus penetapan perizinan ekspor benih lobster atau benur dengan tersangka Edhy Prabowo. Dalam menelusuri hal tersebut, KPK akan bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
"Kami akan koordinasi dengan PPATK sampai sejauh mana alirannya, ya," ujar Deputi Penindakan KPK Karyoto, Kamis (26/11/2020).
Jika ditemukan ada pihak-pihak yang diduga turut menerima uang haram tersebut, Karyoto memastikan akan memeriksa pihak tersebut.
"Kalau memang ada ada sampai ke situ tentunya kita akan periksa juga," kata dia.
Karyoto mengatakan, penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Edhy Prabowo justru menjadi pintu masuk membongkar skandal ekspor benur yang sempat menuai kontroversi.
"Ini pintu masuk, kan ada beberapa perusahaan yang sudah mendapatkan izin dari proses ini dan atau alirannya. Sudah jelas tinggal kita akan memperdalam lagi," kata Karyoto.
Dalam kasus ini, KPK menjerat Menteri Edhy Prabowo, kemudian Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo (ACK), Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, dan Amiril Mukminin (AM). Mereka ditetapkan sebagai tersangka penerima suap.
Sementara diduga sebagai pihak pemberi, KPK menjerat Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Menteri Edhy Prabowo dijerat sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari perusahaan-perusahaan yang mendapat penetapan izin ekspor benih lobster menggunakan perusahaan forwarder dan ditampung dalam satu rekening hingga mencapai Rp 9,8 miliar.
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang saat ini jadi penyedia jasa kargo satu-satunya untuk ekspor benih lobster itu selanjutnya ditarik ke rekening pemegang PT ACK yaitu Ahmad Bahtiar dan Amiril Mukminin senilai total Rp 9,8 miliar.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Advertisement