Liputan6.com, Den Haag - Pengadilan tertinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah memerintahkan Amerika Serikat (AS) untuk mencabut sanksi terhadap Iran, yang mempengaruhi impor barang-barang dan layanan kemanusiaan, serta keselamatan penerbangan sipil.
Presiden Donald Trump menjatuhkan sanksi keras terhadap Iran pada bulan Mei, setelah menarik diri dari kesepakatan nuklir Teheran.
Iran menantang sanksi dalam kasus yang diajukan pada bulan Juli di Pengadilan Internasional (ICJ), demikian sebagaimana dikutip dari South China Morning Post pada Rabu (3/10/2018).
Advertisement
Dalam putusan awal dalam kasus ini, pengadilan mengatakan pada hari Rabu bahwa Washington harus "menghapus setiap hambatan yang timbul" dari pengenaan kembali sanksi terhadap ekspor obat dan peralatan medis ke Iran, makanan dan komoditas pertanian, serta suku cadang dan peralatan yang diperlukan untuk menjamin keselamatan penerbangan sipil.
Baca Juga
"Sanksi pada suku cadang pesawat memiliki potensi untuk membahayakan keselamatan penerbangan sipil di Iran dan kehidupan penggunanya", kata hakim terkait.
Keputusan itu adalah kemenangan bagi Teheran, yang telah memperdebatkan sanksi yang diberlakukan sejak Mei, di mana disebut melanggar ketentuan Perjanjian Amal 1955 mereka.
Trump melakukan putaran pertama sanksi terhadap Iran pada bulan Agustus, setelah menarik keluar dari kesepakatan bersejarah yang ditujukan untuk membatasi ambisi nuklir Teheran, dan membuat cemas sekutu Eropanya.
Putaran kedua tindakan hukuman akan dilakukan pada bulan November.
Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif mengatakan sanksi adalah bentuk "perang psikologis" yang ditujukan untuk perubahan rezim.
"Peperangan ekonomi yang dilakukan Amerika Serikat dan beberapa klien regionalnya terhadap Iran adalah perang psikologis lebih dari perang ekonomi riil," kata Zarif.
Â
Simak video pilihan berikut:Â
Â
Keputusan Bersifat Mengikat
Selama empat hari persidangan pada akhir Agustus, para pengacara Iran menuduh Washington "mencekik" kehidupan ekonomi Negeri Persia.
Namun, Washington dengan tegas mengatakan kepada pengadilan--yang mengatur tentang perselisihan antara negara-negara anggota PBB--bahwa ia tidak memiliki yurisdiksi untuk mengatur kasus ini, karena menyangkut masalah keamanan nasional.
Keputusan oleh Pengadilan Internasional di Denhaag, Belanda, mengikat dan tidak dapat diajukan banding, tetapi tidak memiliki cara untuk menegakkan keputusannya.
Keputusan hari Rabu sebenarnya adalah keputusan tentang apa yang disebut tindakan sementara menjelang keputusan akhir mengenai masalah itu, yang mungkin memerlukan beberapa tahun lagi, kata para ahli.
Kasus ini merupakan yang kedua yang dibawa oleh Teheran terhadap Washington sejak 2016.
Kala itu, Teheran mengajukan tuntutan ICJ terhadap pembekuan sekitar US$ 2 miliar (setara Rp 30,1 triliun) aset Iran di luar negeri.
Dengar pendapat dalam kasus itu akan dimulai minggu depan.
Advertisement