Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar AS pada perdagangan Jumat diperkirakan turun. Kurs rupiah melemah di tengah naiknya imbal hasil (yield) obligasi Amerika Serikat (AS).
Pada awal perdagangan Jumat pagi, rupiah dibuka tergelincir 44 poin atau 0,28 persen menjadi Rp15.938 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.894 per USD.
Baca Juga
"Rupiah diperkirakan akan melemah terhadap dolar AS yang rebound dan imbal hasil obligasi AS yang naik setelah data klaim pengangguran AS yang lebih kuat dari perkiraan," kata Analis Mata Uang Lukman Leong dikutip dari Antara, Jumat (9/8/2024).
Advertisement
Ia menuturkan imbal hasil obligasi naik dari 3,89 persen ke 4,01 persen sebelum menurun ke 3,98 persen persen saat ini. Klaim pengangguran AS tercatat sebesar 233 ribu, lebih rendah dari perkiraan sebesar 240 ribu.
Investor menantikan data penjualan ritel Indonesia siang ini. Lukman memperkirakan penjualan ritel akan turun -1,7 persen.
Ia memprediksi nilai tukar rupiah hari ini akan bergerak di rentang Rp15.850 per dolar AS sampai dengan Rp16.000 per dolar AS.
Sanggahan: Artikel ini adalah produk jurnalistik berupa pandangan pribadi seorang pengamat. Analisis ini tidak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau menjual produk atau sektor transaksi terkait.
Sesuai dengan UU PBK No.32 Tahun 1997 yang diperbaharui dengan UU No.10 Tahun 2011 bahwa transaksi di Valas beresiko tinggi dan keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan tersebut.
Mantap, Rupiah Kembali Menguat ke 15.893 per Dolar AS Kamis 8 Agustus 2024
Sebelumnya, rupiah melanjutkan penguatan pada Kamis, 8 Agustus 2024. Rupiah ditutup menguat tajam 141,5 poin terhadap Dolar Amerika Serikat (USD), walaupun sebelumnya sempat melemah 145 poin. Rupiah di level 15.893 per dolar AS dari penutupan sebelumnya di level 16.035 per dolar AS.
"Sedangkan untuk perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat direntang Rp 15.820 - Rp 15.920," ungkap Ibrahim Assuaibi, Direktur PT. Laba Forexindo Berjangka dalam keterangan di Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Di AS, investor saat ini tengah gelisah melihat prospek perekonomian jatuh ke dalam resesi, ditambah dengan tingkat pengangguran yang masih tinggi hingga inflasi yang belum kunjung mereda. Investor juga mengharapkan Federal Reserve atau The Fed segera menurunkan suku bunga acuan.
Investor meningkatkan posisinya pada potensi The Fed untuk menurunkan suku bunga setelah pertemuan secara mendadak pekan lalu.
Pada pertemuan tersebut, Ketua The Fed Jerome Powell mengisyaratkan penurunan suku bunga pada September 2024 dapat terjadi.
Pernyataan tersebut kemudian diikuti rilis data pasar tenaga kerja yang lemah pada hari Jumat pekan yang sama. Pasar swap memperkirakan penurunan suku bunga The Fed hampir 50 basis poin pada September 2024.
"Peran tradisional dolar AS sebagai aset safe-haven akan selalu dapat kembali muncul jika pasar terus goyah atau ancaman geopolitik di Timur Tengah meningkat. Begitu pula dengan kembalinya fenomena Trump trade, yaitu menaruh dana pada aset seperti dolar AS atau Bitcoin yang dipandang mendapat manfaat dari kebijakan fiskal yang lebih longgar dan tarif yang lebih tinggi jika Donald Trump kembali terpilih sebagai Presiden AS," papar Ibrahim.
Sementara itu di Asia, para pembuat kebijakan Bank of Japan yang dirilis pada hari Kamis (8/8) menunjukkan bahwa anggota bank sentral Jepang masih melihat ruang untuk kenaikan suku bunga lebih lanjut, dan suku bunga harus mencapai sekitar 1% untuk mencapai tingkat yang netral bagi perekonomian.
Advertisement
Data Inflasi Melandai
Di dalam negeri, laju inflasi terus mencatatkan tren yang melandai hingga Juli 2024.
Badan Pusat Statistik (BPS) pada Juli 2024 mencatat inflasi Indonesia sebesar 2,13% secara tahunan (year-on-year/yoy), lebih rendah dari bulan sebelumnya 2,51% yoy.
"Meski laju inflasi melandai, pemerintah akan tetap mewaspadai berbagai risiko yang akan memberikan tekanan pada laju inflasi. Salah satunya, gejolak harga pangan dan pasokan ke depan, terutama karena masih adanya tantangan cuaca ekstrem berupa musim kemarau yang dapat mempengaruhi stok pangan global dan produksi domestik," kata Ibrahim.
Penurunan inflasi secara tahunan pada Juli 2024 terjadi terutama akibat penurunan sebagian besar harga pangan seiring panen yang berlimpah dan kebijakan stabilisasi pasokan, serta turunnya inflasi harga diatur pemerintah, ia menyoroti.
Jika dirincikan, komponen inflasi harga bergejolak (volatile food/VF) mengalami penurunan, dari 5,96% yoy pada Juni 2024, menjadi 3,63% yoy pada Juli 2024. Hal ini sejalan dengan panen sayuran, buah, produk unggas, serta stok ikan yang melimpah di musim kemarau.