Liputan6.com, Ankara - Polisi Turki menggerebek kantor majalah Nokta pada hari Senin 14 September lalu setelah sampulnya menampilkan Presiden Tayyip Erdogan sedang tersenyum sambil 'selfie' di depan peti mati prajurit.
Menurut majalah tersebut, gambar sampul menggambarkan kiasan bahwa keluarga tentara yang dibunuh oleh pemberontak Kurdi -- patut berbangga, sebab orang yang mereka sayangi meninggal dunia sebagai martir.
Baca Juga
Kantor Kejaksaan Istanbul segera melarang distribusi edisi terbaru majalah Nokta dan memerintahkan penggerebekan ke kantor media tersebut. Atas tuduhan "menghina Presiden Turki".
Advertisement
Nokta juga dianggap telah "membuat propaganda", setelah majalah tersebut menerbitkan sampulnya secara online.
"Sampul majalah kami memang menjadi penyebab polisi menggerebek kami. Mungkin bagi sebagian orang, gambar sampul tersebut mengganggu atau bahkan kejam. Tapi, yang media kami lakukan bukan kejahatan, itu adalah bentuk kebebasan berbicara," kata pernyataan Nokta seperti dikutip dari Reuters.
Cover majalah itu menggambarkan Erdogan tersenyum, dengan latar belakang peti mati terbungkus bendera Turki warna merah.
Gambar tersebut menggambarkan eskalasi kekerasan antara pasukan pemerintah dan militan Kurdi, yang telah menewaskan lebih dari 100 personel keamanan di minggu-minggu terakhir.
Sebelumnya, komentar Erdogan banyak menuai kritikan -- saat ia berbicara tentang kematian seorang tentara dalam bentrokan antara tentara dengan militan Kurdi.
"Betapa bahagianya keluarga dan kerabat dekatnya, karena Ahmet telah mencapai tempat yang sangat suci," kata Erdogan yang segera menjadi headline nasional di media-media Turki.
Turki saat ini menempati urutan ke-154 dari 180 negara dalam indeks kebebasan pers Dunia pada 2014. Sebelumnya, Erdogan menyetop layanan Twitter dan media sosial lainnya, seperti Facebook.
Dewan Komisaris Eropa untuk Hak Asasi Manusia, Nils Muinieks, menyatakan keprihatinan atas serangan terhadap Nokta.
"Larangan, razia, dan menangkap awak media justru memperburuk situasi yang sudah mengkhawatirkan atas isu kebebasan berekspresi di Turki. Pihak berwenang harus menjaga kebebasan media," kata Muinieks dalam Twitternya.
Editor majalah itu telah dibebaskan setelah ditahan selama beberapa jam oleh polisi Turki dengan tuduhan menghina Erdogan, koran Hurriyet Turki melaporkan.
Puluhan orang telah diselidiki atas tuduhan menghina Erdogan. Pekan lalu, seorang siswa SMA berusia 17 tahun dipenjara selama 11 bulan setelah berpidato yang dianggap merendahkan kepala negara.
Majalah Nokta sebelumnya telah dilarang terbit selama delapan tahun akibat sampul yang kontroversial. Mereka kembali terbit pada bulan Mei tahun ini.
Lebih dari 40.000 orang telah tewas dalam pemberontakan Kurdi yang dimulai pada tahun 1984. Sebuah gencatan senjata mogok pada bulan Juli.
PKK dianggap sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat dan Uni Eropa serta Turki. (Rie/Ein)