Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi Pasal 7 huruf r Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah menjadi pelajaran untuk DPR.
Menurut dia, DPR sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi harus lebih berhati-hati dalam membuat Undang-undang. Jangan sampai DPR membuat Undang-Undang hanya menguntungkan pihak sendiri.
Baca Juga
"Putusan MK menjadi pelajaran penting untuk DPR. Undang-Undang jangan dijadikan alat kepentingan pragmatis mereka," kata Sebastian dalam diskusi 'MK dan Kejutan Terkait Pilkada' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (11/7/2015).
Advertisement
Dia menilai, cara DPR membuat atau merumuskan Undang-undang memiliki jangkauan yang pendek. Seperti dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) cenderung memberikan keuntungan sendiri.
"Contohnya adalah pegawai negeri sipil harus berhenti kalau mau maju, sedangkan DPR tidak harus berhenti," ujar dia.‎
Ketua MK Arief Hidayat saat membacakan amar putusan sidang mengatakan, pasal 7 huruf r dalam UU Pilkada bertentangan dengan dengan UUD 1945.
"Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusinal dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan," kata Arief, di Gedung MK, Rabu 8 Juli 2015.
Dengan demikian, keluarga incumbent atau petahana bisa mencalonkan diri sebagai kepala daerah. (Mvi/ein)