Liputan6.com, Jakarta Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Dian Ediana Rae mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji materi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (UU TPPU).
Menurut Dian, putusan ini sangat penting untuk memulihkan kerugian keuangan negara akibat kejahatan terkait ekonomi.
Baca Juga
"Putusan progresif MK sangat penting dalam rangka optimalisasi penyelamatan aset (asset recovery) hasil kejahatan yang berasal dari tindak pidana kehutanan, tindak pidana lingkungan hidup, tindak pidana kelautan dan perikanan, dan seluruh tindak pidana asal dengan motif ekonomi lainnya," ujar Dian dalam keterangannya, Rabu (30/6/2021).
Advertisement
Dalam putusannya yang dibacakan pada Selasa 29 Juni 2021, MK mengabulkan seluruh gugatan yang diajukan sejumlah penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) yang meminta agar mereka diberikan kewenangan mengusut kasus pencucian uang.
Dalam putusannya, MK menyatakan secara jelas dan tegas (expressis verbis) tidak ada pengecualian pejabat yang melakukan penyidikan tindak pidana.
"Atas dasar tersebut, putusan MK telah memperluas kewenangan PPNS yang sebelumnya tidak termuat dalam penjelasan Pasal 74 UU TPPU," kata Dian.
Dalam kesempatan ini, Dian mengapresiasi sinergi antara PPATK dengan sejumlah lembaga termasuk PPNS Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan PPNS Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Diketahui, pemohon dalam perkara uji materi dengan Nomor 15/PUU-XIX/2021 ini merupakan PPNS KKP dan PPNS KLHK.
"Sinergi penegakan hukum anti-pencucian uang diharapkan dapat mendorong terwujudnya stabilitas perekonomian dan integritas sistem keuangan," kata Dian.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
MK Kabulkan Uji Materi UU Nomor 8 Tahun 2010
Diberitakan, MK mengabulkan uji materi Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. MK mengabulkan gugatan yang diajukan Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) serta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya," demikian bunyi putusan uji materi MK dikutip Rabu (30/6/2021).
Putusan ini dibacakan oleh Ketua MK Anwar Usman dengan didampingi delapan hakim konstitusi lainnya pada Selasa 29 Juni 2021. Dengan adanya putusan tersebut, dikatakan bahwa penyidik tindak pidana asal tidak terbatas pada enam instansi yang diberi kewenangan oleh peraturan perundang-undangan untuk melakukan penyidikan sebagaimana tercantum dalam Penjelasan Pasal 74 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU.
Enam instansi itu, yakni Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Badan Narkotika Nasional (BNN), serta Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Dalam putusan disebutkan jika yang dimaksud 'penyidik tindak pidana asal' adalah pejabat atau instansi yang oleh peraturan perundang-undangan diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan'.
"PPNS Tidak dapat dikecualikan dan harus diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang. Sepanjang tindak pidana asalnya termasuk dalam tindak pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU 8/2010," kata majelis hakim MK.
Pemohon mendalilkan Penjelasan Pasal 74 UU TPPU bertentangan dengan Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945. Menurut para Pemohon, norma tersebut telah membatasi penyidik asal yang berwenang menyidik tindak pidana pencucian uang hanya sebatas pada penyidik dari enam instansi tersebut.
Advertisement
Para Pemohon dapat Perlakuan yang Tidak Sama
Selain itu, para pemohom juga menilai norma a quo juga berakibat pada terjadinya pembedaan perlakuan terhadap pihak yang berwenang untuk melakukan penyidikan tindak pidana pencucian uang dan pihak yang diduga melakukan tindak pidana pencucian uang.
Dalam perkara ini, para pemohon yang merupakan PPNS mendapatkan perlakuan yang tidak sama dengan kepolisian, KPK, BNN, Kejaksaan dan lainnya untuk melakukan tindak pidana pencucian uang yang berasal dari seluruh tindak pidana pencucian uang kepada seluruh PPNS.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Suhartoyo, Mahkamah berpendapat frasa 'penyidik pidana asal' dalam Pasal 74 UU TPPU memberikan pengertian penyidik tindak pidana asal adalah pejabat dari instansi yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
"Dalam hal ini adalah semua penyidik yang melakukan penyidikan tindak pidana asal atau tindak pidana yang kemudian melahirkan tindak pidana pencucian uang. Dengan kata lain, penyidik tindak pidana asal adalah siapa saja pejabat yang oleh undang-undang diberi kewenangan untuk melakukan penyidikan tindak pidana yang kemudian dari tindak pidana yang dilakukan penyidikan tersebut melahirkan adanya tindak pidana pencucian uang sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (1) UU TPPU," ujar Hakim Suhartoyo.
Dengan demikian, telah secara jelas dan tegas (expressis verbis), tidak ada pengecualian siapapun pejabat yang melakukan penyidikan tindak pidana. Karena perintah undang-undang yang kemudian melahirkan tindak pidana pencucian uang adalah penyidik tindak pidana asal.
"Oleh karena itu, tidak ada alasan hukum apapun yang dapat dibenarkan apabila kemudian penegasan norma Pasal 74 UU TPPU tersebut dapat dimaknai menjadi tidak semua pejabat yang diberikan kewenangan oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan tindak pidana yang melahirkan tindak pidana pencucian uang tidak serta merta dapat melakukan penyidikan tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana asal. Dalam hal ini tindak pidana pencucian uang," jelas Suhartoyo.