Kapolri: Teroris Sedih Kalau Ditangkap Sebelum Beraksi

Tito kemudian membandingkan reaksi brimob dan teroris ketika sama-sama ditanya apakah siap mati.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 07 Agu 2016, 16:57 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2016, 16:57 WIB
Kapolri Jenderal Tito Karnavian
Kapolri Jenderal Tito Karnavian

Liputan6.com, Jakarta - Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian bercerita pernah menangkap terduga teroris yang belum sempat melancarkan aksinya di Jakarta beberapa waktu lalu. Saat ditangkap, teroris itu tampak sedih karena ditangkap sebelum menunaikan tugasnya. Saat ditangkap terduga teroris itu tak melawan.

"Kenapa seperti itu, karena tujuan mereka mati sahid, dan itu juga menjadi upaya kami sebisa mungkin tidak berkonfrontasi saat penangkapan," ujar Tito di Asri Medical Center Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Sabtu 6 Agustus 2016.

Tito kemudian membandingkan reaksi brimob dan teroris ketika sama-sama ditanya apakah siap mati. Brimob, kata Tito menjawab tidak siap mati karena masih memikirkan nasib keluarga. Sedangkan para teroris tuturnya, berjiwa militan dan mati menjadi tujuan.

"Sebenarnya bisa kalau para teroris itu menaruh bom di dalam tas, lalu tasnya ditinggalkan saja di toilet atau di mana, dia tidak perlu ikut bom bunuh diri, tetapi selama ini mereka harus ikut mati saat meledakkan," kata Tito.

Tito kemudian menjelaskan asal muasal terbentuknya ISIS. ISIS bermula dari kelompok Tauhid wal Jihad di Irak. Kelompok itu didirikan dalam upaya melawan Amerika Serikat yang banyak melakukan intervensi di negara Irak dan Afghanistan.

Kelompok Tauhid wal Jihad didirikan oleh Abu Muhammad Magdisi kemudian dilanjutkan oleh Abu Mussaf Zarkawi, setelah itu dilanjutkan lagi oleh muridnya Abubakar Al Baghdadi yang menjadi pendiri ISIS.

ISIS berbahaya karena pengikut doktrin takfiri. Mantan Kepala BNPT itu menjelaskan doktrin tersebut  diambil dari perang pada masa Nabi Muhammad yang diterjemahkan pada konteks masa kini.

"Sehingga mereka (para penganut doktrin takfiri), mengkafirkan orang-orang yang menyerang mereka dan harus dibunuh. Bahkan muslim pun yang bukan termasuk dalam kelompok mereka, mereka anggap musuh, dan boleh dibunuh," ujar Tito.

Tito mengatakan, penanganan terorisme harus dilakukan secara simultan. Namun, tidak dengan kekerasan, tapi dengan pendekatan militer, intelijen, lembaga penegak hukum, negosiasi politik, pembangunan ideologi, dan kontra ideologi.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya