Liputan6.com, Sydney - Polisi Australia menangkap tujuh remaja yang dituduh mengikuti ideologi ekstremis kekerasan dalam penggerebekan di Sydney, ketika hakim memperpanjang larangan platform media sosial X (Twitter) membagikan video serangan pisau terhadap seorang uskup yang sedang dalam proses penyelidikan.
Hakim Geoffrey Kennett menyatakan memperpanjang larangan publikasi video penikaman uskup tersebut yang awalnya diterapkan Senin 22 April 2024. Aturan tersebut kini diberlakukan pengadilan hingga 10 Mei mendatang.
Baca Juga
Ketujuh remaja yang ditangkap tersebut diidentifikasi berusia 15 hingga 17 tahun, dan merupakan bagian dari jaringan yang melibatkan anak laki-laki berusia 16 tahun dituduh menikam seorang uskup di sebuah gereja Sydney pada 15 April, kata polisi. Demikian mengutip dari apnews.com, Kamis (24/4/2024).
Advertisement
Remaja berusia 16 tahun itu pada hari Jumat (19/4) didakwa melakukan tindakan teroris, sebuah kejahatan yang dapat diancam dengan hukuman maksimal penjara seumur hidup, terkait serangan pisau yang melukai seorang uskup dan pendeta Ortodoks Asiria.
Adapun potongan video penikaman dari siaran langsung saat misa gereja kemudian tersebar di X. Regulator Australia akhirnya memerintahkan platform X untuk menghapus video tersebut, sebuah tindakan yang dilawan oleh platform tersebut.
Perusahaan media sosial lainnya termasuk Google, Microsoft, Snapchat dan TikTok telah mematuhi perintah serupa.
Sementara itu, lima remaja lainnya masih diperiksa oleh Tim Gabungan Kontra-Terorisme, yang mencakup polisi federal dan negara bagian serta Organisasi Intelijen Keamanan Australia, badan mata-mata domestik utama Australia, dan Komisi Kejahatan New South Wales, yang khusus menangani kasus ekstremis dan kejahatan terorganisir.
Lebih dari 400 polisi melaksanakan 13 surat perintah penggeledahan di barat daya Sydney karena para tersangka dianggap sebagai ancaman langsung, kata Wakil Komisaris Polisi New South Wales David Hudson.
"Kami beranggapan bahwa orang-orang ini menganut ideologi ekstremis kekerasan yang bermotivasi agama," kata David Hudson kepada wartawan.
"Kelompok tersebut dianggap… menimbulkan risiko dan ancaman yang tidak dapat diterima masyarakat New South Wales, dan strategi investigasi murni kami saat ini tidak dapat menjamin keselamatan publik secara memadai," tambah David Hudson.
Sementara itu, melansir dari BBC.com, dalam pesan audionya, Uskup Mar Mari Emmanuel juga menyerukan agar masyarakat tetap tenang.
Polisi mengatakan serangan yang disiarkan langsung dan melukai empat orang itu merupakan aksi teror yang bermotif agama. Hal inilah yang memicu kerusuhan di luar Gereja Good Shepherd, tempat berkumpulnya para pembela uskup yang marah.
Dalam klip berdurasi empat menit milik Uskup Emmanuel, yang dirilis oleh pihak gereja di media sosial, sang Uskup mengatakan bahwa ia memaafkan "siapa pun yang melakukan tindakan ini".
"Dan aku akan selalu mendoakanmu. Dan siapa pun yang mengutusmu melakukan ini, aku juga memaafkannya dalam nama Yesus yang perkasa," ujarnya.
Uskup Emmanuel juga menambahkan bahwa dirinya baik-baik saja sehingga tidak perlu khawatir.
Polisi New South Wales sebelumnya mengatakan bahwa pemuka agama tersebut beruntung karena selamat setelah kejadian penikaman tersebut yang terjadi ketika dia sedang mengadakan misa di Gereja Ortodoks Asiria, yang berjarak sekitar 35 km barat daya pusat kota.
Ketika video grafis serangan tersebut menyebar dengan cepat secara online, video tersebut memicu ratusan orang ke gereja dan hal ini mengakibatkan kerusuhan yang disertai kekerasan menyebabkan dua petugas polisi terluka, awalnya 10 mobil polisi hancur, dan paramedis mengkhawatirkan keselamatan mereka.
Polisi berjanji mereka yang terlibat akan dilacak dan didakwa.
X Menolak untuk Menghapus Postingan Terkait Penikaman Tersebut
Laporan AP menyebut X, yang sebelumnya bernama Twitter, mengumumkan bahwa mereka akan melawan perintah Australia di pengadilan untuk menghapus postingan yang berkaitan dengan serangan tersebut.
