Liputan6.com, Jakarta - Selebgram ternama Millen Cyrus sekaligus keponakan dari penyanyi terkenal Ashanty diringkus polisi beberapa waktu lalu. Ia ketahuan mengkonsumsi sejenis narkoba.
Usai ditetapkan menjadi tersangka kasus narkoba, Millen Cyrus diputuskan ditempatkan di sel laki-laki sesuai dengan identitasnya yang tertera di KTP. Namun akhirnya pihak kepolisian memindahkannya ke ruang tahanan khusus, untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan.
Advertisement
Baca Juga
Hal ini pun memicu perdebatan di tengah masyarakat, hingga akhirnya ikut tersorot oleh media asing asal Hong Kong, South China Morning Post (SCMP).
Media SCMP menyorot isu ini dalam artikelnya yang bertajuk "Anger in Indonesia after trans woman Instagram influencer placed in male jail cell".
Secara khusus, artikel SCMP menyorot aksi para aktivis dan komunitas transgender yang mengecam keputusan aparat penegak hukum untuk menempatkan seorang wanita transgender di fasilitas penahanan pria. Mereka mengatakan kurangnya kepekaan dan menyoroti pandangan umum tentang kasus LGBT di negara berpenduduk mayoritas Muslim terbesar di dunia.
"Influencer dan model Instagram berusia 21 tahun, yang dikenal sebagai Millen Cyrus, ditangkap bersama seorang teman laki-laki karena dugaan penyalahgunaan narkoba saat penggerebekan di sebuah hotel di Pelabuhan Tanjung Priok di Jakarta Utara pada hari Minggu. Investigasi sedang dilakukan," tulis artikel tersebut.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jadi Perhatian Aktivis
Langkah tersebut juga mendapat kecaman dari komunitas transgender dan Komisi Hak Asasi Manusia negara, karena ini bukan pertama kalinya pihak berwenang memperlakukan wanita transgender yang telah ditahan dengan cara demikian.
Millen kemudian mengajukan permohonan untuk dipindahkan ke sel lain, permohonan tersebut pun akhirnya dikabulkan oleh pihak kepolisian.
Kendati demikian, para aktivis percaya pihak berwenang harus mempertimbangkan kembali definisi mereka tentang gender untuk mencegah kasus serupa di masa depan.
“Negara kita membenarkan laki-laki sebagai seseorang dengan penis, dan seorang perempuan sebagai seseorang dengan vagina, meskipun dalam banyak kasus mereka yang memiliki penis mengidentifikasi sebagai perempuan dan sebaliknya. Negara harus mengakomodasi mereka [non-konformer gender]," kata Anggun Pradesha, seorang aktivis hak trans berbasis di Jakarta.
“Ketika seorang wanita trans terlibat dalam proses hukum, saya pribadi berpikir bahwa dia harus ditahan di sel wanita, dan saya percaya bahwa wanita lain di dalam sel tidak akan menentang ini. Menempatkan Millen di sel tahanan pria adalah kesalahan besar dan tanda ketidakpekaan polisi terhadap keragaman gender," sembungnya.
Ditahan bersama laki-laki juga dapat menempatkan perempuan trans pada risiko pelecehan dan pelecehan seksual, kata Mariana Amiruddin, seorang komisaris di Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
“Indonesia kekurangan penjara wanita, dan dalam beberapa kasus, tahanan wanita ditempatkan di sel yang sama dengan tahanan pria. Tahanan atau narapidana wanita trans perlu ditempatkan di sel yang berbeda dengan pria untuk mencegah pelecehan dan intimidasi seksual," kata Mariana.
Advertisement
Kerap Diperlakukan Semena-Mena
Anggun mengatakan perempuan trans juga menghadapi penghinaan dari pihak berwenang selama dalam penahanan.
"Sejumlah teman perempuan trans saya telah dipenjara dan mereka tidak hanya ditempatkan di sel laki-laki tetapi polisi juga mencukur kepala, itu menakutkan."
Mencukur rambut tahanan laki-laki adalah hal yang biasa dilakukan di Indonesia, namun hal ini juga dilakukan pada perempuan trans untuk “menghidupkan kembali kejantanannya”. Perlakuan kasar lainnya yang juga dilakukan termasuk ditelanjangi dan diperintahkan untuk melakukan latihan gaya militer seperti squat jump atau push up.
“Pada 2018, 12 perempuan trans di Aceh ditangkap polisi tanpa alasan apapun. Kepala mereka kemudian dicukur dan mereka dipaksa untuk telanjang. Beberapa dari perempuan ini telah mengalami transisi hormonal sehingga payudaranya sudah berkembang,” kata Naila Rizqi Zakiah, petugas advokasi di Jakarta, Feminis, sebuah kelompok aktivis hak-hak perempuan.
Homoseksualitas merupakan hal yang tidak ilegal di Indonesia, tetapi umumnya tidak disukai.
Dalam beberapa tahun terakhir, ada peningkatan tekanan pada komunitas LGBT, dengan pihak berwenang melakukan penggerebekan di spa dan gedung apartemen untuk membongkar apa yang disebut "pesta gay".
Pada bulan September, polisi menggerebek salah satu pesta di Jakarta Selatan, yang dihadiri oleh 56 orang, dan menangkap sembilan pria yang diduga sebagai penyelenggara acara tersebut. Kasus tersebut masih berlangsung dan menunggu persidangan.