Peduli Lingkungan, Swalayan di Thailand Ini Hanya Menjual Produk Bebas Plastik

Sebuah toko grosir di Thailand sama sekali tidak menyediakan kemasan bagi para pembelinya, mereka diwajibkan untuk membawa kemasan sendiri.

oleh Benedikta Miranti T.V diperbarui 13 Okt 2019, 16:00 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2019, 16:00 WIB
Liputan 6 default 5
Ilustraasi foto Liputan 6

Liputan6.com, Bangkok - Sebagian besar pengusaha akan membuat pelanggannya berbelanja dengan mudah. Tapi, pengusaha Thailand Papawee Pongthanavaranon bertekad untuk membuat kliennya merasa kurang nyaman, dalam kampanyenya seputar pelestarian lingkungan dan membebaskan Negeri Gajah Putih dari belenggu pencemaran limbah plastik.

Klien Papawee harus siap dengan wadah kosong dan tas belanja --yang masih sangat jarang terjadi di Thailand-- dan hanya membeli barang yang berprinsip pelestarian lingkungan di Refill Station, sebuah toko swalayan yang didirikannya di Ibu Kota Bangkok.

Dilansir dari Channel News Asia, Minggu (13/10/2019), toko grosir tersebut adalah sebuah usaha yang sadar akan lingkungan.

Dan, meski bisnis itu biasa terjadi di banyak negara maju yang memiliki kesadaran lebih besar terhadap masalah lingkungan, namun di Thailand, itu adalah sebuah konsep baru dan tidak biasa.

Produk diberi harga sesuai dengan kuantitas dan dijual dengan kemasan bebas plastik atau yang berkomposisi rendah. Tidak seperti toko tradisional, mereka mengharuskan pelanggan untuk membawa wadah mereka sendiri atau meminjam dan mengembalikannya pada pembelian berikutnya.

"Kami adalah 'toko yang tidak nyaman'. Sementara yang lain menggunakan konsep seperti 'siap makan', 'siap masak' dan 'siap pakai', kami tidak memiliki konsep demikian. Semua produk di sini membuat hidup lebih rumit, tetapi pelanggan kami siap untuk berubah," Papawee mengatakan kepada Channel News Asia.

Lulusan arsitektur berusia 30 tahun ini membuka toko grosir tersebut dua tahun lalu dengan orang-orang yang berpikiran sama. Mereka adalah pencinta lingkungan yang bersemangat dan berharap untuk menyebarkan lebih banyak konsep hijau di kota tempat mereka tinggal dan membantu membangun komunitas rendah limbah yang berkelanjutan.

Simak video pilihan berikut:

Plastik jadi Masalah Serius di Thailand

Sampah Plastik
Seorang pria memancing di pantai Laut Tengah di Beirut, Lebanon di antara berbagai sampah plastik. (AP)

Setiap hari, Administrasi Metropolitan Bangkok mengumpulkan sekitar 10.000 ton sampah, termasuk 80 juta kantong plastik. Data menunjukkan bahwa rata-rata penduduk Bangkok menggunakan delapan kantong plastik per hari dan sering membuangnya setelah sekali pakai.

Umur panjang produk plastik, yang bentuk aslinya dapat bertahan 400 tahun, mengakibatkan sebagian besar dari mereka pergi ke tempat pembuangan sampah. Prosesnya menghabiskan biaya 700 bhat Thailand (US$ 23) per ton limbah plastik.

Secara nasional, penggunaan plastik tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan. Departemen Pengendalian Pencemaran Thailand melaporkan tahun lalu negara itu menggunakan 45 miliar kantong plastik per tahun, 6,8 miliar wadah makanan styrofoam dan 9,8 miliar gelas plastik sekali pakai.

Sekitar 18 miliar kantong plastik dibagikan di pasar dan kios baru, sedangkan sisanya, 27 miliar kantong berasal dari pengecer, mal, dan toko serba ada.

Warga Thailand Mulai Sadar

Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)
Ilustrasi bendera Thailand (AP/Sakchai Lalit)

Besarnya sampah plastik di Thailand telah membuat banyak warga lebih sadar lingkungan. Di kota-kota besar, semakin umum untuk melihat orang membawa tas belanja kain, botol air yang dapat digunakan kembali, wadah makanan dan sedotan stainless.

Tetapi beberapa tahun yang lalu, kata pendiri Refill Station Papawee Pongthanavaranon, hal tersebut nampak aneh bagi sebagian orang.

Negara tersebut menghadapi masalah lingkungan serius yang disebabkan oleh jutaan ton plastik. Bahkan, plastik menjadi penyumbang terbesar kelima di dunia untuk limbah laut.

Sebuah laporan tahun 2015 oleh kelompok advokasi lingkungan yang berbasis di Washington DC Ocean Conservancy menunjukkan lebih dari setengah limbah plastik di lautan berasal dari lima ekonomi yang berkembang pesat; China, Indonesia, Filipina, Vietnam dan Thailand.

Pertumbuhan dalam Produk Domestik Bruto (PDB) dan peningkatan kualitas hidup di negara-negara ini telah menghasilkan "ledakan permintaan" untuk barang-barang konsumen, yang melebihi infrastruktur pengelolaan limbah mereka, tambah laporan itu.

Setiap tahun, Thailand menghasilkan sekitar 1,03 juta metrik ton sampah plastik yang tidak dikelola dengan baik. Lebih dari 3 persen bermuara ke laut, menurut laporan Ocean Conservancy.

Laporan itu juga menambahkan bahwa lebih dari 80 persen plastik laut berasal dari sumber-sumber berbasis darat --hasil dari limbah yang tidak terkumpul dan sistem pengelolaan limbah yang buruk.

Di Thailand, masalah sampah plastik yang tidak dikelola telah mendorong menteri lingkungannya untuk meyakinkan 43 pusat perbelanjaan besar dan toko serba ada untuk berhenti menggunakan kantong plastik kepada pelanggan mulai 1 Januari tahun depan.

"Setelah lama berkampanye melawan sampah plastik, sekarang saatnya untuk mengambil tindakan nyata," kata Menteri Lingkungan Hidup Thailand, Varawut Silpa-archa pada Agustus 2019.

"Mari terbiasa membawa tas belanja kain hari ini. Kurangi kenyamanan sedikit agar dunia dan lingkungan tetap bersama manusia untuk waktu yang lama."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya