Meski Likuiditas Melimpah, Penyaluran Kredit Bank Masih Rendah

Bank Indonesia membeberkan kondisi kredit di dalam negeri yang masih lesu akibat ketidakpastian yang masih berlangsung.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 07 Des 2020, 15:14 WIB
Diterbitkan 07 Des 2020, 15:14 WIB
IHSG Berakhir Bertahan di Zona Hijau
Petugas menata tumpukan uang kertas di Cash Center Bank BNI di Jakarta, Kamis (6/7). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) pada sesi I perdagangan hari ini masih tumbang di kisaran level Rp13.380/USD. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Asisten Gubernur Bank Indonesia Juda Agung membeberkan kondisi kredit di dalam negeri yang masih lesu akibat ketidakpastian yang masih berlangsung.

Bahkan, meski perbankan memiliki likuiditas yang sangat melimpah, namun belum bisa disalurkan ke sektor riil pada korporasi dan rumah tangga.

“Ini karena dari sektor dunia usahanya melihat uncertainty yang masih tinggi, makanya juga tidak melakukan ekspansi, operasionalnya juga terbatas. Sehingga akhirnya permintaan kepada kredit juga belum tumbuh, masih menahan diri,” ujar dia dalam BIRAMA - Outlook Ekonomi Moneter dan Keuangan Digital 2021, Senin (7/12/2020).

Dari sisi perbankan, lanjut Juda, saat ini perbankan juga melihat resiko yang masih tinggi. Sehingga bank memilih untuk menghindari resiko tersebut.

“Inilah yang menjadi PR kita di tahun depan. Artinya, kedepan ini kita harus mengatasi masalah kredit ini” kata Juda.

Sementara, Gubernur BI Perry Warjiyo dalam kesempatan yang sama menyampaikan proyeksi kredit dan dana pihak ketiga pada 2021 diperkirakan tumbuh 7-9 persen.

“Meskipun sekarang kredit itu rendah, tapi tahun depan dengan prose perbaikan ekonomi pertumbuhan dan pertumbuhan dana pihak ketiga berkisar antara 7-9 persen,” ujar dia.

Lebih lanjut, Perry mengatakan Bank Indonesia akan terus ikut mendorong kinerja dan pertumbuhan ekonomi tahun depan, sejalan dengan program pemulihan ekonomi nasional.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Bos BI Optimis Pertumbuhan Kredit Capai 9 Persen di 2021

BI Tahan Suku Bunga Acuan 6 Persen
Gubernur BI Perry Warjiyo memberikan penjelasan kepada wartawan di Jakarta, Kamis (20/6/2019). RDG Bank Indonesia 19-20 Juni 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI7DRR sebesar 6,00%, suku bunga Deposit Facility sebesar 5,25%, dan suku bunga Lending Facility sebesar 6,75%.(Liputan6.com/Angga Yuniar)

Bank Indonesia (BI) berkomitmen untuk mendorong pertumbuhan kredit perbankan pada hingga 9 persen pada 2021. Baik dari sisi permintaan maupun penawaran.

“Pertumbuhan kredit pada 2021 dapat mencapai 7 sampai 9 persen,” ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam Pertemuan Tahunan Bank Indonesia (PTBI) 2020: Bersinergi Membangun Optimisme Pemulihan Ekonomi, Kamis (3/12/2020).

Proyeksi ini merujuk pada sejumlah hal, antara lain; penawaran kredit perbankan tetap kondusif dengan suku bunga menurun, likuiditas melimpah, lending standard membaik, dan restrukturisasi kredit yang diperpanjang oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

“Permintaan kredit akan meningkat sejalan membaiknya penjualan dan kemampuan bayar korporasi, khususnya korporasi besar. Juga dari stimulus fiskal dan moneter perlu mempertemukan antara perbankan dan dunia usaha untuk mengatasi asymmetric information dan persepsi risiko penyaluran kredit,” jelas Perry.

Dalam catatannya, ada empat subsektor dengan kredit meningkat dan plafon kredit masih tersedia. Yakni, industri makanan minuman, telekomunikasi, logam dasar dan kulit alas kaki.

Kemudian, ada enam subsektor membutuhkan usaha dari pemerintah agar plafon kredit yang tersedia di perbankan dapat dimanfaatkan. Yakni, tanaman dan hortikultura industri tembakau, industri kayu, industri kimia, industri barang galian bukan logam, dan industri barang dari logam.

“Sementara itu 8 subsektor memerlukan penjaminan dan subsidi bunga dari pemerintah untuk mengatasi persepsi risiko dalam penyaluran kredit,” imbuh Perry.

8 subsektor ini antara lain, kehutanan, tanaman pandan, real estat, tanaman perkebunan, industri TPT, industri mesin, pertambangan bijih logam , dan industri furniture.

“Sinergi seperti ini akan semakin kuat apabila didukung dengan vaksinasi dan pemberian stimulus fiskal seperti insentif pajak dan kemudahan usaha dari pemerintah,” pungkas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya