Botox hingga Viagra, 10 Obat Ini Ditemukan Secara 'Kebetulan'

Temuan beberapa obat dan perawatan revolusioner terkadang terjadi secara kebetulan.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 11 Jul 2017, 18:20 WIB
Diterbitkan 11 Jul 2017, 18:20 WIB
Misteri abadi (2)
Ilustrasi kapsul obat. (Sumber Max Pixel via Creative Commons)

Liputan6.com, Jakarta - Industri farmasi merupakan salah satu industri bernilai besar. Di Amerika Serikat (AS) nilainya pada 2016 adalah US$ 446 miliar.

Bahkan, pengeluaran per karyawan untuk kepentingan penelitian dan pengembangan dalam industri farmasi menjadi yang terbesar dibandingkan industri lainnya.

Walaupun demikian, seperti dikutip dari Listverse.com pada Selasa (11/7/2017), temuan beberapa obat dan perawatan revolusioner terkadang terjadi secara kebetulan seperti berikut ini:

1. Chlorambucil

Leukemia. (Sumber Wikimedia Commons)

Chlorambucil adalah suatu obat antileukemia yang pertama kalinya disetujui oleh FDA pada 1957. Leukemia adalah kanker sel darah dan menjadi salah satu kanker utama pada orang yang berusia kurang dari 15 tahun.

Asal mula obat itu merujuk kepada penggunaan gas mustard di medan-medan tempur Perang Dunia I. Beberapa tahun setelah Perang Dunia I dan menjelang Perang Dunia II, para peneliti di Yale University mencari cara penangangan keracunan gas mustard.

Mereka mengamati bahwa para prajurit yang terpapar gas memiliki sedikit saja sel darah putih hingga akhirnya disadari bahwa zat nitrogen mustard dapat digunakan untuk menyembuhkan leukemia dan sel darah putih yang bersifat kanker serta mencegah perkembangan tumor.

Beberapa penelitian lanjutan menghasilkan chlorambucil yang hingga kini masih dipakai untuk menyembuhkan jenis-jenis kanker tersebut.

2. Viagra

Viagra. (Sumber Wikimedia Commons)

Tidak mengherankan kalau Viagra banyak digunakan dan dihargai di seluruh dunia. Kepopulerannya disebabkan oleh penggunaan yang meluas dalam budaya pop, terutama di Hollywood.

Namun demikian, kisah penemuannya tidak semeriah itu. Temuan dimulai di Merthyr Tydfil, kota kecil di Welsh, Inggris. Para peneliti sedang menguji obat baru pencegah angina, tapi mendapat laporan dampak tak terduga dari para sukarelawan.

Para pria peserta uji coba mengalami ereksi lebih sering. Penelitian lanjutan membuktikan bahwa obat baru untuk angina itulah yang memberikan dampak tersebut, lalu lahirlah "pil mungil biru" yang terkenal.

Pada awalnya, obat itu dipasarkan sebagai pengobatan secara oral untuk disfungsi ereksi. Sekarang, sekitar 20 tahun kemudian, obat itu menjadi salah satu yang terbanyak diresepkan sedunia.

3. Botox

Botox. (Sumber Vimeo)

Hampir semua orang, ketika mendengar kata Botox, teringat kepada dampaknya yang bikin muka kencang, tapi tidak banyak yang mengetahui asal muasalnya.

Botox sebenarnya suatu neurotoksin yang dibuat dari pemurnian botulinum toxin, suatu zat penyebab botulisme. Zat itu pertama kali digunakan untuk mencegah kejang otot dalam tubuh manusia, terutama pada para penderita kejang kelopak mata atau pita suara.

Namun demikian, penggunaan di sekitar mata memiliki dampak tak terduga. Obat itu mulai menghilangkan keriput sekitar bagian alis wajah, sehingga kemudian dipakai dalam bedah kosmetik untuk mengurangi keriput wajah dan memperhalus kulit.

Evolusi secara kilat membawa bedah kosmetik menggunakan Botox sebagai salah satu perawatan medis yang terpopuler.

4. Vaksinasi Cacar

Vaksin cacar. (Sumber Wikimedia Commons)

Pada akhir Abad ke-20, Edward Jenner memberi kontribusi luar biasa melalui pengembangan vaksin cacar air. Cacar (smallpox) adalah salah satu penyakit yang ditakuti karena tingginya tingkat kematian dan kerusakan wajah pada mereka yang menyintas.

