Alasan Mengapa Kita Harus Tidur dan Hubungannya dengan Kesehatan

Kita memang memiliki kebutuhan biologis untuk tidur. Ini penjelasan ahli.

oleh Santi Rahayu diperbarui 26 Apr 2024, 20:10 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2024, 20:10 WIB
Ilustrasi tidur, mengalami mimpi
Ilustrasi tidur, mengalami mimpi. (Foto oleh Polina Kovaleva: https://www.pexels.com/id-id/foto/sedang-tidur-tidur-beristirahat-tertidur-6541121/)

Liputan6.com, Jakarta - Tahukah Anda? Manusia menghabiskan hampir sepertiga dari hidup dengan tidur, berbaring dengan mata terpejam, tidak sadar akan apa yang terjadi di sekitarnya.

Namun kita memang memiliki kebutuhan biologis untuk tidur karena memberikan banyak manfaat yang tidak ada duanya. Tidur memberikan kita lebih banyak energi, mengurangi stres, dan meningkatkan sistem kekebalan tubuh.

Dilansir dari Popular Mechanics, Jumat (26/4/2024), diketahui bahwa saat kita tidur, tubuh juga memperbaiki sel-sel dan menyempurnakan kadar hormon.

"Tidur mempengaruhi hampir semua jaringan dalam tubuh kita," Dr. Michael Twery, seorang pakar tidur, menulis dalam untuk National Institutes of Health. "Hal ini mempengaruhi sistem kekebalan tubuh, nafsu makan, pernapasan, tekanan darah, dan kesehatan jantung."

Sebaliknya, kurang tidur dapat berakibat buruk pada kesehatan kita. Orang yang mengantuk lebih mungkin membuat keputusan yang buruk dan bisa terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.

Dan kurang tidur kronis dapat menyebabkan sistem kekebalan tubuh melemah dan meningkatkan risiko depresi seseorang.

Ini semua adalah alasan kuat untuk tidur, tetapi tidak sepenuhnya menjelaskan mengapa manusia menghabiskan delapan jam tidak sadar dan 'lumpuh' setiap malam.

Seperti yang pernah dikatakan oleh ilmuwan di bidang tidur Allan Rechtschaffen, "Jika tidur tidak memiliki fungsi vital, maka itu adalah kesalahan terbesar yang pernah dilakukan oleh evolusi."

Selama beberapa dekade, para ilmuwan telah mencoba memecahkan misteri mengapa manusia tidur, dengan empat teori yang memungkinkan untuk menjawabnya: Teori Inaktivitas, teori konservasi energi, teori pemulihan, dan teori plastisitas otak.

Teori Ketidakaktifan

Kadang, teori ini disebut sebagai teori "adaptif" atau "evolusioner", teori ketidakaktifan adalah salah satu upaya pertama para ilmuwan untuk menjelaskan tidur, yang dibuat pada tahun 1920-an, sebelum para ilmuwan memulai laboratorium tidur atau menemukan gerakan mata yang cepat.

Idenya adalah bahwa bagi hewan, malam hari adalah waktu yang rentan, ketika kegelapan membuat mereka sulit bergerak dengan aman atau menghindari predator. Berbaring diam dan tidak bersuara adalah cara yang baik untuk menghindari bahaya hingga pagi hari. Melalui evolusi, menurut teori, strategi ini akhirnya berubah menjadi apa yang sekarang kita sebut sebagai tidur.

Teori ketidakaktifan mengemukakan bahwa salah satu alasan utama tidur adalah untuk mengurangi aktivitas dan menghemat energi. Namun, ada ada yang kurang dengan teori ini, jika kita benar-benar tidak sadarkan diri di malam hari, kita akan menjadi sangat rentan dan hampir tidak mungkin untuk bereaksi terhadap bahaya yang mungkin terjadi.

Teori Konservasi Energi

Ilustrasi Malas Belajar, Murid Lelah, Tidur
Ilustrasi Malas Belajar, Murid Lelah, Tidur. Photo by Freepik

Teori ini menunjukkan bahwa fungsi utama dari tidur adalah untuk mengurangi jumlah energi yang dibutuhkan oleh hewan dan seberapa banyak energi yang digunakannya.

