Liputan6.com, Washington, DC - Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky turut menyalahkan Iran atas invasi yang dilakukan Rusia. Pasalnya, Iran mengirimkan drone ke Rusia yang dipakai untuk menyerang Ukraina dengan taktik drone kamikaze.
"Rusia menemukan sosok sekutu dalam kebijakan genosidal ini: Iran," ujar Presiden Ukraina Volodymr Zelensky saat pidato di Capitol Hill, AS, Rabu (21/12).
Advertisement
Baca Juga
Presiden Zelensky lantas menyebut Iran dan Rusia sama-sama teroris yang perlu dihentikan. Ia pun mengingatkan AS bahwa saja duet Iran-Rusia menyerang AS dan para sekutunya.
"Drone-drone mematikan Iran, dikirim ratusan jumlahnya ke Rusia, telah menjadi sebuah ancaman ke infrastruktur kritikal kami," lanjutnya.
"Begitulah cara satu teroris menemukan teroris lainnya. Ini hanya masalah waktu saat mereka menyerang sekutu-sekutu anda jika kita tak menghentikan mereka sekarang. Kita harus melakukannya," tegas Presiden Volodymyr Zelensky.
Meski demikian, Presiden Zelensky berkata tidak meminta agar AS mengirimkan prajuritnya ke Ukraina. Ia hanya meminta agar AS menyediakan bantuan persenjataan militer dan finansial.
Slava Ukraini! pic.twitter.com/qFrO25ZocH
— Nancy Pelosi (@SpeakerPelosi) December 22, 2022
"Ukraina tidak pernah meminta prajurit-prajurit Amerika untuk bertempur di negeri kami. Saya meyakinkan kalian baha para prajurit Ukraina bisa secara sempurna mengoperasikan tank dan pesawat Amerika. Bantuan finansial juga yang penting. Dan saya ingin berterima kasih kepada kalian atas paket finansial yang sudah diberikan dan yang kalian akan putuskan," jelas Presiden Zelensky.
Kedatangan Presiden Zelensky mendapatkan sambutan hangat dari Partai Demokrat maupun Partai Republikan. Ketua DPR AS Nancy Pelosi juga tampak antusias menerima hadiah bendera Ukraina dari Zelensky.
Rusia Tak Mau Disalahkan Atas Perang di Ukraina
Di lain pihak, Vladimir Putin percaya Rusia tidak bisa disalahkan atas perang di Ukraina. Bahkan, ia menambahkan kedua negara "berbagi tragedi".
Dilansir BBC, Kamis (22/12), selama pidato yang disiarkan televisi dengan pejabat militer senior, presiden Rusia itu mengatakan dia terus melihat Ukraina sebagai "negara persaudaraan".
Pada bulan Februari, Presiden Putin mengirim hingga 200.000 tentara ke Ukraina memicu perang yang telah menyebabkan ribuan kematian.
Dia mengklaim konflik itu merupakan "hasil dari kebijakan negara ketiga".
Teori, yang menyiratkan ekspansi Barat sebagai penyebabnya, telah berulang kali ditolak di luar Rusia.
Dalam pidatonya, Presiden Putin mengklaim bahwa Barat telah "mencuci otak" republik-republik pasca-Soviet, dimulai dengan Ukraina. Dia berkata: "Selama bertahun-tahun, kami mencoba membangun hubungan bertetangga yang baik dengan Ukraina, menawarkan pinjaman dan energi murah, tetapi tidak berhasil."
Kekhawatiran lama Presiden Putin tampaknya berasal dari pertumbuhan NATO sejak Uni Soviet runtuh pada tahun 1991. Tujuan awal NATO adalah untuk menantang ekspansi Rusia setelah Perang Dunia Kedua, tetapi Kremlin telah lama berargumentasi bahwa NATO menerima bekas sekutu Soviet karena anggotanya mengancam keamanannya.
Ketegangan antara Kremlin dan Barat meningkat setelah penggulingan Presiden Ukraina pro-Kremlin Viktor Yanukovych pada tahun 2014, setelah berbulan-bulan protes jalanan.
Dalam pidatonya, Presiden Putin melanjutkan: "Tidak ada yang perlu dituduhkan kepada kami. Kami selalu menganggap orang Ukraina sebagai saudara dan saya masih berpikir demikian."
"Apa yang terjadi sekarang adalah sebuah tragedi, tapi itu bukan salah kami."
Advertisement
Dubes Rusia: Ini Perang Proxy
Invasi Rusia masih terus berlanjut hingga penghujung 2022. Rusia masih belum bisa menaklukkan Ukraina, meski situs Global Firepower menyebut Rusia memiliki militer terkuat di Benua Eropa.
Namun, Ukraina masih terus melakukan resistensi. Wilayah-wilayah yang dianeksasi Rusia juga masih ditarget Ukraina untuk direbut.
Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Lyudmila Vorobieva, berkata bahwa Ukraina mendapat bantuan NATO sehingga bisa bertahan. Dubes Rusia berkata ada perang proxy.
"Tentu tak mudah karena sekarang kita bertarung tidak melawan Ukraina tapi melawan NATO," ujar Dubes Rusia Lyudmila Vorobieva di rumah dinasnya, Rabu (21/12).
Dubes Rusia bahkan berkata operasi militer negaranya bisa berakhir pada April 2022 jika Ukraina tidak dibantu NATO. Rusia lantas menyalahkan NATO yang melakukan perang proxy di tengah invasi.
"Jadi ini adalah perang proxy," ujar Dubes Rusia. "Bagi kami makna perang di Ukraina adalah perang proxy oleh barat dengan menggunakan Ukraina."
Meski pemerintah Inggris menyebut Rusia sedang mengalami kesulitan persenjataan, Dubes Vorobieva menyebut tentara Rusia masih terus bergerak maju.
"Kami bisa melihat bahwa tentara kami bergerak maju. Pertempurannya saya bilang sangat berat," ucapnya.
Lebih lanjut, Dubes Rusia juga berkata situasi ekonomi di negaranya tidak mengalami krisis, meski terkena sanksi. Sektor perbankan Rusia menjadi sasaran sanksi internasional. Dubes Rusia berkata sanksi-sanksi internasional bersifat ilegal, sehingga ia pun sampai harus membawa uang tunai terus.
Menteri Pertahanan Inggris: Iran Jadi Beking Militer Rusia
Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace mengungkap bahwa ada rencana antara Rusia dan Iran untuk saling menyediakan senjata. Rusia menginginkan ratusan drone dari Iran.
Informasi tersebut diungkap oleh Wallace di Parlemen Inggris.
"Iran telah menjadi beking teratas bagi militer Rusia," ujar Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace dalam videonya di Gedung Parlemen Inggris, dikutip Rabu (21/12).
Ia menyebut Rusia memesan ratusan drone dari Iran untuk tujuan kamikaze. Drone kamikaze ini menjadi sorotan karena digunakan untuk menyerang Ukraina. Drone yang dipakai untuk kamikaze tersebut adalah drone murah.
Rusia juga menyediakan Iran komponen militer canggih.
"Sebagai timbal balik karena diberi pasokan lebih dari 300 drone kamikaze, Rusia kini berniat menyediakan Iran dengan komponen-komponen militer yang maju," ucap Menteri Pertahanan Inggris Ben Wallace.
Menteri Pertahanan Inggris berkata tindakan Rusia itu bisa melemahkan keamanan di Timur Tengah dan internasional, sehingga ia mengekspos hal tersebut di hadapan parlemen.
Lebih lanjut, Ben Wallace berkata relasi Rusia-Iran mengungkapkan masalah di dalam militer Rusia, pasalnya Rusia disebut mulai kekurangan amunisi. Sanksi-sanksi dari dunia internasional juga disebut Ben Wallace telah melemahkan kapasitas militer Rusia.
"Di balik layar, sanksi-sanksi internasional, termasuk sanksi yang diterapkan secara independen oleh Kerajaan Bersatu, telah melemahkan industri pertahanan Kremlin," ujar Ben Wallace. "Mereka kini ingin membongkar pesawat untuk mencari spare-parts."
Advertisement