Sebelum temuan Jenner, satu-satunya pengobatan adalah dengan cara variolasi (inokulasi) menggunakan zat lelehan dari seseorang yang telah tertular. Variolasi mengakibatkan kasus yang lebih jinak tapi masih dapat membawa maut.

Di kota kecil Inggris tempatnya berpraktik, Jenner mengamati bahwa para pemerah susu yang terkena cacar sapi tidak bisa tertular cacar. Cacar sapi itu sendiri lebih jinak daripada cacar yang biasa menyerang manusia.

Muncullah gagasan untuk memberikan infeksi sengaja menggunakan virus yang lebih jinak yang kemudian mengarah kepada pengembangan vaksinasi (vaccination). Dalam bahasa Latin, kata 'vacca' berarti sapi.

Pentingnya pengembangan vaksin cacar tidak boleh diremehkan. Pada 1980, badan WHO menyatakan bahwa penyakit yang dulunya amat mengerikan itu sekarang sudah resmi dimusnahkan dan menjadi penyakit pertama yang meraih status demikian.

5. Lithium

Lithium. (Sumber Wikimedia Commons)

Sepanjang sejarah, ada berbagai cara pengobatan gangguan bipolar, atau yang dulunya dikenal sebagai depresi manik. Bahkan, hingga awal Abad ke-20, masih ada para pasien yang harus dirawat di panti khusus.

Pada 1948, seorang ahli psikiatri Australia beranama Dr. John Cade mengembangkan perawatan revolusioner menggunakan garam lithium. Temuan itu berasal dari percobaan terkait pandangan yang salah dalam sejarah yang menduga ada kaitan antara urea dan manik atau gangguan jiwa.

Cade melakukan pendekatan tidak biasa, yaitu dengan mengumpulkan urine para pasien dan menyimpannya dalam kulkas untuk disuntikkan pada marmut.

Belakangan, ia mulai menyuntikkan asam urat (uric acid) langsung ke marmut dengan menggunakan lithium urat yang mudah meresap.

Ternyata garam lithium menenangkan hewan-hewan itu sehingga Cade mencobakan pada dirinya sendiri. Hasilnya serupa sehingga ia kemudian membuka jalan bagi pengobatan utama gangguan bipolar.

6. Penisilin

Penelitian dan pengembangan penisilin di Inggris. (Sumber Wikimedia Commons)

Banyak orang sudah mendengar temuan tak sengaja penisilin oleh Alexander Fleming pada 1928, tapi tak banyak yang tahu kisah Ernst Chain dan Howard Florey yang mengembangkan penisilin menjadi obat. Mereka bertiga bersama memenangkan Penghargaan Nobel Kedokteran pada 1945 terkait penisilin.

Ketika sedang mempelajari zat antibakteri di Oxford University pada 1930-an, Chain, Florey dan timnya mulai meneliti karya Fleming tentang penisilin dan menggagas rencana produksi masal kapang penisilin untuk pengobatan infeksi.

Cara kultur yang ditempuh melibatkan penggunaan perangkat tua untuk peternakan dan bahkan ragi Marmite sebagai medium pertumbuhan. Salah satu cara pertama yang disukai adalah yang menggunakan melon. Hasilnya cukup sukses sehingga memungkinkan percobaan klinis.

Upaya mereka tidak luput dari perhatian angkatan bersenjata AS. Selama Perang Dunia II, pihak militer menyadari potensi penisilin untuk pengobatan infeksi luka pertempuran sehingga memulai produksi masal obat itu guna keperluan pendaratan D-day. Sejak saat itu penisilin telah menyelamatkan banyak nyawa.

7. LSD

LSD. (Sumber Wikimedia Commons)

Lysergic acid diethylamide (LSD) adalah zat psikoaktif kelas I yang dapat mengakibatkan pengalaman halusigenik bagi para pemakai.

Sebenarnya, obat ini bukan termasuk obat farmasi tapi sekarang ini ditengarai menjanjikan penyembuhan gangguan stres pasca-trauma (post-traumatic stress disorder, PTSD).

LSD pertama disintesis pada 1938 oleh seorang ahli kimia berkebangsaan Swiss bernama Albert Hofmann dalam upayanya mencari perangsang peredaran darah. Upaya saat itu sia-sia, sehingga sempat didiamkan selama 5 tahun.

Setelah melakukan sintesa ulang pada 1943, Hofmann tidak sengaja menelan sedikit zat yang menempel pada ujung jarinya lalu ia mengalami "aliran terus menerus gambar-gambar fantastis, bentuk-bentuk luar biasa dengan permainan warna kaleidoskopis yang kuat."

Tiga hari kemudian, pada 19 April, Hofmann sengaja menelan dosis lebih banyak dan mengalami keadaan yang oleh penggemar LSD dikenal sebagai Bicycle Day, suatu nama yang diambil dari alat transportasi Hofmann untuk pulang ke rumah saat sedang "trip."

Dengan demikian, lahirlah LSD dan menjadi simbol populer gerakan "kekuatan bunga" pada 1960-an. Obat itu masih digunakan hingga sekarang.

8. Disulfiram

Disulfiram. (Sumber National Institute of Health)

Di pasar, obat ini lebih dikenal sebagai Antabuse dan digunakan untuk mengurangi ketagihan alkohol. Obat itu bereaksi dengan alkohol yang dikonsumsi sehingga menyebabkan mual dan jantung berdebar. Hal itu dimaksudkan menjadi pencegah minum-minum.

Pada awalnya, dua peneliti medis Denmark bernama Jens Hald dan Erik Jacobsen menguji obat itu sebagai antiparasit. Masing-masing mencoba sedikit untuk mengetahui dampak sampingnya.

Belakangan, setelah suatu pesta kecil seusai kerja, timbul masalah. Mereka baru saja mengkonsumsi sedikit alkohol dan langsung merasa sakit. Mereka kemudian menyimpulkan bahwa dua kejadian yang dialami saling berhubungan dan menduga obat antiparasit itu memiliki manfaat lain.

Yang menarik, setelah penelitian lanjutan tentang obat itu, diketahui bahwa para pekerja industri karet telah menyadari hubungan zat itu dengan mual-mual. Dua jenis reaksi terhadap alkohol telah teramati pada mereka yang menggunakan zat kimia serupa dalam produksi karet, tapi dua reaksi itu belum dikaitkan.

9. Cisplatin

Cisplatin. (Sumber Flickr)

Cisplatin dipergunakan untuk mengatasi kanker testes. Faktanya, obat itu diduga telah menyembuhkan hampir 90 persen jenis kanker tersebut.

Temuan sifat antikanker obat itu pada 1960 oleh ahli kimia bernama Barnett Rosenberg terjadi secara tidak sengaja. Pria warga Amerika itu sedang menguji hipotesis berdasarkan dampak kuat medan listrik pada bakteri E. coli, lalu ia mengamati bahwa zat itu dapat mencegah pembelahan sel bakteri tersebut.

Rosenberg mengungkapkan bahwa penggunaan elektroda-elektroda berbahan platinum lah yang memberikan dampak tersebut, bukan arus listriknya.

Ia sebenarnya telah melakukan sintesa zat kimia yang dikenal sebagai klorida Peyrone, yang pertama kali diisolasi pada 1840-an. Hanya saja, penggunaannya untuk pengobatan kanker belum terlaksana. Sejak perkembangan awal pada 1960-an, cisplatin telah menjadi obat antikanker utama sedunia.

10. Warfarin

Warfarin. (Sumber Wikimedia Commons)

Warfarin dimulai dengan drama matinya ternak, tikus, dan kegagalan sebuah upaya bunuh diri sebelum menjadi obat pencegah pengentalan darah paling populer sedunia.

Pada 1920-an, kawasan utara AS dan Kanada terkena wabah matinya ternak yang berdarah-darah. Suatu investigasi menyimpulkan bahwa masalah itu disebabkan oleh ternak yang menyantap pakan berjamur terbuat dari daun semanggi manis. Kasus dihentikan saat itu.

Kemudian, pada 1940-an, Karl Link dan mahasiswanya yang bernama Harold Campbell di Wisconsin mencirikan zat penyebab anti penggumpalan darah dalam semanggi itu.

Zat itu kemudian dikembangkan menjadi warfarin yang kemudian, pada 1948, mendapat lisensi sebagai racun tikus. Zat itu menyebabkan perdarahan dalam yang parah pada tikus yang menyambar umpan itu.

Sekarang, penggunaan terpopuler warfarin adalah sebagai pencegahan dan pengobatan penyakit semisal stroke yang disebabkan oleh penggumpalan darah.

Obat itu tidak diizinkan penggunaannya pada manusia hingga 1954. Saat itu, seorang calon militer AS melakukan upaya diri yang gagal dan ketahuanlah bahwa warfarin dapat dipakai tanpa membawa maut. Yang menarik, penerima pertama setelah perizinan adalah Presiden saat itu, Dwight E. Eisenhower.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya