Mengenal Seluk-beluk Muntahan Paus, Emas yang Mengambang di Laut

Muntahan paus sperma ini sangat mahal harganya. Tak aneh, bila kerap disebut floating gold atau emas yang mengambang.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Apr 2018, 15:31 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2018, 15:31 WIB
Paus di Aceh
Pria melihat sembilan Paus Sperma yang terdampar di Pantai Ujung Kareng, Aceh Besar, Aceh. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Liputan6.com, Kupang - Pengamat kelautan dan perikanan dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Chaterina A Paulus mengatakan muntahan paus (ambergris) sangat berharga, sehingga biasanya disebut dengan nama floating gold atau emas yang mengambang.

Bahkan, ambergris harganya sangat mahal karena kelangkaannya di alam. "Mengingat produksi ambergris ini dihasilkan kurang dari lima persen paus sperma, sehingga harganya menjadi sangat mahal," ucap Chaterina di Kupang, seperti Liputan6.com kutip dari Antara, Kamis (26/4/2018).

Dosen manajemen sumber daya perairan pada Fakultas Perikanan dan Kelautan Undana itu menjelaskan, ambergris atau muntahan paus sperma mengandung 456 jenis kolesterol. Satu di antaranya amberine dengan kandungannya 25-45 persen.

Amberine ini adalah alkohol yang tidak berbau (odourless), diekstraksi dari ambergris dan digunakan untuk membuat aroma parfum lebih lama. Kualitas ambergris sesuai dengan warnanya, dan parfum terbaik yang terbuat dari varietas putih murni. Ambergris hitam paling tidak berharga karena mengandung amberine lebih sedikit.

Menurutnya, masa ambergris atau muntahan paus berubah warna dengan oksidasi, yang terjadi ketika terkena air laut dan udara untuk jangka waktu yang lama. Ambergris juga berfungsi sebagai fiksaktif dalam industri parfum dan medis.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

 

Manfaat Ambergris

Paus di Aceh
Warga melihat sembilan Paus Sperma yang terdampar di Pantai Ujung Kareng, Aceh Besar, Aceh, (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Pada peradaban Arab, awal menamakannya dengan "Anbar" dan menggunakan sebagai dupa, afrodisiak, dan obat untuk menyembuhkan banyak penyakit termasuk otak, jantung, dan indra.

Ambergris juga digunakan untuk meningkatkan rasa makanan dan wine. Baru-baru ini bahkan digunakan sebagai adiktif untuk koktail, cokelat, dan beberapa kue khusus.

Ambergris adalah bahan alami dan sebaiknya dibiarkan kering secara alami. Jangan simpan ambergris dibungkus atau disegel dalam plastik atau wadah tertutup.

Aroma bahkan kualitas potongan terbaik dapat terpengaruh jika disegel, apalagi pada saat pertama kali ditemukan atau dikumpulkan.

Kelembaban dari air laut dan lingkungan luar dapat terperangkap di permukaan yang berupa celah-celah kecil dan membuat potongan basah atau lembab pada awalnya dan bahkan pada beberapa kasus menimbulkan jamur berkembang.

"Kondisi ini dapat menyebabkan penurunan kualitas ambergris," ujar Chaterina yang juga staf pengajar pada program studi Ilmu Lingkungan Pascasarjana Undana itu.

"Ambergris lebih baik dijauhkan dari benda-benda beraroma kuat lainnya. Seharusnya tidak langsung terkena pancaran sinar matahari karena bisa meleleh," katanya.

Penanganan awal dapat disimpan dalam wadah terbuka (ember atau kotak kardus) dengan posisi dibiarkan terbuka untuk memungkinkan sirkulasi udara.

Menurutnya, penanganan ambergris harus hati-hati. Sebab, dapat saja kehilangan bobotnya dan paling dramatis terjadi dalam 24-48 jam pertama.

 

Nelayan Kupang Minta Muntahan Paus Dikembalikan

Paus di Aceh
Petugas dari Badan Pelestarian Alam (BKSDA) dan aktivis lingkungan membantu mengevakuasi sembilan Paus Sperma yang terdampar di Pantai Ujung Kareng, Aceh Besar, Aceh, (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Tak berlebihan memang bila muntahan paus disebut sebagai floating gold atau emas yang mengambang. Beberapa bulan lalu, Sukadi nelayan asal Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu, menemukan sekumpulan bongkahan muntahan paus di perairan dekat Pulau Enggano.

Pada November tahun lalu, Sukadi berhasil menjual muntahan ikan paus seberat 150 kilogram senilai Rp 3,3 miliar. Harga per kilogramnya mencapai Rp 22 juta.

Namun, seorang nelayan bernama Marsel Lupung dari Desa Sulamu, Kecamatan Sulamu, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak seberuntung Sukadi. Muntahan paus yang ditemukan justru disita petugas.

Hanya saja, ia tetap bersikukuh dengan pendiriannya. Beberapa hari lalu, pemilik bongkahan ambergis atau muntahan paus sperma dari Desa Sulamu itu menginginkan barang temuannya itu dikembalikan kepadanya.

"Saya ingin supaya barang temuan saya itu dikembalikan, bukan disita oleh pihak BBKSDA NTT, karena barang itu adalah milik saya," katanya saat dihubungi dari Kupang, Selasa, 24 April 2018, diwartakan Antara.

Pada 7 April 2018 lalu, sejumlah petugas Bandara El Tari Kupang menggagalkan pengiriman bongkahan muntahan paus karena dinilai mengeksploitasi satwa yang dilindungi undang-undang.

Atas hal itu, Marsel mengaku menyesal dengan apa yang diperbuatnya. Satu hal yang ia inginkan adalah agar pihak BBKSDA mengembalikan barang temuannya itu tanpa harus diproses hukum.

Marsel juga mengaku bahwa ia memang tahu bahwa ada undang-undang yang melarang perburuan paus. Namun, ia tidak mengetahui pengambilan muntahan paus juga bagian dari hal yang melanggar undang-undang.

"Saya justru tidak tahu yang saya temukan itu adalah bongkahan muntahan paus. Jadi, saya ambil dan saya kirim ke Bali," ujarnya lagi.

 

Balai Konservasi Limpahkan Kasus Muntahan Paus

Paus di Aceh
Petugas dari Badan Pelestarian Alam (BKSDA) dan aktivis lingkungan berusaha menarik Paus Sperma yang terdampar di pantai Krueng Raya di Aceh Besar. (AFP Photo/Chaideer Mahyuddin)

Sebelumnya, Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Nusa Tenggara Timur (NTT) Tamen Sitorus mengatakan kasus muntahan paus atau ambergris sudah diserahkan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum (Gakkum) Lingkungan Hidup dan Kelautan (LHK) Wilayah Jawa Bali Nusra Tenggara.

"Masalah ini sudah kami limpahkan berkas dan barang bukti ke Balai Gakkum, pada 13 April lalu," ucap Tamen, di Kupang, Selasa, 24 April 2018, dilansir Antara.

Dia mengemukakan hal itu untuk menjawab pertanyaan terkait kasus penyitaan muntahan paus yang dilakukan petugas BBKSDA NTT pada 7 April lalu, dan dasar hukumnya.

"Hasil berupa penyelidikan awal sudah diserahkan kepada Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Jawa Bali Nusra Tenggara dan nantinya dari Gakkum yang akan menyelesaikan masalah ini," katanya.

Dia juga menyarankan agar wartawan menghubungi Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum LHK Wilayah Jawa Bali Nusra Tenggara yang saat ini sedang menangani kasus muntahan paus.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya