Liputan6.com, Malang - Perguruan Tinggi menjadi salah satu sarang paham radikal untuk tumbuh dan berkembang. Radikalisme menyusup dengan cepat di antara dinding kampus. Menyasar kalangan mahasiswa baru dan memengaruhi secara pikiran, sikap maupun tindakan.
Kota Malang, kota pendidikan dengan lebih dari 60 perguruan tinggi. Dengan puluhan ribu mahasiswa dari beragam latar belakang sosial, ekonomi dan budaya. Di balik keragaman itu, paham radikal terdeteksi tumbuh subur di antara mereka sejak lama.
Kepala Polres Malang Kota, AKBP Asfuri mengatakan, ada dua Perguruan Tinggi Negeri (PTN) yakni Universitas Brawijaya dan Universitas Negeri Malang yang teridentifikasi banyak mahasiswanya menyuarakan radikalisme.
Advertisement
Baca Juga
"Sudah terpantau. Banyak mahasiswa di dua kampus itu menyerukan khilafah, ini kalau dibiarkan akan berbahaya," kata Asfuri di acara kesepakatan mencegah radikalisme dan terorisme di Balai Kota Malang, Rabu, 30 Mei 2018.
Gagasan para mahasiswa itu mengganti Pancasila dan NKRI dengan khilafah Islam. Kelompok mahasiswa itu dahulu berafiliasi ke Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). Organisasi massa yang sudah dibubarkan pemerintah lantaran pahamnya bertentangan dengan Pancasila.
Tak semua pemahaman radikal bakal menjurus ke tindakan terorisme. Tetapi, para pelaku aksi terorisme bermula dari radikalisme keagamaan yang terus dipupuk. Perlahan, terjadi perubahan dari semula hanya di ranah pemikiran menjadi radikal pada sikap dan tindakan.
"Tindakan itu bisa mengganggu situasi masyarakat yang sebenarnya sudah kondusif," ujar Asfuri.
Penyebaran radikalisme ini melibatkan mahasiswa senior yang sudah lebih dulu menjadi bagian gerakan itu. Mereka menyasar mahasiswa baru, merekrutnya dengan berbagai pendekatan. Mulai mencarikan kos, meminjami buku, hingga mengajaknya ke forum tertutup.
"Kalau tak dicegah, pemahaman itu akan menyebar lebih luas lagi. Ini jadi tanggungjawab bersama, termasuk semua perguruan tinggi," ucap Asfuri.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Gerakan Tampak Tenang
Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang, Mohammad Bisri tak memungkiri paham radikal telah berkembang di kampus yang dipimpinnya. Ia punya pengalaman diajak bergabung ke dalam kelompok yang ingin mengganti Pancasila dan NKRI dengan sistem khilafah.
"UB ini kelihatannya tenang, tapi sebenarnya tidak. Dulu sebelum jadi rektor, saya pernah diundang dalam sebuah forum di dalam kampus. Ide mereka adalah khilafah," kata Bisri.
Rektor yang habis masa jabatannya pada 10 Juni nanti ini menolak gagasan kelompok itu. Dahulu kelompok ini belum dinyatakan sebagai organisasi terlarang. Tapi organisasi ini telah dibubarkan oleh pemerintah sejak Juli tahun lalu. Anggotanya juga ada berprofesi sebagai dosen.
"Kelompok ini bergerak cepat dan dengan diam – diam. Ini jadi pekerjaan kita semua untuk mencegah penyebaran paham ini," ujar Bisri.
Wacana kebangsaan tak cukup diselenggarakan di perkuliahan terbuka di tingkat universitas. Saat penerimaan mahasiswa baru, gagasan kebangsaan dan keberagaman harus sudah didengungkan. Menjadi perhatian serius PTN maupun perguruan tinggi swasta.
"Semua perguruan tinggi harus bersepakat untuk melawan paham radikalisme ini," ujar Bisri.
Advertisement
Kerjasama Kampus
Pemerintah Kota Malang memandang perguruan tinggi memiliki peran penting memutus penyebaran paham radikalisme. Ironisnya, perguruan tinggi negeri saat ini malah jadi salah satu sektor yang cukup rawan terpapar paham itu.
Pejabat sementara Wali Kota Malang, Wachid Wahyudi mengatakan, wacana keberagaman dan toleransi harus lebih massif disuarakan di bangku perkuliahan.
"Pelajaran agama pada pendidikan dasar sampai menengah kita belum menyentuh sisi itu. Saat kuliah, mahasiswa baru rawan tersusupi paham itu," ujar Wachid.
Pemerintah kota mendorong seluruh perguruan tinggi baik negeri maupun swasta bergabung bersama. Membentuk satu wadah bersama dan saling berkoordinasi, bahkan melibatkan instansi pemerintah dan lainnya. Apalagi Kota Malang adalah kota pendidikan.
"Di Malang ini kan banyak perguruan tinggi, harus dibentuk forum bersama. Ini bisa jadi sistem deteksi dini menangkal gerakan radikalisme," ujar Wachid.
Forum bersama perguruan tinggi ini bisa merumuskan pola orientasi mahasiswa dan pelajar baru tentang wawasan keagamaan dan kebangsaan. Serta melibatkan TNI, Polri, unsur pemerintahan dan pemuka agama untuk penyusunan materi kebangsaan ke mahasiswa dan pelajar baru.
"Ini upaya pencegahan sejak dini, apalagi Malang ini kota yang penduduknya sangat beragam," ucap Wachid.
Sebagai langkah awal, ditandatangani kesepakatan bersama mencegah dan menanggulangi radikalisme serta terorisme. Kesepakatan ini melibatkan perguruan tinggi negeri dan swasta, pemerintah kota, dinas pendidikan, TNI dan Polri.
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebelumnya menyebut ada tujuh PTN yang sudah disusupi paham radikalisme. Antara lain Universitas Brawijaya, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Institut Pertanian Bogor, Universitas Diponegoro, Institut Teknologi Sepuluh Nopember dan Universitas Airlangga.
Â