Liputan6.com, Jakarta Tok... tok... Ketukan pintu memecah suasana hening rumah berdinding bambu berlantai tanah itu. Tak berapa lama, pemilik rumah datang dengan jalan terpincang-pincang. Nenek Nadira, nama sang pemilik rumah menyambut Yudistira dan dokter yang mengunjunginya. Keduanya tenaga kesehatan Puskesmas Citta, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan.
Saat Nenek Nadira datang, Yudis, begitu tenaga kesehatan tersebut biasa disapa bisa menghirup aroma tak sedap. Rupanya aroma tersebut berasal dari luka di telapak kaki Nenek Nadira.
Baca Juga
"Luka di telapak kakinya sampai menghitam," kata Yudis.
Advertisement
Melihat kondisi Nenek Nadira, Yudis pun memahami alasan mengapa nenek ini jadi perhatian masyarakat yang pagi tadi ia temui di Posyandu Dusun Bacu-bacue.
"Saya tak menyangka, ada kondisi nenek yang sudah tua seperti ini, dalam kondisi sakit, tinggal sendirian pula dengan kondisi perekonomian kurang ada di wilayah kerja saya," ungkap Yudis saat dihubungi Health-Liputan6.com ditulis Jumat (11/11/2016).
Dokter yang datang bersama Yudis pun langsung memeriksa kondisi Nenek Nadira. Betapa kagetnya keduanya saat alat pengukur kadar gula darah menunjukkan angka 480 mg/dl. Kadar gula darah dikatakan tinggi jika melebihi angka 200 mg/dL
"Itu angka yang tinggi sekali. Gula darahnya tidak terkontrol," tutur pria yang bertugas sebagai ahli teknologi lab medik ini.
Dokter pun segera memberikan obat untuk membantu mengendalikan penyakit diabetes mellitus yang mendera Nenek Nadira. Sejak saat itu, seminggu tiga kali Yudis rutin memeriksa kadar gula darah wanita yang tinggal sendirian berusia 67 tahun ini.
Yudis tak menyangka, kehadirannya serta tenaga kesehatan lain mampu memberikan semangat hidup Nenek Nadira. "Ia mengatakan kepada kami, sebelum kami datang, ia seperti hanya menunggu ajal. Ia tak tahu bagaimana mengatasi lukanya tersebut," kenang Yudis akan kejadian di awal Januari 2014 itu.
Cetuskan Candu Daun Tua
Cetuskan Candu Daun Tua
Pertemuan Yudis dengan Nenek Nadira membuat matanya terbuka. Kaum lanjut usia perlu diperhatikan untuk bisa semangat hidup, tidak duduk diam, dan berdaya guna. Ia pun ingin agar kaum lanjut usia dengan masalah ekonomi, cacat, punya masalah sosial, dan terlantar juga bisa mendapatkan akses kesehatan.
Selang beberapa hari usai pertemuan pertama dengan Nenek Nadira, Yudis berdiskusi dengan petugas kesehatan lain dan pimpinan Puskesmas Citta. Ia mengungkapkan tentang kemungkinan bisa bekerja di luar kantor.
"Sebagai ahli teknologi lab medik, saya biasanya bekerja di kantor. Dalam lokakarya tersebut saya mengutarakan keinginan agar sebagai petugas lab bisa juga ke lapangan. Bisa menjangkau masyarakat yang tidak mampu ke puskesmas,"cerita bapak satu anak ini.
Usulan Yudis disetujui jajaran petugas kesehatan termasuk kepala puskesmas tempatnya bekerja. Berlanjut dengan dibentuknya program Candu Daun Tua. Ini merupakan sebuah program yang bisa memberikan perhatian terhadap orang-orang lanjut usia terutama yang memiliki masalah ekonomi, cacat, terlantar.
Program Candu Daun Tua dimulai awal 2014 di Dusun Bacu-bacue Desa Citta. Yudis meminta kader Posyandu untuk mendata kaum lanjut usia yang bermasalah. Seperti lansia yang cacat, tidak memiliki sanak saudara, sakit stroke, hipertensi, maupun hipertensi.
Setelah data diketahui, dibuat peta wilayah kerja. Masing-masing wilayah kerja terdapat kader yang mendampingi para lansia.
"Jadi kader ini bertugas mendampingi lansia. Misal bila ada lansia yang bermasalah, kader tersebut dengan sigap menelepon dokter atau saya," kata pria lulusan Poltekes Kemenkes Makassar Sulawesi Selatan ini.
Para kader juga bertugas memotivasi para lansia yang sedang mengalami masalah. Kehadiran kader diharapkan mampu meningkatkan gairah hidup lansia kembali.
Pertengahan tahun 2014, program Candu Daun Tua ditambah dengan senam lansia. Aktivitas ini dilakukan seminggu sekali.
"Jadi ini merupakan salah satu cara mencegah yang sehat jadi sakit," tuturnya.
Lansia mampu berkarya
Lansia mampu berkarya
Hasil positif program Candu Daun Tua di 2014 berlanjut di tahun berikutnya dengan cakupan lebih luas. Program ini dilakukan di seluruh desa yang masuk dalam wilayah kerja Puskesmas Citta, yakni Desa Citta, Labae, Kampare, dan Tinco.
Dari 677 lansia yang ada di Kecamatan Citta, program Candu Daun Tua memang lebih fokus pada lansia dengan kondisi tidak baik dalam ekonomi, kesehatan, dan sosial. Namun tanpa melupakan kesehatan para lansia yang tidak masuk dalam kelompok tersebut.
Selain senam sehat dan program pengecekan kesehatan bagi lansia dengan penyakit kronis, ada juga program pemberdayaan ekonomi.
Para lansia yang bersedia bisa mengisi waktunya dengan membuat kulit ketupat, membungkus keripik gintang atau pun membantu mencuci kain.
"Program home industry ini kami ajukan pada mereka yang mau dan mampu berbuat. Kami tidak paksakan. Jika mau nanti dapat bimbingan dari kader," tutur pria kelahiran Balo, 26 Februari 1986 ini.
Satu kulit ketupat yang bahannya diambil gratis dari daun lontar di sekitar rumah dihargai Rp 100/buah. Lalu, hasil kulit ketupat diberikan pada kader yang kemudian didistribusikan pada pedagang coto yang banyak di Kabupaten Soppeng. Yudis menuturkan paling tidak ada 60-an lansia yang melakukan aktivitas ini. Penghasilan mereka bisa sekitar Rp 1.000.000 - Rp 2.000.000 per bulan.
Sementara pembungkus keripik gintang akan mendapatkan upah Rp 500.000 satu kali produksi. Untuk pencuci kain yang sebagian besar lansia wanita mendapat upah Rp 100.000.
Tak hanya menghasilkan uang, pekerjaan yang dilakukan lansia juga membantu mereka bergaul serta melatih tubuh untuk selalu bergerak. "Misalnya pada pembuat kulit ketupat, itu kan ada tekniknya," ujar Yudis.
"Berkat bikin kulit ketupat jadi bisa makan ikan"
"Berkat bikin kulit ketupat jadi bisa makan ikan"
Program industri rumahan bagi lansia yang masuk dalam program Candu Daun Tua memberi harapan baru bagi mereka yang sudah 60 tahun ke atas tetap berkarya. Bahkan kualitas hidup jadi lebih baik.
Yudis menceritakan salah satu lansia bernama Halnia asal Desa Kampiri kini jadi mampu membeli ikan. Sebelumnya, wanita berusia 64 tahun itu tak mampu membeli makanan bergizi seperti ikan atau ayam karena keterbatasan ekonomi.
"Namun sejak rajin bekerja sebagai pencuci kain serta pembungkus kulit ketupat jadi bisa beli ikan," cerita Yudis.
Tak cuma itu, Halnia pun jadi mampu memeriksakan nyeri sendi yang sudah dirasakannya bertahun-tahun. Biaya ke dokter ia miliki dengan menyisihkan uang hasil bekerja mencuci dan membuat kulit ketupat.
"Ini berarti ia sudah mampu memperhatikan kesehatan secara mandiri tanpa tergantung pada pemerintah, tanpa tergantung pada aparat desa," tutur Yudis senang.
Lalu, Nenek Nadira yang diceritakan di awal kini kesehatannya terus dipantau oleh tenaga kesehatan. Ia juga bekerja sebagai pembuat kulit ketupat. Meski pada awal hanya bisa mendapatkan Rp40.000 per hari, kini mampu raih Rp 100.000 per hari.
Selain penghasilan, kehadiran program ini juga membuat Nenek Nadira merasa diperhatikan. Semangat hidupnya pun muncul. Nenek Nadira tak lagi menangis lagi seperti dulu sebelum 2014.
Berjabat tangan dengan Joko Widodo
Berjabat tangan dengan Joko Widodo
Program Candu Daun Tua yang ide awalnya dari buah pikiran Yudis berhasil membawanya terbang ke Jakarta pada Agustus lalu. Bukan sekadar melihat Monas, tapi juga berjabat tangan dengan Presiden RI, Joko Widodo.
Ya, Yudis berhasil menjadi salah satu wakil dari Sulawesi Selatan menjadi Tenaga Kesehatan Teladan 2016 dari Kementerian Kesehatan. Menurutnya, para lansia di kecamatan tempat ia bekerja membawanya bertemu Joko Widodo di Istana Negara.
"Saya tidak pernah bermimpi dalam hidup saya menginjakkan kaki di Istana Negara. Ini sesuatu yang luar biasa dalam hidup saya. Berkat lansia-lansia ini saya bisa sampai ke Istana Negara," tuturnya dengan bahagia.
Prestasi tingkat nasional bukan berarti menghentikan langkahnya. Yudis tetap melanjutkan program Candu Daun Tua serta melakukan inovasi-inovasi lain yang dibutuhkan masyarakat.
Satu lagi, ia pun menginginkan untuk bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang sarjana. "Saya ingin melanjutkan kuliah. Menimba ilmu di Jakarta atau Yogyakarta," harapnya.
Semoga, program-program Yudis yang dijalankan bersama petugas kesehatan lainnya terus berjalan. Juga harapannya untuk bisa melanjutkan kuliah tingkat strata satu terwujud.