Ini Jumlah Uang Disita KPK di Rumah Sekretaris MA

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menghitung uang yang ditemukan dan disita di rumah Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.

oleh Oscar Ferri diperbarui 28 Apr 2016, 04:01 WIB
Diterbitkan 28 Apr 2016, 04:01 WIB
20160308- Sekretaris MA- Nurhadi-Diperiksa KPK-Jakarta-Helmi Afandi
Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi selesai menjalani pemeriksaan terkait dugaan suap Kasubdit Perdata MA Andri Tristianto Sutrisna di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (8/3/2016). Nurhadi diperiksa KPK selama 10 jam. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menghitung uang yang ditemukan dan disita di rumah Sekretaris Mahkamah Agung (MA), Nurhadi.

"Total Rp 1,7 miliar," ‎kata Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK, Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Jakarta, Rabu 27 April 2016.

Yuyuk mengatakan, Rp 1,7 miliar itu terdiri dari USD 37603 atau setara Rp 496 juta, SGD 85800 atau Rp 837 juta, 170 ribu Yen atau Rp 20.244.000, 7.501 riyal Arab Saudi atau ‎Rp 26.433.000, dan 1.335 Euro‎ atau Rp 354.300.

Meski demikian, Yuyuk tak menjelaskan uang Rp 1,7 miliar yang ditemukan‎ dan disita itu terkait apa. Apakah terkait perkara atau berhubungan dengan kasus yang tengah ditangani KPK, yakni dugaan suap pengajuan perkara ‎Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.


Penyidik KPK melakukan penggeledahan ruang kerja Nurhadi di Gedung MA, Jakarta Pusat, dan di rumahnya di Jalan Hang Lekir, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Penggeledahan itu berkenaan ‎dengan penyidikan kasus dugaan suap pengajuan perkara ‎Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

Nurhadi pun dicegah berpergian ke luar negeri oleh KPK. 'Stempel' cegah dilakukan agar ketika sewaktu-waktu Nurhadi dibutuhkan keterangannya oleh penyidik tidak tengah bera‎da di luar negeri.

KPK menetapkan 2 orang sebagai tersangka hasil operasi tangkap tangan yang dilakukan Rabu 20 April 2016 kemarin. Keduanya, yakni Panitera Sekretaris Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution, dan seorang swasta bernama Doddy Aryanto Supeno.

Dari operasi itu, KPK menemukan uang Rp 50 juta dalam bentuk pecahan Rp 100 ribu. Uang yang ditengarai bukan pemberian pertama itu‎ diduga kuat merupakan 'pelicin' terkait pendaftaran atau pengajuan perkara peninjauan kembali (PK) di PN Jakarta Pusat.

KPK kemudian menjerat Doddy selaku pemberi dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 64 ayat 1 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sementara Edy sebagai penerima dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor jo Pasal 64 KUHP jo Pasal 55 ayat 1 ke-1‎ KUHP.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya