Penyidik Bareskrim Polri Gelar Perkara Kasus Abraham Samad

Rikwanto mengatakan, penyidik belum bisa menyimpulkan hasil dari gelar perkara tersebut termasuk menentukan status tersangka.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 05 Feb 2015, 18:29 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2015, 18:29 WIB
Abraham Samad (Ketua KPK)
Abraham Samad (Ketua KPK). (Liputan6.com/Faisal R Syam)

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri melakukan gelar perkara kasus dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad saat bertemu tokoh partai politik.

Kepala Bagian Penerangan Umum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto mengatakan, gelar perkara dilakukan sejak pukul 10.30 WIB dan melibatkan berbagai unsur internal dari Polri.

"Di situ saling mengkonfirmasikan satu dengan yang lainnya mengenai keterangan yang didapat. Apa-apa yang perlu dibahas itu yang dilakukan di sana," kata Rikwanto di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis (5/2/2015).

Rikwanto menjelaskan, gelar perkara sempat tertunda pada saat jam makan siang. Namun, kembali dilanjutkan hingga sore ini.

Rikwanto mengatakan, penyidik belum bisa menyimpulkan hasil dari gelar perkara tersebut termasuk menentukan status tersangka.

"Jadi ini prosesnya masih berjalan. Sementara masih belum ada (tersangka), saat ini masih dilakukan gelar perkara yang berikutnya," ucap Rikwanto.

Pelaporan terhadap Samad dilayangkan Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia, M Yusuf Sahide dan telah diterima Bareskrim Polri dengan nomor laporan LP/75/1/2015 Bareskrim pada 22 Januari 2015. Samad dilaporkan lantaran terlibat aktivitas di politik saat pilpres 2014.

"Perkara dugaan pelanggaran terhadap Pasal 36 Juncto 65 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK," kata Yusuf saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin 26 Januari 2015.

Menurut Yusuf, pelanggaran yang dilakukan Abraham Samad merupakan pelanggaran etik. Namun, ia menganggap pelanggaran yang dilakukan Samad juga termasuk unsur pidana seperti yang tertuang Pasal 36 Juncto 65 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK. "Ini bukan etik saja tapi ada unsur pidananya," tambah Yusuf. (Mvi/Yus)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya