Liputan6.com, Jakarta - Dengan kematian wartawan mencapai 500 orang lebih dalam 10 terakhir, Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memutuskan bahwa jurnalisme adalah salah satu profesi paling berbahaya di dunia.
Knightcenter for Journalism in The Americans menyebut data tahun 2010 ada 44 wartawan yang tewas di seluruh dunia.
Baru-baru ini kabar meninggalnya Kim Wall, seorang jurnalis lepas yang tak lama sebelumnya mewawancarai investor Denmark bernama Peter Madsen, membuat daftar tambahan bagaimana profesi ini rentan terhadap kekerasan.
Advertisement
Baca Juga
Madsen terkenal karena kapal selam rumahan yang dibuatnya sendiri. Setelah Wall dilaporkan hilang oleh kekasihnya, polisi menemukan kapal selam itu sudah tenggelam. Madsen berhasil diselamatkan, tapi Wall tidak ditemukan.
Kapal selam itu juga diduga sengaja ditenggelamkan.
Awalnya Madsen mengaku mengantar Wall ke sebuah pulau, tapi mengubah cerita tentang kecelakaan dalam kapal selam sehingga menewaskan Wall.
Sepuluh hari kemudian, potongan tubuh jurnalis itu ditemukan seorang pesepeda. Polisi juga melaporkan temuan darah kental wanita itu dalam kapal selam dan bahwa wanita itu sengaja dipotong-potong.
Dua bulan setelah dilaporkan hilang, para penyelam menemukan kantong-kantong plastik berisi kepala si jurnalis, beberapa bagian pakaian, dan bagian-bagian tubuh lain.
Kelompok Reporters Without Borders menyebutkan bahwa hampir setengah bagian dunia kekurangan akses kepada informasi bebas dan para jurnalis – pria dan wanita – di seluruh dunia masih dihadapkan kepada intimidasi, pemenjaran, dan kematian karena berani bicara.
Diringkas dari listverse.com pada Senin (23/10/2017), selain Kim Wall, berikut ini adalah 5 jurnalis wanita yang kehilangan nyawa terkait pekerjaannya:
1. Natalia Estemirova
Natalia Estemirova adalah seorang jurnalis Chechen terhormat sekaligus gigih melontarkan kritik tentang Vladimir Putin. Ia pernah meraih penghargaan untuk tugasnya sebagai penulis maupun pegiat HAM.
Wanita itu juga bersuara lantang melawan Presiden Ramzan Kadyrov yang mendapat dukungan Kremlin.
Hanya beberapa jam sebelum terbunuhnya Estemirova, ia menghadiri konferensi pers yang menyerukan agar Putin diseret ke pengadilan internasional karena kejahatannya di Chechnya.
Sebelum kematiannya, Estemirova menerbitkan sebuah laporan yang menuding beberapa anggota pemerintahan Kadyrov telah melakukan pembunuhan balas dendam.
Kepada teman-temannya, ia juga mulai menyatakan kekhawatiran akan keselamatan dirinya dan putrinya yang berusia 15 tahun karena telah menerima ancaman-ancaman dari beberapa pejabat tinggi.
Kemudian, pada suatu pagi di bulan Juli 2009, Estermirova sedang berangkat seperti biasa ke tempat kerja sejauh 20 menit dari apartemennya di Grozny.
Baru 100 meter dari bangunan apartemen 10 lantai itu, empat pria bersenjata meringkus dan mendorongnya ke dalam sebuah mobil berwarna putih. Seorang saksi melihat semuanya.
Kendaraan itu melaju ke Ingushetia. Di sana, dalam keadaan tangan terikat, Estemirova ditembak lima kali di kepala dan dada.
Ketika mayatnya ditemukan, masih ada uang, paspor, dan kartu identitasnya.
Investigasi resmi menyimpulkan Estemirova dibunuh oleh kelompok militan Alkhazur Bashaev, tapi banyak yang meragukan cerita itu.
Advertisement
2. Habiba Ahmed Abd Elaziz
Habiba Ahmed Abd Elaziz adalah seorang jurnalis dan pegiat Mesir yang terbunuh dalam pembantaian Raab pada 14 Agustus 2013.
Ia melakukan liputan untuk Xpress News di Dubai, tapi dilaporkan mengambil cuti tahunan dan mengunjungi unjuk rasa sebagai warga biasa.
Unjuk rasa itu merupakan bentuk dukungan kepada Presiden Mohammed Morsi yang didepak. Ayahnya pernah menjadi penasihat media bagi Morsi.
Unjuk rasa segera berubah menjadi kekerasan ketika pasukan keamanan merangsek dua perkemahan pengunjuk rasa dan menewaskan setidaknya 412 orang.
Habiba tinggal di masjid dekat tempat unjuk rasa. Bangunan itu telah diubah menjadi rumah sakit dadakan. Teks terakhir yang dikirim ke ibunya mengatakan bahwa kerumunan sedang “sangat waspada” dan ia sedang menuju ke suatu panggung.
Kira-kira di pertengahan hari, ibu Habiba berusaha menelepon. Seorang asing mengangkat telepon dan mengatakan wanita itu sudah meninggal. Ia ditembak di kepala.
Pada 2014, Mosaab, saudara lelaki Habiba, ditangkap di Abu Dhabi dan dituduh memiliki kaitan dengan Ikhwanul Muslimin. Ia dideportasi dan dihukum penjara selama 3 tahun tanpa hak mengajukan banding.
Mosaab dikurung sendirian dan dilarang menghubungi keluarganya hingga 2015. Ia mengaku telah disiksa dan dipaksa menandatangani pengakuan.
3. Anabel Flores Salazar
Anabel Flores Salazar adalah seorang jurnalis Meksiko dari negara bagian Veracruz. Ia melaporkan tentang kejahatan, korupsi, dan kegiatan polisi untuk El Sol de Orizaba.
Dua harian tempatnya bekerja dulu pernah diserang oleh para pria bersenjata pada 2011.
Ia sedang menuliskan laporan tentang kasus seorang pemilik toko yang ditembak mati dan sedang melakukan investigasi kematian misterius beberapa remaja putri di lingkungan tempat tinggalnya.
Pada 8 Februari 2016 jam 2 pagi, sekelompok pria bersenjata memasuki rumah Flores Salazar. Mereka dilaporkan mengenakan seragam militer dan mengaku mendapat surat perintah penangkapan.
Bibinya, yang sedang ada di rumah saat penangkapan, memohon kepada mereka dan mengatakan bahwa wanita yang dicari baru saja mendapatkan bayi.
Flores Salazar dibawa ke salah satu truk abu-abu yang parkir di luar dan ia tidak pernah lagi terlihat dalam keadaan hidup sejak saat itu.
Sehari sesudahnya, mayatnya ditemukan di jalan layang yang terletak di negara bagian tetangga. Mayat itu dalam keadaan setengah telanjang, tangan dan kakinya diikat.
Kepalanya ditutupi kantong plastik dan wanita itu meninggal karena kehabisan napas.
Flores Salazar meninggalkan dua anak, yaitu seorang bayi dan seorang anak berusia 4 tahun. Ia adalah jurnalis ke tiga yang terbunuh di Meksiko pada 2016.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Advertisement
4. Marisol Macías Castañeda
Marisol Macías Castañeda adalah seorang jurnalis dan kepala editor untuk Primera Hora, sebuah harian lokal di Nuevo Laredo. Ia sebelumnya bekerja untuk harian El Mañana yang pernah diserbu pada 2004 dan 2006.
Marisol, yang dikenal juga sebagai Maria, membantu melakukan moderasi sebuah situs daring, Nuevo Laredo Live. Nama samarannya adalah "The Girl from Laredo" dan banyak orang menduga situs web itu milik pemerintah federal Meksiko.
Dalam laman itu, warga lokal bisa secara anonim melaporkan tentang gangster-gangster lokal. Orang melaporkan segala hal, termasuk rumah markas gangster, tempat tinggal para anggota gangster, dan bahkan tempat mereka berjualan narkoba.
Pada September 2011, mayat Castañeda ditemukan terpotong-potong di jalan setempat. Kepalanya ditemukan di atas tumpukan batu dekat tempat temuan jasadnya.
Dekat mayatnya ada catatan tertulis yang berbunyi, "Nuevo Laredo en Vivo dan situs jejaring sosial, sayalah The Laredo Girl, dan saya ada di sini karena laporan-laporan saya dan Anda, bagi mereka yang tidak percaya, ini terjadi pada saya karena tindakan-tindakan saya, karena percaya kepada angkatan darat dan angkata laut. Terima kasih untuk perhatian Anda, dengan hormat, Laredo Girl…ZZZZ."
Di awal bulan yang sama, ada pasangan yang ditemukan digantung dari jembatan di Nuevo Lareda dengan catatan bernada serupa dan menyebutkan mereka dibunuh sebagai pembalasan terhadap unggahan di media sosial. Isi perut wanita yang digantung itu telah terburai.
Dua bulan setelah kematian Castañeda, ditemukan mayat seorang pemuda di tempat yang sama dengan temuan sang jurnalis wanita. Mayat pria itu juga dipotong-potong dan ditemukan juga sebuah catatan yang memperingati agar tidak mengunggah ke situs web Nuevo Laredo Live.
5. Serena Shim
Serena Shim adalah seorang jurnalis Amerika Serikat (AS) yang sedang meliput di Turki pada saat kematianya. Saat itu ia bekerja untuk Press TV dan melakukan siaran dari tempat-tempat 'panas' seperti Irak, Suriah, dan Ukraina.
Ia sedang melaporkan keberadaan militan-militan ISIS dan Al Qaeda di perbatasan Turki-Suriah. Hasil peliputannya sekarang dipajang di Arab American National Museum di Dearborn, Michigan.
Setelah kembali ke Turki pada Oktober 2014, ia mendengar bahwa Organisasi Intelijen Nasional Turki sedang mencari tahu tempat keberadaannya. Shim dilaporkan telah dituduh sebagai mata-mata. Wanita itu bahkan mengutarakan tuduhan tersebut saat sedang siaran langsung untuk Press TV.
Hanya sehari sesudahnya, mobil sewaan yang dikemudikannya terlibat dalam kecelakaan maut. Ia dilaporkan meninggal karena serangan jantung di rumah sakit, tapi tidak ada investigasi resmi tentang kematiannya.
Kelompok Reporters Without Borders menyebut Turki sebagai “penjara terbesar bagi para jurnalis” dan sebelumnya, Shim dilaporkan khawatir akan segera ditangkap.
Banyak pihak, termasuk rekan dan kerabat, menduga bahwa ia dibunuh oleh pemerintah. Namun, tanpa ada bukti nyata, tidak mungkin benar-benar mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Shim.
Advertisement