Palestina Tolak Bantuan Dana dari AS, Mengapa?

Palestina menolak untuk menerima sejumlah bantuan dana dari AS. Mengapa?

oleh Siti Khotimah diperbarui 02 Feb 2019, 18:00 WIB
Diterbitkan 02 Feb 2019, 18:00 WIB
Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah
Warga Palestina membentang bendera negara mereka, bergembira menyambut rekonsiliasi antara Hamas dan Fatah (AP Photo/Khalil Hamra)

Liputan6.com, Ramallah - Bantuan dana dari Amerika Serikat (AS) untuk Palestina, dalam payung kerja sama pemberantasan terorisme, dinyatakan berhenti sejak Jumat, 1 Februari 2019.

Bantuan dana tersebut berhenti dikarenakan pihak Palestina menyatakan tidak ingin lagi menerimanya. PM Palestina, Rami Hamdallah, menyatakan secara tertulis kepada Mike Pompeo, Menteri Luar Negeri AS pada Desember lalu.

Pemerintah Palestina, khawatir dengan kebijakan baru anti-terorisme AS bernama the Anti-Terrorism Clarification Act (ATCA). Pemberlakuan ATCA diklaim akan berdampak pada kewajiban negara yang beribu kota di Ramallah itu, untuk bertanggung jawab atas warga negara AS yang menjadi korban serangan teror di kawasannya. Demikian sebagaimana dikutip dari CNN pada Sabtu (2/2/2019).

Menurut informasi dari salah satu kantor berita independen di Palestina, Ma'an, pemerintah Palestina khawatir atas konsekuensi hukum yang dapat diterima, dimana kemungkinan jumlahnya jauh akan lebih besar dibandingkan nominal yang diberikan AS. Hal itu mengingat, dalam ATCA dijelaskan bahwa AS akan menuntut penerima bantuan luar negeri dari United States Agency for International Development (USAID) di muka pengadilan domestiknya, apabila terbukti terlibat dalam 'tindakan teror'.

Seorang pejabat AS mengonfirmasi berhentinya bantuan tersebut untuk Palestina, meskipun ia belum mengetahui tindakan apa yang akan dilakukan untuk menyelesaikan misi USAID di wilayah yang berbatasan dengan Israel itu.

Memang di bawah pemerintahan Trump, AS memberlakukan syarat untuk bantuan luar negeri (USAID), yang mana seluruh institusi penerima bantuan --baik berupa negara atau komunitas (LSM)-- harus mematuhi ketentuan yang diberikan AS dan tidak boleh berseberangan dengan undang-undang domestik negeri Paman Sam. Syarat yang dimaksud juga memiliki korelasi dengan kepentingan nasional di bawah rezim yang tengah berkuasa.

Kepentingan pemberantasan terorisme sendiri telah menjadi agenda utama pertahanan AS yang secara gamblang dituliskan di dalam "buku putih pertahanan" atau USA Defense White Papers. Dalam 'buku' strategi pertahanan itu, AS di bawah Trump berkali-kali menyebutkan kata terorisme, diikuti dengan beberapa pihak yang dilihat sebagai musuh nasional.

 

Saksikan video berikut:


Kerja Sama Pemberantasan Terorisme AS - Palestina

Israel Kerahkan Puluhan Tank ke Perbatasan Gaza
Tentara Israel berjalan melewati tank di dekat perbatasan Gaza-Israel, Jumat (19/10). PM Benjamin Netanyahu berjanji bakal mengambil tindakan tegas apabila warga Palestina masih terus melancarkan serangan ke wilayah Israel. (AP Photo/Ariel Schalit)

Kerja sama AS-Palestina yang disebut pada beberapa paragraf sebelumnya, merujuk pada komitmen kedua negara untuk mengendalikan ekstremis yang berpotensi mengacaukan dunia, khususnya dalam lingkup regional Timur Tengah.

Kooperasi dua pihak itu termanifestasi berkat kesepakatan mereka untuk melakukan koordinasi di Tepi Barat (West bank), antara pasukan keamanan Israel dan Palestina.

Kerja sama terkait pencegahan teror, diklaim sebagai sebuah gambaran hubungan baik yang sangat langka, antara dua negara yang tak pernah berhenti berkonflik.

Dalam rangka menyukseskan program yang dimaksud, Amerika Serikat telah rela menggelontorkan dana (USAID) sebanyak US$ 60 juta (sekira 836,4 triliun) setiap tahunnya, yang diberikan kepada pemerintah Palestina. Dana yang dimaksud kemudian digunakan untuk membangun fasilitas pelatihan keamanan di Kota Jericho.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya