Liputan6.com, Beijing - China memperingatkan bahwa pakta pertahanan AUKUS akan membawa kerugian, alih-alih manfaat, sekaligus memicu perlombaan senjata di Asia Pasifik.
"AUKUS merugikan, tidak menguntungkan. Lingkaran kecil semacam ini, yang didominasi oleh mentalitas Perang Dingin, tidak bermanfaat dan sangat berbahaya," kata Juru Bicara Kementerian Pertahanan China Tan Kefei dalam jumpa pers di Beijing, Kamis (30/3).
Baca Juga
Tan merujuk pada pakta trilateral yang ditandatangani oleh AS, Inggris, dan Australia, yang akan memfasilitasi Canberra untuk mendapatkan kapal selam bertenaga nuklir.
Advertisement
Menurut Tan, AUKUS berisiko proliferasi nuklir dan dia memperingatkan bahwa kesepakatan itu akan memicu perlombaan senjata serta meningkatkan ketegangan regional, Anadolu melaporkan dikutip dari Antara (1/4/2023).
"Kerja sama semacam itu merupakan perpanjangan dari kebijakan pencegahan nuklir masing-masing negara, dan itu adalah alat permainan bagi mereka untuk membangun 'NATO versi Asia-Pasifik' dan mempertahankan hegemoni mereka sendiri," kata Tan.
"Ini telah serius berdampak pada perdamaian dan stabilitas kawasan Asia-Pasifik, dan banyak negara di kawasan ini sangat mengkhawatirkan hal ini," ujar dia, menambahkan.
Tan meminta Washington, London, dan Canberra untuk mengenali kecenderungan umum saat ini, meninggalkan egoisme yang merugikan orang lain dan menguntungkan diri mereka sendiri, mendengarkan suara komunitas internasional dengan pikiran terbuka, sungguh-sungguh memenuhi tanggung jawab dan kewajiban internasional mereka, serta melakukan lebih banyak hal yang kondusif bagi perdamaian dan stabilitas kawasan.
Simak video pilihan berikut:
Advertisement
AS Kobarkan Perang
Lebih lanjut, Tan menyatakan sikap tegas Beijing yang menentang narasi “ancaman China” yang dijadikan alasan oleh negara-negara Barat untuk meningkatkan anggaran militernya.
"Untuk waktu yang lama, Amerika Serikat memiliki anggaran pertahanan tertinggi di semua negara di dunia, dan Amerika Serikat juga mengobarkan perang dan menciptakan kekacauan di mana-mana," kata Tan.
Menegaskan bahwa China adalah pembangun perdamaian dunia, dia menuding AS sebagai ancaman terbesar bagi perdamaian, keamanan, dan stabilitas dunia.
"Pada saat yang sama, kami mendesak pihak Inggris untuk memperbaiki mentalitasnya, mempertahankan pemahaman yang benar tentang China, dan berhenti membesar-besarkan apa yang disebut 'tantangan China'," ujar Tan.
Mengenai kekhawatiran yang diangkat oleh Jepang dan Filipina atas aktivitas China di Laut China Timur dan Laut China Selatan, Tan mengatakan bahwa Beijing berkomitmen untuk menjaga perdamaian dan stabilitas di kawasan Asia-Pasifik.
"Untuk jangka waktu tertentu, beberapa negara telah menganut mentalitas Perang Dingin dan konsep zero-sum game dan menggunakan apa yang disebut 'paksaan China' dan 'ancaman militer China' untuk terlibat dalam ekspansi militer ekspansi. Kami menentang keras hal ini," kata Tan.
Selandia Baru Buka Opsi Bergabung dengan AUKUS
Pemerintah Selandia Baru mengonfirmasi sedang mendiskusikan untuk bergabung dengan aliansi AUKUS yang didirikan oleh Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Australia.
"Kami telah ditawari kesempatan untuk mendiskusikan apakah kami dapat atau ingin berpartisipasi dalam pilar kedua (AUKUS)," ujar Menteri Pertahanan Selandia Baru Andrew Little seperti dilansir The Guardian, Selasa (28/3/2023). "Saya telah mengindikasikan bahwa kami bersedia untuk mengeksplorasinya."
Pilar kedua AUKUS mencakup sharing teknologi militer canggih, termasuk komputasi kuantum dan kecerdasan buatan.
Selandia Baru belum ditawari kesempatan untuk bergabung dengan pilar kesatu, yang pasti tidak akan diterimanya mengingat posisinya yang anti nuklir. Little mengatakan, kewajiban hukum dan komitmen moral Selandia Baru untuk bebas nuklir tidak dapat dikompromikan.
Pernyataan Little muncul sepekan setelah Menteri Luar Negeri Selandia Baru Nanaia Mahuta mengunjungi sejumlah diplomat top China.
Selandia Baru memiliki kekhawatiran lain tentang AUKUS, termasuk bahwa pakta keamanan tersebut dapat membahayakan Perjanjian Rarotonga, yang menetapkan wilayah Pasifik Selatan bebas senjata nuklir.
"Kekhawatiran kami bukanlah melihat militerisasi Pasifik, melainkan perjanjian Rarotonga ditegakkan," kata Mahuta.
Australia merupakan salah satu penandatangan Perjanjian Rarotonga.
Advertisement