Liputan6.com, Jakarta - Ketenangan di Kota Sydney, yang juga ibukota Negara Bagian New South Wales (NSW), Australia, sontak hilang pada Senin 15 Desember pagi. Sekitar pukul 09.00 waktu setempat, 2 pria bersenjata melakukan aksi teror di The Lindt Chocolate Cafe, Martin Place. Sejumlah orang yang berada di dalamnya disandera oleh pelaku.
Dalam siaran langsung sejumlah stasiun televisi, terlihat ada 2 pelaku yang tangannya tampak menantang aparat dari bagian dalam kafe. Salah satu dari mereka membawa bendera hitam dengan tulisan Arab. Berdasarkan keterangan ahli terorisme, bendera yang dibawa para pelaku diduga kuat bendera Al-Qaeda.
Reporter ABC juga melaporkan, terdengar dentuman tembakan di sekitar lokasi kejadian. Tapi ia belum memastikan dari mana letusan senjata tersebut.
Sementara Kepolisian NSW meminta warga untuk menghindari dan tak melintas di sekitar area tersebut. Juru bicara Badan Transportasi Australia pun meminta pengguna kereta tidak melintasi kawasan itu.
Menurut bos kafe Lindt, Steve Loane, ada sekitar 40 hingga 50 orang yang tengah disandera oleh pelaku. Sementara sumber lain mengatakan jumlah orang yang meringkuk di dalam kafe itu sekitar 13 orang. Beberapa staf dan pelayan kafe yang menjadi sandera terlihat menempelkan tangannya di depan jendela di bawah ancaman pelaku.
Perdana Menteri Australia Tony Abbott mengambil langkah cepat dengan memerintahkan bawahannya berdiskusi dengan Gubernur NSW untuk mengambil langkah selanjutnya. "Ini benar-benar serius, semua warga harus dipastikan keselamatannya. Tim aparat profesional telah kami kerahkan," ujar Abbott.
Abbott menambahkan, dia yakin situasi semacam ini bisa direspons dengan baik oleh Kepolisian Australia. Oleh sebab itu, ia menyarankan agar warga Australia tetap melakukan aktivitas seperti biasa.
"Tidak ada yang perlu berubah akibat peristiwa ini, itu sebabnya saya mendesak agar semua warga Australia pada hari ini melakukan aktivitas seperti biasa," sambung dia.
Walau menyatakan masyarakat harus tenang, Abbott mengakui ia sangat mengerti kecemasan dalam situasi seperti ini. Dia pun meminta warga Australia terus berdoa. "Doa untuk semua orang yang masih terjebak di sana harus ada di atas segalanya," tegasnya.
Penyanderaan di Martin Place tak hanya membuat gusar Australia. Presiden AS Barack Obama bahkan langsung memanggil penasihat anti-terorisme Lisa Monaco. Keterangan tersebut disampaikan pihak Gedung Putih.
"Presiden Obama mendiskusikan situasi (di Australia) dengan penasihat anti-terorisnya, Lisa Monaco," sebut pernyataan resmi Gedung Putih.
Bukan cuma AS, sekutu dekat negara tersebut, Israel juga langsung mengambil tindakan, sesaat setelah penyanderaan di Sydney terjadi. Melalui kedutaannya di Canberra, negara Yahudi ini menyatakan akan terus memantau situasi di sana.
"Doa kami selalu bersama para orang-orang tak berdosa yang masih menjadi sandera aksi teror di Sydney," sebut pernyataan resmi Kedutaan Israel.
Tidak hanya itu, Israel menyatakan ia akan selalu bersama Pemerintah Australia untuk menghadapi semua aksi teror yang tengah dihadapi Negeri Kanguru itu.
Di tengah kecemasan akan nasib para sandera, 3 sandera dilaporkan kabur dari lokasi teror di kota terbesar di Australia itu. Dari keterangan media di Australia, para sandera kabur lewat pintu darurat. Pintu tersebut biasa digunakan dalam keadaan darurat seperti kebakaran.
Meski mengonfirmasi peristiwa ini, Kepolisian Australia masih akan terus melancarkan investigasi apakah mereka sandera atau hanya warga dari gedung dekat Lindt Cafe yang mencoba menyelamatkan diri.
Tak hanya itu, Kepolisian Negeri Kanguru juga memilih bungkam ketika ditanya identitas ketiga orang yang berhasil menyelamatkan diri tersebut. "Mereka tengah diinterogasi mengenai apa yang sebenarnya terjadi," sebut polisi seperti dilansir dari New Indian Express.
Bendera Hitam
Baca Juga
Dari bendera hitam bertulisan Arab yang terpampang di kafe tempat sejumlah warga disandera, sedikit demi sedikit identitas kelompok penyandera mulai terkuak.
Bendera tersebut diduga kuat adalah bendera yang digunakan kelompok Jabhat Al Nusra. Kelompok Radikal Suni itu merupakan afiliasi resmi dari Al Qaeda di wilayah Suriah sampai ke Irak.
Kelompok ini diperkirakan berdiri sejak 2011. Namun, mereka mulai memproklamirkan keberadaanya lewat video pada Januari 2012. Demikian dilansir dari Daily Mail.
Pada April 2013, Al Nusra menyatakan janji setianya kepada pemimpin Al Qaeda, Ayman al-Zawahiri. Mereka pun mengonfirmasi dana untuk operasi mereka didapat dari Kelompok Al Qaeda Iraq (AQI).
Sama seperti ISIS, kelompok ini ditujukkan untuk membangun sebuah khalifah Islam di Timur Tengah. Namun, tujuan utama dari kelompok itu adalah menumbangkan kekuasaan dari Presiden Suriah, Bashar Al Assad. Namun, sampai saat ini masih belum bisa dipastikan kelompok mana yang melancarkan aksi teror itu.
Namun, alih-alih menarik simpati kaum muslim di Australia, Majelis Ulama Australia malah mengutuk peristiwa ini. "Dengan tegas kami mengutuk kejadian kriminal ini," sebut pernyataan resmi Majelis Ulama Australia, seperti dikutip dari Businessinsider.
Majelis Ulama Australia mengatakan tindakan ini sudah seharusnya dikecam. "Kami berjanji akan memberikan dukungan penuh dan solidaritas bagi keluarga korban," sambung pernyataan resmi itu.
Sementara itu, pihak Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Sydney juga buka mulut soal kemungkinan adanya WNI yang disandera. Mereka menyatakan belum bisa memastikan apakah ada WNI yang jadi korban atau tidak.
"Kami belum dapat informasi resmi mengenai hal tersebut, kami masih menunggu keterangan resmi dari pihak berwenang," sebut pejabat Konsul Sosial Budaya KJRI Sydney Nicolas Manopo kepada Liputan6.com.
Menurutnya, keterangan resmi tersebut baru bisa mereka terima ketika Kepolisian Australia selesai memeriksa beberapa sandera yang selamat. Sampai saat ini sudah ada 5 orang sandera yang berhasil kabur.
Tidak hanya memonitor, pihak KJRI juga melakukan tindakan proaktif dengan menanyakan ke beberapa organisasi perkumpulan orang Indonesia apakah ada anggotanya yang ada di dalam kafe The Lindt Chocolate ketika kejadian berlangsung. "Kami akan terus memantau kejadian ini," sambung Nico.
Pada kesempatan yang sama, Nico juga angkat bicara terkait berapa jumlah pelaku teror. Dari informasi yang diterimannya, pelaku teror hanya berjumlah 1 orang, bukan 2 orang seperti yang ramai diberitakan media lokal mau pun asing.
WNI di Sydney sendiri dari keterangan KJRI setempat berjumlah kurang lebih 26 ribu orang. Rata-rata WNI di Sydney berprofesi sebagai pelajar dan mahasiswa.
Advertisement
Pengepungan
Media ABC melaporkan, Senin (15/12/2014), polisi melakukan pengepungan di lokasi penyanderaan. Aksi teror itu kini sudah berakhir. Sebanyak dua orang tewas dan tiga lainnya luka serius.
Tujuh orang di antara para sandera telah diselamatkan dari dalam kafe. Sedangkan lima orang lainnya tengah mendapatkan perawatan di dalam tempat kongkow tersebut.
Belum diketahui pasti identitas mereka yang tewas dan terluka. Juga belum diketahui apakah pelaku dan polisi cedera. Namun salah satu pelaku teridentifikasi bernama Man Haron Maonis.
Belum adanya pernyataan resmi dari pelaku membuat kepolisian Sydney kesulitan mengetahui motif penyanderaan. Hal ini juga menyulitkan polisi untuk melakukan negosiasi. Kendati Kepolisian Sydney menyatakan pihaknya sudah melakukan kontak dengan penyandera. Namun, hingga kini hasilnya tetap belum diketahui.
Tidak jelas apa tuntutan yang diajukan pelaku agar dia menghentikan aksinya. Bahkan, jumlah sandera serta jumlah pelaku juga masih simpang siur. Mungkin karena minimnya informasi yang ada, membuat pihak kepolisian di Sydney juga masih berpikir untuk melakukan tindakan segera untuk membebaskan sandera. Hingga malam, lewat 12 jam dari dimulainya teror, polisi hanya bisa mengepung lokasi penyanderaan tanpa bisa berbuat banyak.
Yang jelas, apa yang terjadi di Sydney membuktikan bahwa akar terorisme tidak pernah mati. Siapa pun dan apa pun motifnya, terorisme selalu mengintai, tak peduli di negara mana dan kebangsaan apa. Dan kini, Sydney menjadi saksi bahwa aksi yang sangat ditentang dunia ini kembali hadir dan mengundang kengerian kita. (Ado)