Liputan6.com, Islamabad - Banjir dahsyat selama berminggu-minggu di Pakistan, yang dipicu oleh musim hujan yang tidak terduga akibat perubahan iklim, telah menimbulkan kekhawatiran akan kekurangan pangan akut, serta dampak lebih jauh adalah penyebaran wabah penyakit mematikan yang ditularkan melalui air di negara berpenduduk sekitar 220 juta orang itu.
Para pejabat Pakistan memperkirakan sepertiga dari negara Asia Selatan itu, wilayah seluas Inggris Raya, telah terendam oleh banjir, menghancurkan hampir separuh dari lahan pertaniannya.
Baca Juga
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jumat (2/9) mengatakan hujan deras "yang telah mencapai rekor selama satu abad," mencurahkan lebih dari lima kali rata-rata curah hujan selama 30 tahun di beberapa provinsi, demikian seperti dikutip dari VOA Indonesia, Senin (5/9/2022).
Advertisement
Hal ini telah menyebabkan meluasnya banjir dan tanah longsor yang berdampak parah bagi kehidupan manusia, seperti properti dan infrastruktur, demikian menurut Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan PBB.
"Perkiraan awal di lapangan menunjukkan bahwa setidaknya 3,6 juta hektar tanaman/ladang di seluruh negeri telah terimbas. Sektor peternakan juga mengalami kerugian besar, dengan lebih dari 733 ribu ternak dilaporkan mati," kata kantor PBB tersebut.
Sejak pertengahan Juni, ketika musim hujan dimulai, lebih dari 1.200 orang tewas, termasuk 416 anak-anak, dan sedikitnya 6.000 lainnya mengalami luka-luka.
Menurut pejabat Pakistan, lebih dari 1,1 juta rumah telah hanyut atau rusak, dan sekitar 33 juta penduduk di 80 distrik yang paling parah terdampak banjir akan membutuhkan bantuan.
Kerugian Rp 150 Triliun
Pakistan sedang merasakan dampak nyata dari perubahan iklim. Banjir besar yang melanda negeri itu memicu kerugian hingga nyaris Rp 150 triliun.
Pemerintah Pakistan telah secara tegas menyebut kengerian perubahan iklim sebagai penyebab banjir.
Berdasarkan laporan BBC, Rabu (31/8/2022), Kementerian Perencanaan, Pembangunan, dan Reformasi Pakistan menyebut kerugian setidaknya mencapai US$ 10 miliar (Rp 147 triliun). Pakistan pun telah meminta dana bailout dari IMF sebesar US$ 1,1 miliar.
Jumlah korban kematian akibat banjir ini sudah lebih dari 1.000 orang dan berdampak kepada 33 juta orang lain. Dengan kata lain, 15 persen populasi Pakistan terdampak banjir.
Hujan deras juga merendam jalanan, tanaman, rumah, jembatan, dan infrastuktur lainnya. Menteri Perencanaan Ahsan Iqbal berkata pada Reuters bahwa kerugian akan lebih dari US$ 10 miliar.
"Saya pikir akan besar. Sejauh ini, estimasi yang sangat awal mengestimasi jumlahnya besar, lebih dari US$ 10 miliar," ujarnya.
Advertisement
PBB Kirim Bantuan
Hujan lebat dan bencana banjir di seluruh Pakistan dilaporkan telah menewaskan lebih dari 1.000 warga. Tim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun meningkatkan responsnya untuk memberikan bantuan kepada para korban.
Menurut Stephane Dujarric, Juru Bicara Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres, PBB bersama pemerintah Pakistan merencanakan bantuan darurat (flash appeal) sebesar US$ 160 juta atau Rp 2,3 triliun untuk memenuhi kebutuhan kelompok yang paling rentan.
"Bantuan tersebut dikucurkan pada Selasa (30/8/2022) secara bersamaan dari Jenewa dan Islamabad," kata Dujarric seperti dilaporkan Xinhua.
PBB, lanjutnya, telah memobilisasi sekitar 7 juta dolar AS termasuk mengarahkan kembali program dan sumber daya yang telah ada guna memenuhi kebutuhan yang paling mendesak. Pemberian bantuan yang sedang berlangsung meliputi bantuan makanan dan nutrisi, pasokan dan layanan medis, air bersih, dukungan kesehatan ibu, vaksinasi ternak, dan penampungan.
Selain itu, Dana Tanggap Darurat Pusat PBB telah mengalokasikan US$ 3 juta untuk menyediakan layanan kesehatan, nutrisi, makanan, air, sanitasi, dan kebersihan bagi mereka yang paling membutuhkannya.