Liputan6.com, Pyongyang - Korea Utara memberikan hukuman tanam paksa di sawah bagi masyarakat yang gaya hidupnya tak sesuai norma "sosialis negara". Contoh perbuatan yang melanggar seperti mewarnai rambut atau memakai pakaian ketat.
Tindakan "anti-sosialis" merupakan julukan yang digunakan pemerintah Korea Utara untuk mendeskripsikan aktivitas yang mirip Korea Selatan, asing, atau budaya kapitalis.
Baca Juga
Berdasarkan laporan Radio Free Asia (RFA), Jumat (9/6/2023), ada sejumlah kasus yang tidak serius, tetapi pelaku bisa dihukum tanam paksa, seperti yang terjadi di kota Chongjin, salah satu kota terbesar di Korea Utara.
Advertisement
"(Mereka) menggrebek pembuatan atau penjualan baju di pasar yang bukan gaya kita," ujar seorang sumber yang namanya enggan disebut.
Sumber tersebut berkata pakaian ketat, pakaian yang menampilkan bahu, dan pakaian dengan huruf-huruf asing dianggap anti-sosialis.
Anggota sosialis muda ternyata ikut melakukan razia.
"Patroli-patroli Liga Pemuda Patriotik Sosialis juga menggrebek para laki-laki dan perempuan muda yang mewarnai rambut mereka kuning atau cokelat, memanjangkan rambut mereka, dan memakai jeans atau pakaian ketat di publik," ujarnya.
Selain itu, otoritas disebut telah meminta tukang potong rambut dan penata rambut agar tidak mewarnai rambut klien. Gaya rambut yang hanya memangkas sisi kiri dan kanan rambut juga termasuk yang tidak disukai.
Hukumannya adalah tanam paksa selama lima hari.
"Kamu akan menanam padi atau mencabut rumput selama lima hari ke depan," ujar sumber itu. "Di pabrik kami ada dua laki-laki muda dan satu perempuan yang tidak kerja karena mereka dimobilisasi untuk menanam padi setelah ditangkap di jalan karena memakai baju dan gaya rambut yang bukan gaya kita."
Musim Panen
Narasumber itu mengaku aneh, sebab razia-razia ini terjadi di saat musim panen.
"Penggrebekan ini berlangsung tanpa ampun. Ini berbeda dari biasanya," ujarnya. "Aneh bahwa hukuman ini bertepatan dengan musim menanam padi dan menyiangi rumput."
Otoritas di Chonjin juga melakukan razia di kota Kangdok tiap minggu untuk mencari masyarakat yang membuat minuman alkohol.
Kangdok sebetulnya merupakan tempat aman untuk minuman alkohol rumahan bernama nongtaegi pada 1994-1998 ketika kelaparan di Korea Utara terjadi.
Warga setempat kembali membuat nongtaegi dalam jumlah besar dan menjualnya di seluruh provinsi Hamgyong Utara.
Ada orang yang berhasil lolos, tetapi ada juga yang tertangkap basah. Alat pembuatan alkohol mereka disita dan pelaku dihukum 10 hari di sawah.
Advertisement