Liputan6.com, Jakarta - Pada 1 Januari 1995, di saat banyak orang sedang mengucap harap di dalam hati untuk tahun baru yang akan dijalani, Fred West, sang pembunuh berantai, memutuskan untuk mengakhiri hidupnya secara tragis.
West gantung diri di dalam sel penjara Winson Green Prison, Birmingham, Inggris, 10 bulan sebelum persidangan mulai digelar. Fred West dijerat pasal pembunuhan terhadap sedikitnya 12 perempuan di rumahnya, kawasan Gloucester, dalam kurun waktu tahun 1967 sampai 1987.
Baca Juga
Terdakwa pelecehan seksual dan pembunuhan tersebut menggunakan seprai dari kasurnya untuk mengikat leher dan menggantung diri di dinding sel. Dokter dari pihak rumah tahahan mencoba menyelamatkan nyawa West yang saat ditemukan masih bernafas, tapi pada akhirnya gagal. Dia tewas.
Advertisement
Setelah melakukan investigasi mendalam, polisi menyimpulkan bahwa West benar tewas karena bunuh diri. Namun petugas tahanan dinyatakan lalai karena tidak mengamankan beberapa alat yang digunakan West untuk bunuh diri. Karena West diketahui telah menyimpannya di sel sejak 1 bulan sebelum insiden bunuh diri.
West ditangkap bersama istrinya, Rosemary pada Februari 1994 setelah adanya laporan beberapa orang hilang. Aparat kemudian menemukan sejumlah jenazah di rumah West yang diketahui sebagai jasad dari orang hilang. Ironis, salah satu putri West sendiri, Heather, yang juga menjadi korban.
Masa Remaja
Sejak remaja, West dikabarkan kerap melakukan pelecehan seksual terhadap sejumlah wanita, termasuk putrinya sendiri.
Pria yang diduga memiliki kelainan jiwa itu telah menikah 3 kali. Rosemary adalah istri ketiganya, yang juga mengidap mental tak normal.
Rosemary pada akhirnya dijatuhi hukuman 10 tahun penjara atas pembunuhan terhadap 9 perempuan.
Dia dianggap turut membantu suaminya, West untuk melancarkan aksi bejat dan bengis. Setelah dibunuh, beberapa korban dimutilasi. Rosemary menjalani sisa hidupnya di sel penjara Bronzedield, dekat London.
Advertisement
Sejarah Lain
Sejarah lain mencatat pada 1 Januari 1966, 2 pesawat Dakota DC-3 milik Garuda Indonesia Airways (GIA), PK-GDU dan PK-GDE, bertabrakan di udara menjelang mendarat di Bandara Palembang.
Keduanya jatuh di kawasan rawa di luar kota Palembang. Seluruh awak dan penumpangnya tewas.
Di tanggal yang sama tahun 2002, terjadi beberapa ledakan bom setelah pesta kembang malam tahun baru di 2 wilayah Indonesia.
Di Jakarta, bom granat yang digunakan dalam peristiwa tersebut meledak di depan rumah makan di daerah Jakarta Selatan pada pukul 3.30 WIB.
Sedangkan di Palu, Sulawesi Tengah, terjadi empat ledakan bom di empat gereja pada tanggal yang sama, di mana salah satunya terjadi pada pukul 9.30 WITA.