Liputan6.com, Addis Ababa - Banjir di ibu kota Ethiopia Addis Ababa menewaskan sedikitnya tujuh orang, demikian laporan dari media lokal pada Rabu 18Â Agustus. Banjir yang disebabkan hujan lebat pada Selasa 17Â Agustus di kota itu juga menyebabkan kerusakan properti yang luas, kata Solomon Fisseha, Komisaris Komisi Penanggulangan Kebakaran dan Bahaya Darurat Kota Addis Ababa.
Dikutip dari laman Xinhua, Kamis (19/8/20021), Komisi Manajemen Risiko Bencana Nasional Ethiopia mengatakan pada Juli 2021 bahwa sekitar dua juta orang Ethiopia rentan terhadap banjir selama musim hujan yang sedang berlangsung.
Baca Juga
Ethiopia berada di tengah musim hujan yang dimulai pada Juni dan diperkirakan akan berlangsung hingga pertengahan September. Musim hujan terkadang menyebabkan tanah longsor dan banjir di berbagai belahan negara Afrika timur itu.
Advertisement
Pemerintah Ethiopia saat ini sedang melakukan tindakan peringatan bencana alam dan pekerjaan rehabilitasi di daerah yang terkena bencana alam.
Â
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Banjir di China hingga Jerman
Sebelumnya, banjir mematikan yang melanda China dan Jerman telah memperingatkan kita bahwa perubahan iklim membuat cuaca menjadi lebih ekstrem di seluruh dunia.
Sedikitnya 25 orang di Provinsi Henan, China tengah, tewas pada Selasa (20/7) termasuk belasan orang yang terjebak di kereta bawah tanah kota saat genangan air memenuhi ibu kota wilayah Zhengzhou, yang dpicu oleh hujan deras selama berhari-hari.
Di Jerman, banjir besar menewaskan setidaknya 160 orang dan 31 orang lainnya di Belgia beberapa waktu lalu. Bencana tersebut telah memperkuat pesan bahwa perubahan signifikan harus dilakukan untuk mempersiapkan peristiwa serupa ke depannya.
Di Eropa, perubahan iklim kemungkinan akan meningkatkan jumlah badai besar yang dapat bertahan lebih lama di satu area dan menimbulkan banjir seperti yang terlihat di Jerman dan Belgia, menurut sebuah penelitian yang diterbitkan pada 30 Juni dalam jurnal Geophysical Research Letters.
Saat atmosfer menghangat dengan perubahan iklim, ia juga menahan lebih banyak kelembaban, yang berarti bahwa ketika awan hujan muncul, lebih banyak hujan akan datang.
Pada akhir abad ini, badai seperti itu bisa 14 kali lebih sering terjadi, menurut para peneliti dalam sebuah penelitian yang menggunakan simulasi komputer.
Banjir yang merusak sebagian besar bangunan di Jerman barat dan selatan, dan banjir mematikan di China, kedua kasus tersebut menyoroti kerentanan daerah berpenduduk padat terhadap bencana banjir dan bencana alam lainnya.
Advertisement