AS Jatuhkan Sanksi ke Firma yang Mendanai Korps Garda Revolusi Iran

AS mengumumkan sanksi ekonomi baru kepada sejumlah perusahaan yang dituding mendanai unit paramiliter Iran.

oleh Rizki Akbar Hasan diperbarui 18 Okt 2018, 08:31 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2018, 08:31 WIB
Ilustrasi bendera Iran
Ilustrasi (iStock)

Liputan6.com, Washington DC - Amerika Serikat, pada 16 Oktober 2018, mengumumkan sanksi ekonomi baru kepada sejumlah perusahaan yang dituding mendanai unit paramiliter di bawah komando Korps Garda Revolusi Iran (IRGC) yakni, Basij.

Dengan menargetkan jaringan pembiayaan milisi Basij, yang dituding oleh AS melakukan berbagai pelanggaran hak asasi manusia, AS berharap sanksi itu mampu mencekik pendanaan Basij dan menakut-nakuti setiap transaksi bisnis komunitas internasional dengan Iran, demikian seperti dikutip dari The Wall Street Journal, Kamis (18/10/2018).

Kementerian Luar Negeri AS, selaku lembaga pemberi sanksi, mengatakan bahwa Basij memiliki kontrol terhadap bank dan perusahaan yang terintegrasi di seluruh ekonomi Iran, meliputi, Mehr Eqtesad Bank dan Bank Mellat.

Semua lembaga tersebut sudah ditargetkan di bawah sanksi AS, yang akan tegas diberlakukan pada 5 November 2018.

Sanksi tersebut, lanjut Kemenkeu AS, dimaksudkan untuk memotong aliran keuangan dan transaksi perdagangan Iran dengan dunia, serta, ditujukan untuk meredam pengaruh Iran di kawasan Timur Tengah.

Sementara itu, The Wall Street Journal melaporkan bahwa perusahaan-perusahaan yang menerima sanksi terbaru AS itu adalah lembaga keuangan yang melakukan bisnis di Eropa dengan cakupan operasi di seluruh dunia. Ini menunjukkan adanya keterkaitan Basij dengan pihak di Eropa.

Bank Mellat, yang menurut AS dimiliki oleh Basij, memiliki anak perusahaan di Jerman, Inggris, Turki, dan Korea Selatan, menurut situs web Kemenkeu AS.

Sementara itu Mehr Eqtesad Bank, yang juga diduga terafiliasi dengan Basij, memiliki atau mengendalikan banyak perusahaan Iran, termasuk produsen traktor serta pabrik pengolahan at kimia dan mineral terbesar di Timur Tengah dan Afrika Utara.

Juru Bicara untuk Wakil Tetap Iran di PBB, Alireza Miryousefi, menyebut sanksi itu sebagai "kampanye unilateral agresif yang diterapkan AS terhadap Iran."

 

Simak video pilihan berikut:

Abaikan Sanksi AS, India Tetap Beli Minyak dari Iran

Perdana Menteri India Narendra Modi (AP/Manish Swarup)
Perdana Menteri India Narendra Modi (AP/Manish Swarup)

Di lain kabar, pemerintah India dikabarkan akan membeli sembilan juta barel minyak bumi dari Iran pada November mendatang.

Rencana tersebut menjadikan India sebagai importir minyak terbesar ketiga di dunia, yang akan terus membeli bahan bakar fosil meskipun sanksi Amerika Serikat (AS) mulai berlaku terhadap Iran pada 4 November.

"Iran telah sepakat menempatkan target pengiriman minyak mentah sebanyak 9 juta barel ke India," kata sebuah sumber anonim, sebagaimana dikutip dari The Sydney Morning Herald pada Senin 8 Oktober 2018.

Indian Oil Corp --perusahaan migas terbesar di India-- akan mengimpor 6 juta barel minyak mentah dan 3 juta barel produk petrokimia, semuanya berasal dari tambang migas Mangalore.

Di lain pihak, AS berencana memberlakukan sanksi baru yang menargetkan sektor minyak Iran pada 4 November, untuk mencoba menghentikan keterlibatan negara itu dalam konflik di Suriah dan Irak, serta membawa Teheran ke meja perundingan terkait program rudal balistiknya.

"India terus melanjutkan hubungan dengan kedua mitra energi utamanya, Iran dan AS," kata sumber kedua.

Seorang pejabat pemerintah AS mengatakan bahwa pemerintahan Donald Trump berada "di tengah-tengah proses internal", mempertimbangkan keringanan bagi negara-negara yang mengurangi impor minyak mentah dari Iran.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya