Liputan6.com, Jakarta - Perang di Ukraina menyebabkan hubungan Federasi Rusia dan Uni Eropa jatuh ke titik terendah sejak Tembok Berlin runtuh. Namun, pejabat tinggi Komisi Eropa Johanns Hahn menegaskan ini bukan perang rakyat Rusia.
Komisioner Anggaran di Komisi Eropa, Johannes Hahn, berkata yang sedang terjadi adalah peperangan milik Presiden Vladimir Putin sendiri, bukan rakyat Rusia, apalagi pemerintah Rusia mengendalikan informasi yang diterima masyarakat.
Advertisement
Baca Juga
"Saya ingin membedakan antara Putin dan rakyat Rusia. Andaikan saja rakyat Rusia mendapat informasi yang benar, maka mereka tentunya tidak akan mendukung perang. Mereka semestinya tidak dibuat bertanggung jawab atas sesuatu yang tak bisa mereka pengaruhi," ujar Johannes Hahn kepada Liputan6.com ketika berkunjung ke Jakarta, Jumat 22Â Juli 2022.Â
Krisis pangan dan energi menghantui berbagai negara karena perang yang terjadi. Pasalnya, Ukraina adalah pengekspor gandum, sementara Rusia punya energi yang melimpah. Situasi perang dan sanksi membuat pasokan terkendala.Â
Sejumlah pihak menyebut negara-negara berkembang menjadi korban atas situasi yang terjadi. Akan tetapi Hahn menegaskan ini bukan salah Eropa atau NATO, melainkan Rusia yang memulai serangan.
"Ini bukanlah tanggung jawab 50:50 antara Rusia dan Eropa. Ini 100 persen Rusia," tegasnya.
Baca selengkapnya wawancara eksklusif dengan Johannes Hahn di sini.
Â
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Dubes Ukraina: Jika Kita Diam, Rusia Akan Bertindak Makin Parah
Sementara, Duta Besar Ukraina di Indonesia, Vasyl Hamianin, mengaku lelah mendengar retorika Rusia yang terus berubah tiap harinya. Ia bahkan menyebut Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov sebagai menteri propaganda dan Presiden Vladimir Putin sebagai diktator.
Pernyataan itu ia ungkap pada konferensi pers virtual, Kamis (28/7/2022).Â
Dalam kesempatan tersebut, Dubes Hamianin juga membahas soal gas, energi, dan retorika Rusia.Â
Â
Dubes Hamianin berkata Ukraina ingin sekali mengirim gandum ke luar negeri, namun Rusia menghancurkan, menghalangi, dan menyegel infrastruktur-infrastruktur yang diperlukan.Â
"Jika kita diam saja, Rusia akan bertindak semakin parah," ujar Dubes Ukraina Hamianin.Â
"(Rusia) membakar bibit-bibit di ladang kita. Ini masih terjadi sayangnya. Mereka berusaha mendistraksi, menghancurkan logistik, menyegel gudang, serta infrastruktur-infrastruktur terkait pengiriman gandum untuk mencegah gandum Ukraina tiba ke pasaran, terutama pasar Afrika, dan sejumlah pasar Asia," ucap Dubes Ukraina.
Terkait gas, Dubes Ukraina menyebut Rusia menggunakan gasnya untuk melakukan pemerasan kepada Eropa. Dubes Ukraina juga menuding Rusia ingin membuat Eropa "membeku sampai mati" walau Rusia telah membantah menggunakan energi sebagai senjata.Â
"Saya hanya lelah terhadap perubahan-perubahan retorika Rusia dan narasinya dan kebohongannya tiap hari. Tiap hari mereka berbohong tentang hal lain. Tetapi kita adalah orang-orang cerdas, kita orang-orang rasional, kita paham itu," ujarnya.
Advertisement
Rusia Kurangi Pasokan Gas ke Eropa, Ukraina Serukan Barat Segera Bertindak
Perusahaan gas milik negara Rusia pada Senin (25 Juli) mengumumkan pengurangan pasokan yang tidak terduga dan drastis ke Eropa, yang menyebabkan Ukraina menyerukan Barat untuk bertindak atas "perang gas".
Dikutip dari laman Channel News Asia, Selasa (26/7), pemotongan gas terjadi di tengah harapan yang dijaga untuk melanjutkan ekspor komoditas utama lainnya minggu ini - gandum Ukraina - di bawah kesepakatan terobosan yang dipertanyakan oleh pemogokan oleh Moskow di pelabuhan utama Odesa.Â
Gazprom, raksasa energi Rusia, mengatakan pihaknya memotong pengiriman harian gas ke Eropa melalui pipa Nord Stream menjadi 33 juta meter kubik per hari - sekitar 20 persen dari kapasitas pipa - mulai Rabu.
Perusahaan mengatakan menghentikan pengoperasian salah satu dari dua turbin yang beroperasi terakhir karena "kondisi teknis mesin".
Tetapi Jerman - yang sangat bergantung pada gas Rusia tetapi tampaknya mulai berhenti secara bertahap setelah invasi Moskow 24 Februari ke Ukraina - mengatakan tidak ada pembenaran teknis untuk pemotongan tersebut.
Grup Jerman Siemens Energy, yang ditugaskan untuk memelihara turbin, juga mengatakan dalam sebuah pernyataan kepada AFP bahwa mereka melihat "tidak ada hubungan antara turbin dan pemotongan gas yang telah diterapkan atau diumumkan".
Perang Gas
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy mengatakan bahwa pemotongan tersebut menunjukkan bahwa Eropa harus meningkatkan sanksi terhadap Rusia.
"Ini adalah perang gas terbuka yang dilancarkan Rusia melawan Eropa yang bersatu," kata Zelenskyy.
"Mereka tidak peduli apa yang akan terjadi pada rakyat, bagaimana mereka akan menderita - kelaparan karena pelabuhan yang diblokir, dari musim dingin dan kemiskinan ... atau pendudukan. Ini hanya bentuk teror yang berbeda," katanya dalam bukunya. pesan video harian.
"Makanya harus balas. Jangan pikirkan bagaimana mengembalikan turbin, tapi perkuat sanksinya," katanya.
Pengumuman Rusia datang pada hari yang sama ketika Ukraina mengumumkan menerima yang pertama dari 15 sistem anti-pesawat Gepard yang diharapkan dan puluhan ribu peluru dari Jerman.
Advertisement