Liputan6.com, Moskow - Berkaca pada pengalamanan Brasil pasca-penyelenggaraan Piala Dunia 2014, banyak dari stadion yang telah dibangun, menjadi hampir terlantar karena salah kelola.
Bahkan, stadion utama sekelas Maracana di Rio de Janeiro, yang bernilai US$ 500 juta (setara Rp 7,2 triliun), dikabarkan mengalami kerusakan cukup di serius di beberapa sudutnya.
Dikutip dari The Moscow Times pada Jumat (20/7/2018), masalah serupa kini turut dihadapi oleh Rusia, yang nasib investasi pada infrastruktur Piala Dunia 2018 tengah menjadi sorotan.
Advertisement
Apalagi dengan munculnya kabar bahwa belum genap seminggu setelah final Piala Dunia 2018, beberapa stadion yang digunakan dalam pesta sepak bola terbesar di dunia itu dilaporkan mengalami kerusakan.
Salah satu penyebab kerusakan itu adalah akibat hujan deras, yang memicu tanggul longsor dan jalan berlubang di beberapa titik.
Baca Juga
Dikutip dari News.com.au pada Kamis, 19 Juli 2018, banyak trotoar dilaporkan rusak di beberapa akses menuju stadion-stadion Piala Dunia Rusia 2018, di mana telah disalahkan atas pengerjaan yang buruk.
Stadion Volgograd Arena, misalnya, dibangun di tepi Sungai Volga, telah menggelar empat pertandingan Piala Dunia. Biaya pembangunannya mencapai US$ 370 juta, atau sekitar Rp 5,3 triliun.
Sejauh ini, belum ada tanggapan resmi dari pemerintah Rusia, baik tentang kabar mengenai rusaknya stadion, ataupun tentang tindak lanjut infrastruktur di kemudian hari.
Namun sebelumnya, otoritas Negeri Beruang Merah sempat beberapa kali menjabarkan rencana pemanfaatan infrastruktur Piala Dunia 2018 berakhir.
Berikut adalah tiga rencana terbesarnya.
Simak juga video pilihan berikut:
Digunakan oleh Liga kecil
Rusia menghabiskan sekitar US$ 3,4 miliar (setara Rp 49 triliun) untuk membangun sembilan stadion baru dan merenovasi tiga stadion lainnya. Sebagian dari biaya tersebut juga digunakan untuk mendirikan 96 tempat pelatihan, yang menurut FIFA, akan dijadikan pusat pelatihan untuk bakat sepak bola muda setempat.
Di Samara, sebuah kota berpenduduk lebih dari 1,1 juta jiwa, para pejabat kebingungan tentang bagaimana mereka mampu mempertahankan stadion Piala Dunia 2018 di sana.
Selama turnamen, arena dengan kapasitas 42.000 tempat duduk itu menjadi tuan rumah bagi tim-tim kelas berat termasuk Inggris, Uruguay, Brasil dan Rusia.
Tetapi tim sepak bola yang dijadwalkan bermain di sana selanjutnya, kemungkinan tidak memiliki nama besar.
Klub lokal Krilya Sovetov, yang beruntung baru saja dipromosikan ke liga top Rusia, hanya dijadwalkan menjadi tuan rumah sekitar 18-20 pertandingan per tahun.
Penjualan tiket dari pertandingan tersebut, kata pejabat setempat, tidak cukup untuk membayar biaya pemeliharaan.
"Ketika stadion itu masih sedang dirancang, ada rencana memasukkan banyak opsi untuk mendapatkan manfaat komersial terbesar dari penggunaannya," kata menteri olahraga interim di kawasan itu, Dmitry Shlyakhtin.
Advertisement
Stadion Dipinjamkan
Menurut Natalya Zubarevich, seorang ahli ekonomi regional dan seorang profesor di Moscow State University, apa yang akan terjadi selanjutnya pada stadion eks Piala Dunia 2018 sudah diperkirakan.
"Jelas bahwa semua stadion, dengan kemungkinan pengecualian dari Moskow atau St. Petersburg, akan menjadi tidak menguntungkan," kata Zubarevich.
"Di beberapa tempat, pihak berwenang akan dipaksa untuk mempertahankan stadion-stadion tersebut, dan beberapa daerah mungkin bisa mendapatkan subsidi federal," sambung Zubarevich menjelaskan.
"Ini akan menjadi masalah barter antara kekuatan regional dan federal. Tetapi otoritas kota pasti tidak akan bisa menopang mereka (pemeliharaan stadion). Anggaran pemerintah daerah terlalu kecil," pungkasnya.
Pemerintah menyadari masalah ini, setidaknya di atas kertas. Menurut laporan warisan Piala Dunia yang ditugaskan oleh Presiden Vladimir Putin Oktober lalu dan diterbitkan pada bulan April, biayanya 16,65 miliar rubel (setara Rp 3,8 triliun) untuk memelihara infrastruktur Piala Dunia, termasuk stadion dan tempat latihan, hingga 2023.
Menurut perkiraan laporan, pemeliharaan setiap stadion akan membutuhkan rata-rata 342 juta rubel (setara Rp 78,1 miliar) per tahun.
Untuk kota tuan rumah yang lebih kecil seperti Saransk, yang memiliki pengeluaran tahunan sebesar 7,5 miliar rubel (setara Rp 1,7 triliun) pada 2017, biaya mungkin terlalu berat untuk ditanggung.
Rapuh dengan Sendirinya
Alexander Alayev, sekretaris jenderal persatuan sepak bola Rusia, mengatakan penyelenggara Piala Dunia 2018 telah belajar dari studi kasus pengelolaan pasca-Piala Dunia yang kurang efektif.
"Kami telah benar-benar mempelajari contoh dari Piala Dunia sebelumnya di Brasil dan Afrika Selatan, jadi kami telah mengembangkan program bersama dengan FIFA untuk warisan Piala Dunia," katanya seperti dikutip oleh situs berita O Globo di Brasil.
Meski begitu, program warisan pemerintah Rusia mengatakan bahwa karena "biaya tinggi untuk perawatan stadion, serta keuntungan rendah dari klub sepakbola", tidak mungkin untuk mengharapkan penggunaan komersial dalam tiga hingga lima tahun mendatang.
Dibandingkan pembangunan stadion baru di Amerika Utara dan Eropa Barat yang memiliki masa pengembalian untung antaar 10-15 tahun, majalah Forbes menyebut Rusia akan mengalami hal serupa lebih dari 50 tahun setelah pelaksanaan Piala Dunia.
Sementara beban keuangan pada pemerintah federal akan tinggi, Kremlin telah menjelaskan bahwa pihaknya siap menghabiskan miliaran rubel untuk memastikan infrastruktur Piala Dunia tidak berakhir sia-sia.
Advertisement