Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan para pekerja Indonesia di luar negeri tetap menjadi perhatian anggota Komisi IX DPR, Rieke Diah Pitaloka. Menurut Rieke, harus ada undang-undang (UU) soal buruh migran untuk melindungi dan menyejahterakan mereka.
"Saya anggota panja dari Fraksi PDIP berupaya agar bagaimana UU yang mengatur pekerja Indonesia di luar negeri ini, menjadi tugas pokok pemerintah terutama amanat pembukaan UUD adalah melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan, kemudian artinya di situ adalah pendidikan, pelatihan lalu kemudian kesejahteraannya," ungkap Rieke di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa 9 Februari 2016.
Rieke mengatakan, perlindungan terhadap buruh migran tidak dapat dipindahkan atau dialihkan kepada pihak lain karena ini merupakan tanggung jawab pemerintah.
Sektor swasta, lanjut Rieke, boleh saja dilibatkan tapi bukan sebagai leading sector. "Dia (pihak swasta) bukan pihak yang bertanggung jawab 100 persen atas kesejahteraan dan perlindungan, tetapi ini adalah tanggung jawab pemerintah," ucap Rieke.
Baca Juga
Dia menegaskan, akan berjuang agar UU buruh migran betul-betul menghadirkan negara bagi para pekerja Indonesia di luar negeri.
"Yang tidak kalah penting tentu saja, ini juga harus menyikapi beberapa UU lainnya yang menjadi acuan dari UU pekerja Indonesia di luar negeri yang baru ini seperti UU tentang sistem jaminan sosial dan badan penyelenggara jaminan sosial, UU desa, serta UU tentang pemerintahan daerah yang terbaru," papar Rieke.
Semua itu, lanjut dia, harus menjadi bagian yang terintegrasi. Sebab jika tidak, akan menjadi tumpang tindih. Rieke pun mengingatkan jika saat ini Indonesia sudah masuk dalam Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) atau perdagangan bebas ASEAN.
"Ini harus dipikirkan klausul-klausul terkait hal tersebut adalah memberikan perlindungan kepada rakyat kita yang bekerja di luar negeri juga dalam konteks Masyarakat Ekonomi Asean," ujar Rieke.
Advertisement
Alasannya, saat ini banyak buruh migran dalam kategori bukan pekerja terdidik dan terlatih, bahkan bekerja di sektor informal. Sementara kalau di MEA, klausul atau perjanjian proposal yang disepakati adalah skill worker yaitu tenaga kerja terdidik dan terlatih.