Komisi eSafety Australia yang menggambarkan diri sebagai lembaga pemerintah pertama di dunia yang berdedikasi untuk menjaga masyarakat lebih aman saat online, kemudian mengajukan permohonan ke pengadilan untuk pelarangan global sementara waktu terkait peredaran video penikaman uskup di Sydney tersebut.
Sementara itu, Marcus Hoyne yang merupakan pengacara X, mengatakan kepada hakim bahwa sang uskup tidak ingin video tersebut dilarang.
Uskup Emmanuel diketahui baru-baru ini menandatangani pernyataan tertulis "yang menyatakan bahwa dia sangat yakin bahwa materi tersebut harus tersedia," kata Marcus Hoyne.
Sementara itu, Wakil Komisioner Polisi Federal Australia Krissy Barrett mengatakan para penyelidik tidak menemukan bukti mengenai target spesifik atau waktu terjadinya "tindakan kekerasan" yang dimaksudkan.
Ia menambahkan, operasi polisi tersebut tidak ada kaitannya dengan Hari Anzac yang jatuh pada hari Kamis (25/4), hari libur umum ketika warga Australia mengenang korban perang.
Peringatan itu telah menjadi sasaran potensial para ekstremis di masa lalu.
Pengacara X Marcus Hoyne mengatakan Komisi Keamanan Elektronik berupaya menerapkan "yurisdiksi yang sangat tinggi" dengan perintah yang berlaku secara efektif di seluruh dunia.
Hoyne juga mengatakan pengadilan memerintahkan pelarangan video tersebut 'sia-sia'
"Tampaknya materi ini kini muncul di banyak tempat berbeda,"tambah Hoyne.
Advertisement
X Dianggap Tidak Mematuhi Peraturan
Pengacara komisi eSafety Australia, Christoher Tran, mengatakan X tidak mematuhi perintah yang dikeluarkan pada hari Senin (22/4). Hoyne mengatakan dia tidak “memiliki instruksi tentang hal itu.”
Pengacara X Marcus Hoyne mengatakan kliennya "tidak memiliki instruksi unfuk mematuhi larangan tersebut."
Sementara itu X belum menanggapi pertanyaan The Associated Press tentang kepatuhan perusahaan terhadap perintah yang dikeluarkan oleh pemerintah Australia. Hal ini berimbas kepada pemilik X, Elon Musk, yang menuduh Australia mengekang kebebasan berpendapat.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menyebut Elon Musk sebagai 'miliarder yang sombong'. Menanggapi hal ini, dalam postingan pribadinya di X, Elon Musk memposting "Rakyat Australia menginginkan kebenaran."
"X adalah satu-satunya yang membela hak-hak mereka," tambah Elon Musk.
Tak hanya itu, Elon Musk juga menyerang Senator independen Australia, Jacqui Lambie yang memblokir akun X-nya karena kontroversi tersebut dan mendesak sesama anggota parlemen untuk melakukan hal yang sama.
"Dia adalah musuh rakyat Australia," tulis Elon Musk.
"Wanita ini sangat menghina rakyat Australia."
Akibat dari postingan tersebut, Jacqui Lambie mengatakan kepada televisi Sky News bahwa Elon Musk adalah "miliarder pengganggu."
"Dia sama sekali tidak memiliki kesadaran sosial," kata Lambie. "Orang seperti itu seharusnya dipenjara dan kuncinya dibuang."
Pihak berwenang menyalahkan media sosial karena menarik 2.000 orang untuk berkumpul di Gereja Kristus Gembala setelah serangan itu, yang menyebabkan kerusuhan yang menyebabkan 51 petugas polisi terluka dan 104 kendaraan polisi rusak.
Investigasi Terhadap Anak-anak
Direktur Jenderal ASIO Mike Burgess kemudian membenarkan bahwa organisasinya terlibat dalam operasi saat terjadi kericuhan mengatakan "Dinas keamanan Australia selalu melakukan tugasnya untuk menyediakan intelijen keamanan yang memungkinkan polisi menangani masalah ini," kata Mike Burgess.
"Ketika kita menghadapi ancaman langsung terhadap nyawa atau hal lain yang sedang berkembang," tambahnya.
Ia menambahkan investigasi terhadap anak-anak tersebut telah mencapai puncaknya pada 50% dari "beban kasus kontraterorisme prioritas" ASIO beberapa tahun yang lalu dan jumlahnya telah berkurang.
"Namun jumlah anak di bawah umur yang diselidiki meningkat lagi karena berbagai alasan termasuk konten media sosial," kata Mike Burgess.
"Mereka adalah kelompok yang rentan."
Advertisement