Mendorong Jamu Jadi Minuman Gaya Hidup seperti Kopi

Jamu disebut berpotensi beradaptasi dengan seni kopi karena memiliki banyak kesamaan. Kehadiran kafe jamu pun diharapkan berkembang dan bisa hadir secara keberlanjutan.

oleh Asnida Riani diperbarui 12 Agu 2023, 07:00 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2023, 07:00 WIB
Resep jamu kopi. (dok. Cookpad @devalesha)
Resep jamu kopi. (dok. Cookpad @devalesha)

Liputan6.com, Jakarta - Jamu harus tetap relevan dengan zaman untuk bisa eksis secara berkelanjutan. Ada banyak pendekatan yang digagas untuk merealisasikan ide itu, termasuk dorongan menjadikan jamu sebagai "minuman gaya hidup" seperti kopi.

Dalam ulasan yang ditulis Indonesia Gastronomi Network yang bekerja sama dengan ACARAKI, dilansir dari Google Arts & Culture, Jumat, 11 Agustus 2023, jamu disebut berpotensi beradaptasi dengan seni kopi karena memiliki banyak kesamaan.

"Keduanya sama-sama (berbahan) tumbuhan, memiliki rasa pahit, direbus, punya khasiat, dan dinikmati konsumen. Mengapa kopi bisa jadi budaya pop? Bagaimana kopi berumur seratus tahun bisa dikatakan 'modern?'" catatnya.

Di dunia kopi, mereka menyambung, terdapat tiga pergerakan yang sering disebut dengan istilah "gelombang". "Setiap gelombang menandai terjadinya perubahan perilaku konsumen dalam industri kopi," tulis mereka. "Awalnya, kopi dikonsumsi karena khasiatnya sebagai penghilang rasa kantuk."

"Metode penyajian yang jamak dipakai adalah merebus atau menggodok kopi dalam air. Pada awal 1900-an, industri modern menghasilkan berbagai inovasi produk yang praktis. Pada masa itu, lahir pula inovasi untuk pecinta kopi: kopi instan. Lahirnya kopi instan menandai terjadinya gelombang pertama di dunia kopi."

Gelombang kedua di dunia kopi terjadi saat kafe khusus untuk menikmati kopi mulai bermunculan. Kemunculan kedai kopi disebut "menggeser peran kopi yang awalnya hanya sebagai minuman penghilang rasa kantuk jadi minuman bagian dari gaya hidup."

Juga Terjadi di Jamu

Kopi Hitam (pixabay)
Ilustrasi kopi hitam (Foto: Pixabay)

Kemudian, gelombang ketiga ditandai dengan mulai tertariknya para peminum kopi terhadap kopi itu sendiri. Ini mencakup asal muasal bijinya, prosesnya, sampai penyajian kopi.

"Integritas bahan jadi fokus pada gelombang ketiga," catat ulasan itu. "Pada gelombang ini terjadi peningkatan kepedulian terhadap proses dari hulu ke hilir, seperti sumber bahan, proses penanaman bahan, proses pascapanen, proses pengolahan, dan proses penyeduhan."

Tahapan ini disebutkan sebenarnya juga terjadi pada jamu. Ramuan minuman tradisional ini dikonsumsi karena memiliki khasiat untuk kesehatan dan diekstraksi dengan cara direbus maupun digodok. Gelombang pertama industri jamu terjadi sekitar 1980-an, ditandai dengan kemunculan berbagai perusahaan jamu yang memproses jamu jadi bubuk instan dan dikemas dalam saset untuk memudahkan konsumen menyeduhnya di rumah.

Sayang, gelombang selanjutnya masih belum terjadi, di mana jamu dikonsumsi sebagai bagian dari gaya hidup. Tapi, bukan berarti sama sekali tidak diupayakan. Terbukti dengan mulai bermunculannya kafe jamu.

Kafe Jamu Masuk Kampus

Ilustrasi
Ilustasi bahan pembuat jamu segar. (dok. unsplash/Agnieszka Kowalczyk)

Konsep kafe jamu juga sudah masuk kampus, mulai dari Universitas Jember sampai Universitas Gadjah Mada (UGM). Dikutip dari Surabaya Liputan6.com, 25 Juni 2023, Fakultas Farmasi Universitas Jember punya kafe yang menyajikan jamu kekinian untuk kaum milenial. Namanya Kafe Suwe Ora Djamu yang berlokasi di kantin Fakultas Farmasi.

Menu yang tersedia di kafe jamu ini, termasuk Red Velto yang berbasis wedang uwuh, blue tea minuman dari bunga telang, dan taroku yang menggunakan bunga rosella. Pengunjung juga dapat memilih cocktail jamu yang bisa dikombinasikan dengan susu, jeruk nipis, bahkan soda.

Dekan Fakultas Farmasi Universitas Jember, Nuri, menyampaikan bahwa pendirian kafe ini sejalan dengan visi dan misi Fakultas Farmasi yang ingin mengembangkan agrofarmasi yang memanfaatkan kekayaan tanaman obat Indonesia. Adanya Kafe Suwe Ora Djamu juga dalam rangka melestarikan keberadaan jamu sebagai warisan bangsa.

"Cocok buat kaum milenial karena kami mengemasnya secara modern seperti misalnya ada bartender yang bertugas meracik jamu," katanya pada Sabtu, 24 Juni 2023.

Kafe Jamu Acaraki Gama

Yuk, Ngejamu di Kafe Jamu Acaraki Gama di Fakultas Farmasi UGM
Yuk, Ngejamu di Kafe Jamu Acaraki Gama di Fakultas Farmasi UGM (Tangkapan Layar Instagram/acaraki.jamu)

Melansir laman Fakultas Farmasi UGM, 10 Mei 2023, grand opening Kafe Jamu Acaraki Gama telah dilakukan pada 7 Maret 2023. Dekan Fakultas Farmasi UGM Satibi menjelaskan kehadiran Kafe Jamu Acaraki Gama adalah salah satu wujud kerja sama Fakultas Farmasi UGM dengan PT. Acaraki Nusantara Persada dan BPOM RI.

Kafe jamu ini juga sebagai bentuk implementasi dalam pendidikan bagi mahasiswa dalam upaya meningkatkan kemampuan socioentrepreneurship di bidang obat tradisional. Founder PT. Acaraki Nusantara Persada, Jony Yuwono, menyampaikan keberadaan Kafe Acaraki Gama adalah kolaborasi berbagai pihak yang hadir untuk menginspirasi generasi muda.

Kehadiran kafe jamu ini juga turut melestarikan jamu sebagai warisan budaya. Ia berharap ke depannya minat akan penelitian jamu dapat berkembang dan bersaing di tingkat internasional.

Kepala BPOM RI Penny K. Lukito mengapresiasi dan menyambut baik atas terwujudnya kolaborasi kerja sama ini. BPOM juga mendukung pengembangan dan pemanfaatan bahan baku alam lokal sebagai bagian dari kampanye Bangga Buatan Indonesia guna mewujudkan kemandirian nasional.

 

Disclaimer: Jamu adalah ramuan tradional berbahan alami yang bisa membantu kesehatan tubuh. Bila ada keluhan kesehatan, sebaiknya dikonsultasikan kepada dokter.

Infografis Jamu Populer di Indonesia
Infografis jamu populer di Indonesia. (Dok: Liputan6.com Tim Grafis)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya