Liputan6.com, Panmunjom - Media Korea Utara menggambarkan pertemuan akhir pekan antara pemimpinnya, Kim Jong-un, dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump sebagai peristiwa "bersejarah" dan "luar biasa".
Trump menjadi presiden AS pertama yang menginjakkan kaki di Korea Utara pada Minggu 30 Juni, ketika ia bertemu Kim di zona demiliterisasi (DMZ) antara kedua Korea, dan setuju untuk melanjutkan pembicaraan nuklir yang tersendat.
"Jabat tangan bersejarah para pemimpin utama DPRK dan AS di Panmunjom adalah"peristiwa luar biasa," kata kantor berita resmi Korea Utara KCNA, menggambarkan desa gencatan senjata itu sebagai "simbol pembagian".
Advertisement
Baca Juga
Dikutip dari The Guardian pada Senin (1/7/2019), KCNA mengatakan Kim Jong-un dan Donald Trump membahas "masalah yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama yang menjadi batu sandungan dalam memecahkan masalah itu (denuklirisasi)".
"Para pemimpin utama kedua negara sepakat untuk tetap berhubungan di masa depan juga, serta melanjutkan dan mendorong dialog produktif untuk membuat terobosan baru dalam denuklirisasi semenanjung Korea, dan juga dalam hubungan bilateral," lanjut KCNA.
Pertemuan, yang diprakarsai oleh twit Donald Trump pada hari Sabtu di sela-sela KTT G20, yang Kim Jong-un sebut mengejutkannya, menampilkan hubungan akrab di antara keduanya.
Tetapi, analis mengatakan mereka tidak lebih dekat untuk mempersempit kesenjangan antara posisi kedua negara, sejak berjalan menjauh dari pertemuan terakhir di Hanoi, Vietnam, pada Februari lalu.
Kemungkinan Pembicaraan Baru di Bulan Juli
Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo, mengatakan kepada wartawan tak lama sebelum meninggalkan Korea Selatan, bahwa putaran pembicaraan baru kemungkinan akan terjadi "sekitar bulan Juli", dan negosiator Korea Utara akan menjadi diplomat kementerian luar negeri.
Dalam sebuah foto yang dirilis oleh KCNA pada hari Senin, Menteri Luar Negeri Korea Utara, Ri Yong-ho, dan Pompeo ditampilkan masing-masing duduk di sebelah Kim dan Trump di Freedom House, gedung tempat kedua pemimpin melakukan pembicaraan tatap muka.
KCNA mengatakan bahwa selama obrolan antara Trump dan Kim, kedua pemimpin menjelaskan "masalah meredakan ketegangan di semenanjung Korea", serta "masalah yang menjadi perhatian dan kepentingan bersama yang menjadi batu sandungan dalam menyelesaikan masalah tersebut," dan "disuarakan penuh pengertian dan simpati. "
Kim mengatakan itu adalah hubungan pribadi yang baik dengan Trump, di mana memungkinkan pertemuan dramatis yang hanya diberitahu satu hari sebelumnya.
Selain itu, Kim juga berpendapat bahwa hubungan dengan Trump akan terus membuahkan hasil yang baik.
"Keputusan berani kedua pemimpin itu, yang mengarah pada pertemuan bersejarah, menciptakan kepercayaan tinggi antara kedua negara yang sempat terlibat permusuhan yang mengakar," tulis KCNA melengkapi.
Advertisement
Kritik dari Kubu Demokrat AS
Sementara itu, politikus Demokrat di AS, termasuk kandidat presiden, mengatakan ada sedikit dalam jalur diplomatik Trump untuk meyakinkan mereka, bahwa pertemuannya dengan Kim Jong-un dapat mengarah pada terobosan nuklir.
Trump mendapat kecaman atas apa yang dilihat Demokrat sebagai afinitasnya terhadap para pemimpin otoriter seperti Kim, dan mereka skeptis bahwa pertemuan terkini sama saja dengan kesempatan berfoto belaka.
Senator Chuck Schumer mengatakan, "para diktator dan orang-orang yang tidak percaya pada demokrasi tampaknya (sengaja) diangkat (oleh Trump)".
Mantan menteri perumahan Julian Castro, yang seorang kandidat presiden, bertanya-tanya mengapa Trump ingin meningkatkan profil Kim ketika, menurut Castro, pemimpin Korea Utara itu tidak mematuhi komitmen masa lalu pada upaya denuklirisasi.