Bagi sebagian besar dari kita saat ini, mengambil camilan pada umumnya merupakan tugas yang sederhana, tetapi bagi manusia purba, mencari makanan membutuhkan banyak waktu dan tenaga.

Tidur sepanjang malam saat berburu merupakan hal yang menantang dan berbahaya, namun merupakan strategi yang baik untuk menghemat energi.

Teori ini didukung oleh penelitian yang menunjukkan bahwa ketika manusia tertidur, metabolisme mereka melambat sekitar 10 persen (angka ini lebih tinggi pada spesies lain).

Sebagai contoh, suhu tubuh dan kebutuhan kalori menurun saat kita tidur. Banyak peneliti menganggap teori pemulihan energi sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari teori ketidakaktifan.

Teori Restoratif

tidur
Ilustrasi orang bangun dari tidur yang nyenyak. (Foto: Unsplash/bruce mars)

Setelah tidur malam yang panjang, kita sering kali merasa tidak hanya beristirahat, tetapi juga dipulihkan. Beberapa ilmuwan berpikir bahwa pemulihan fisik dan kognitif adalah alasan kita tidur.

Teori restoratif telah mendapatkan momentum dalam beberapa tahun terakhir berkat sejumlah penelitian yang meyakinkan pada hewan dan manusia. Sebagai contoh, dalam percobaan Rechtschaffen, yang dilakukan pada akhir tahun 1980-an, hewan percobaan yang tidak tidur sama sekali kehilangan semua fungsi kekebalan tubuh dan mati dalam hitungan minggu.

Para ilmuwan juga menemukan bahwa sebagian besar fungsi pemulihan-termasuk perbaikan otot dan jaringan, sintesis protein, dan pelepasan hormon pertumbuhan-terjadi saat manusia tidur.

Selain itu, tidur dapat meningkatkan sistem kekebalan tubuh kita. Sebuah penelitian di Carnegie Mellon University tahun 2009 menunjukkan bahwa orang yang tidur tujuh jam atau kurang dari itu setiap malam memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar untuk jatuh sakit saat terpapar flu dibandingkan mereka yang tidur delapan jam atau lebih.

Namun, bukan hanya tubuh Anda yang diremajakan saat tidur. Saat terjaga, zat kimia yang disebut adenosin terakumulasi dalam otak. Adenosin inilah yang membuat kita merasa lelah, semakin banyak kegiatan di siang hari, semakin lelahlah kita. Saat tidur, tubuh membersihkan adenosin dari otak, sehingga kita merasa segar dan waspada saat alarm berbunyi.

Teori Plastisitas Otak

Ilustrasi mimpi, tidur
Ilustrasi mimpi, tidur. (Image by senivpetro on Freepik)

Salah satu teori terbaru dan paling menarik tentang mengapa kita tidur didasarkan pada penelitian yang menunjukkan bahwa tidur berkorelasi dengan perubahan struktur dan organisasi otak, sebuah fenomena yang dikenal sebagai plastisitas otak.

Teori ini, kadang-kadang disebut teori konsolidasi informasi, meneruskan gagasan bahwa selama tidur, otak kita memilah-milah informasi yang telah kita peroleh hari itu, membuang data yang tidak kita perlukan dan menyimpan sisanya dalam ingatan jangka panjang.

Beberapa penelitian mendukung gagasan ini, yang menunjukkan bahwa kurang tidur memiliki dampak negatif pada kemampuan kita untuk belajar dan mengingat informasi.

Para ilmuwan masih belum mengetahui secara pasti bagaimana tidur dan ingatan berhubungan, meskipun banyak peneliti berpikir bahwa gelombang otak selama tahap tidur yang berbeda mungkin berkorelasi dengan jenis ingatan tertentu, seperti ingatan yang menyimpan fakta dan lainnya yang menyimpan prosedur.

Teori plastisitas otak dapat menjelaskan mengapa bayi dan anak kecil, yang otaknya masih berkembang, membutuhkan banyak tidur.

Bayi, misalnya, menghabiskan waktu hingga 16 jam sehari untuk tidur, dan sebagian besar waktu tersebut dihabiskan dalam tidur REM (Rapid Eye Movement), tahap di mana sebagian besar mimpi terjadi.

Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis 3 Manfaat Tidur Cukup Cegah Risiko Penularan Covid-19. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya