Mengolah Sampah Makanan Jadi Cuan

Persoalan sampah seringkali dianggap remeh. Namun lewat kegigihan warga RT 21, Kelurahan Bakung Jaya, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi, ini kelompok Apartemen Maggot yang didukung Pertamina, berhasil mengolah sampah makanan menjadi cuan.

oleh Gresi Plasmanto diperbarui 29 Okt 2024, 23:00 WIB
Diterbitkan 29 Okt 2024, 23:00 WIB
Budidaya Maggot
Warga beraktivitas di Apartemen Maggot 21, RT 21, Kelurahan Bakung Jaya, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi. Program budidaya yang didukung lewat program Pertamina ini telah berkontribusi dalam pengelolaan sampah sisa makanan. (Liputan6.com/dok Apartemen Maggot 21)

Liputan6.com, Jambi- Berdiri di atas lahan fasilitas umum, bangunan seluas 10x12 meter itu menyempil di ujung gang sempit Komplek Perumahan Villa Ratu Mas, RT 21, Kelurahan Bakung Jaya, Kecamatan Paal Merah, Kota Jambi. Sekilas bila dilihat dari luar bangunan, tampak sederhana. Tapi siapa nyana, bangunan tersebut punya fungsi mengelola sampah menjadi rupiah.

Sabtu siang itu, 28 September 2024, saya masuk ke bangunan Apartemen Maggot 21 yang didanai Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Sultan Thaha pada akhir 2022 itu. Melalui program Tanggung Jawab Sosial (TJSL) berupa budidaya maggot itu, perusahaan energi Pertamina berkontribusi terhadap upaya pengelolaan sampah organik di sekitar wilayah area kerja perusahaan.

"Kami kasih nama Apartemen Maggot, karena ingin menunjukan kesan bahwa budidaya maggot ini bersih dan tidak bau, meski bahan makanan utamanya dari sampah makanan dan organik," kata Ketua Kelompok Program Budidaya Apartemen Maggot 21 Wahyu Budi Wibowo ketika ditemui Liputan6.com di kediamannya.

Di dalam bangunan itu dibagi menjadi tiga bagian. Ruang bagian tengah untuk mesin pencacah sampah dan pengolah pellet maggot, ruang sisi kiri diperuntukan untuk pembibitan maggot. Sementara ruang di sisi kanan akan digunakan untuk pengeringan palet maggot.  

Di ruang pembibitan atau breeding BSF itu, koloni lalat tentara hitam atau Black Soldier Fly (BSF) berterbangan dan hinggap di dalam kandang jaring kelambu. Wahyu menjelaskan, lalat BSF dengan nama latin Hermetia illucens berbeda dengan lalat pada umumnya. Lalat tentara hitam memiliki ukuran lebih besar dan berwarna hitam seperti tawon.

Berbeda dengan jenis lalat pada umumnya seperti lalat rumah dan lalat hijau yang dicap sebagai agen penyakit, lalat BSF itu begitu unik, yakni sifatnya yang tidak menularkan bakteri, penyakit, ataupun kuman sehingga sangat cocok untuk dibudidayakan meski di kawasan perumahan.

Selain lalat tentara hitam, di dalam kandang jaring itu terdapat klaras atau daun pisang kering yang digantung di atasnya. Lalat akan bertelur di media papan kayu yang disiapkan di dalam kandang.

“Klaras itu berfungsi supaya lalat tentara hitam mau bertelur, dan telur itu nantinya menjadi cikal bakal maggot,” kata Wahyu.

Telur lalat itu, kemudian dialihkan ke dalam wadah penetasan. Setelah larva menetas, kemudian minilarva kembali dipindahkan ke dalam sistem Biopond atau wadah pembesaran. Kotak wadah pembesaran di Apartemen Maggot 21 itu dibuat rak bertingkat-tingkat menyerupai kamar apartemen.

Saat ini kelompok Apartemen Maggot 21 memiliki punya 24 kotak Biopond. Pakan maggot BSF adalah sampah dapur berupa sisa-sisa makanan. Sampah makanan atau food waste yang menjadi persoalan utama di komplek perumahan dikelola dengan baik sebagai sumber cuan.  

Wahyu bercerita, budidaya maggot itu bermula dari budidaya ikan gabus. Kala itu kelompok ibu-ibu dan lansia di RT 21 lebih dulu membudidayakan ikan gabus beserta olahannya. Namun karena terkendala pakan ikan yang mahal, kelompok ini harus memutar otak bagaimana bisa mendapatkan pakan ikan dengan harga yang terjangkau.

Pucuk dicinta ulam pun tiba. Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel melalui Aviation Fuel Terminal (AFT) Sultan Thaha dan warga RT 21 menyepakati membuat kelompok budidaya maggot yang diberi nama Apartemen Maggot 21. Kelompok ini beranggotakan 10 orang warga setempat.

Melalui program ini, Pertamina menyediakan fasilitas bangunan dan sarana pendukung senilai Rp120 juta untuk budidaya dan produksi maggot BSF. Kini melalui budidaya maggot itu, sekitar 900 kilogram sampah makanan per bulan berhasil mereka kelola menjadi bahan utama pakan maggot.

“Kami sama-sama punya ide, akhirnya ide dan konsep kami disatukan Pertamina lewat programnya. Tentu ini sangat bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan kami. Harapannya program ini dapat menjadi contoh edukasi zero waste dan pemantik gerakan pengelolaan sampah di Kota Jambi,” ujar Wahyu menjelaskan.

Program tanggung jawab sosial atau corporate social responsibility (CSR) di RT 21 yang berada di wilayah ring satu Aviation Fuel Terminal (AFT) atau Terminal Bahan Bakar Penerbangan di Bandara Sultan Thaha, saling berkesinambungan. Berbagai bentuk bantuan diberikan untuk memperkuat kapasitas kelompok, mulai dari pembangunan fasilitas hingga pelatihan keterampilan. Pertamina menyediakan sarana dan prasarana vital untuk menunjang kegiatan kelompok.

Budidaya maggot menjadi utamanya dan mendukung program lainnya. Produk turunan budi daya maggot bernilai ekonomi tinggi karena dapat dimanfaatkan sebagai pakan ikan, ternak, pupuk tanaman dan manfaat lainnya.

Selain budi daya maggot kata Wahyu, di wilayahnya terdapat tiga kelompok usaha yang saling berkaitan. Kelompok Cahaya Abadi Sejahtera yang bergerak dibidang budidaya dan pengolahan produk makanan ikan gabus; Kelompok budidaya maggot Apartemen Maggot 21; Kelompok Agro Sejahtera untuk kegiatan bidang pertanian.

Kelompok Cahaya Abadi yang didominasi lansia itu telah menghasilkan berbagai produk seperti albumin, kerupuk atom, dan abon ikan gabus. Sedangkan produk budi daya maggot yang dihasilkan meliputi palet maggot, dan pupuk. Sementara untuk Kelompok Pertanian Agro Sejahtera sedang mulai berjalan.

“Ketiga kelompok ini saling berkaitan, tujuannya utamanya bagaimana persoalan sampah bisa dikelola dengan baik dan meningkatkan keterampilan kelompok dalam menghasilkan produk bernilai tambah,” kata Wahyu.

Sementara itu, Ketua RT 21 Zalman Kurniawan mengapresiasi program pemberdayaan Pertamina yang dilakukan di wilayah rukun tetangganya Program itu kata dia, memberikan stimulus ekonomi yang baik dan menjadi sumber pendapatan alternatif bagi wilayahnya.

Apalagi, kata dia, setelah disurvei mayoritas warganya kalangan menengah ke bawah, bekerja di sektor buruh, ojek daring. Melalui program ini, dia berharap bisa berkelanjutan sehingga wilayah RT memiliki pendapatan dan pemasukan dana kas.

“Setiap ada kegiatan sosial itu sebelumnya warga selalu ditarik iuran. Kan kasihan juga ya kalau ditarik iuran terus. Sekarang semenjak ada program ini, RT bisa punya kas sendiri. Jadi setiap ada kegiatan bisa menggunakan dana kas yang sumbernya didapat dari program tersebut,” kata Zalman.

Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan melalui keterangan tertulisnya mengatakan, program ini hadir sebagai solusi atas masalah penumpukan sampah organik di wilayah tersebut. Selain itu bertujuan untuk memperbaiki tata kelola lingkungan permukiman dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat.

Optimalisasi pemanfaatan lahan tidak produktif kata dia, juga menjadi salah satu fokus dalam program ini. Hasil pelaksanaan program ini menunjukkan dampak ekonomi yang signifikan. Misalnya, dari mengolah sampah makanan, kelompok Apartemen Maggot 21 ini berhasil meraih pendapatan sebesar Rp4.000.000 per bulan dari penjualan maggot segar dan kering langsung kepada konsumen.

“Selain itu, kelompok ini juga memproduksi berbagai produk turunan seperti palet ikan, pakan unggas, dan pupuk organik dari kasgot (kotoran maggot), yang telah melalui uji laboratorium dan dinyatakan memiliki kandungan nutrisi berkualitas,” kata Tjahyo.

      

Akselerasi Pelestarian Lingkungan dengan Ekonomi Sirkular

Budidaya Maggot
Pengolahan maggot menjadi palet maggot untuk pakan ternak dan ikan. (Liputan6.com/dok Pertamina Sumbagsel) 

Persoalan sampah menjadi problem utama di wilayah urban. Tak terkecuali di Kota Jambi--ibu kota Provinsi Jambi ini rata-rata memproduksi 423 ton sampah perhari. Sampah itu dihasilkan dari penduduk sekitar 700 ribu jiwa.

Produksi sampah di kota dengan luas 205,5 kilometer persegi ini diperkirakan akan terus meningkat di tengah lonjakan jumlah penduduk. Di kota julukan “Pusako Betuah” ini, permasalahan pengelolaan sampah telah mencapai titik kritis. Hal ini ditandai oleh tingginya volume sampah yang belum dikelola secara efektif menggunakan prinsip 3R (reduce, reuse, recycle).

Berdasarkan data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), timbulan sampah di Kota Jambi mencapai lebih dari 290.000 ton per 2023. Komposisi sampah di Kota Jambi berdasarkan jenisnya, sampah sisa makanan paling banyak menyumbang atau mencapai 36,66 persen.

Sampah sisa makanan sering kali menjadi limbah yang mencemari lingkungan. Meski sampah ini mudah terurai, jika tidak dikelola dengan baik berpotensi menimbulkan emisi gas rumah kaca (GRK) dan berdampak buruk terhadap lingkungan dan kesehatan.

Akademisi Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Jambi Winny Laura Christina mengatakan, jumlah sampah akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk. Dalam mengatasi persoalan sampah ini, menurut dia, harus ada aksi pengurangan sampah dari sumbernya dengan pola 3R (reuse, reduce, dan recycle).

“Pada dasarnya pengurangan sampah di sumber itu menjadi upaya nomor satu dalam pengelolaan sampah, artinya harus diupayakan sampah yang masuk ke TPA hanya residu saja,” ujar Winny.

Begitu pula sampah sisa makanan, sambungya, dapat dimanfaatkan menjadi sumber ekonomi alternatif seperti budidaya maggot dan bisa dimanfaatkan masyarakat. Konsep pemanfaatan sampah sudah mesti menjalankan ekonomi sirkular.

Di tengah minimnya pengelolaan sampah sisa makanan yang dihadapi warga urban di Kota Jambi itu ditangkap Pertamina Patra Niaga Sumbagsel melalui AFT Sultan Thaha sebagai peluang untuk menjalankan tanggung jawab sosial. Perusahaan mengakselerasikan pelestarian lingkungan dan ekonomi sirkular dijalankan kesinambungan lewat berbagai program.

Dalam program tersebut, perseroan menyediakan sarana dan prasarana vital untuk menunjang kegiatan kelompok, meliputi: Pembangunan Apartemen Maggot 21, sebagai pusat budidaya maggot untuk mengolah sampah organik dan pelatihan pengelolaan sampah organik untuk membantu anggota kelompok memanfaatkan limbah menjadi sumber ekonomi.

<p>Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan. (Liputan6.com/Gresi Plasmanto)</p>

Area Manager Communication, Relation & CSR Pertamina Patra Niaga Regional Sumbagsel, Tjahyo Nikho Indrawan mengatakan, melalui program CSR ini, Pertamina tidak hanya memberikan solusi berkelanjutan dalam mengurangi sampah organik, tetapi juga meningkatkan keterampilan dan pendapatan masyarakat. Inisiatif ini menjadi solusi inovatif dan ramah lingkungan untuk mengatasi sampah perkotaan secara berkelanjutan.

“Program ini mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs), khususnya terkait pengelolaan lingkungan, pemberdayaan ekonomi, dan peningkatan kualitas hidup masyarakat setempat. Dukungan berkelanjutan dari berbagai pihak untuk menjaga keberlanjutan program ini kami bersama mitra melakukan pendampingan intensif dan komprehensif,” kata Tjahyo.

Upaya komprehensif ini lanjut Tjahyo tidak hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, tetapi juga memperkuat tata kelola lingkungan dan mendorong kemandirian ekonomi. Hal ini sejalan dengan pencapaian SDGs dalam aspek pengelolaan lingkungan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan.

Tak melulu soal aspek operasional, program tanggung sosial ini kata Tjahyo, juga menekankan edukasi masyarakat untuk mengubah perilaku dalam pengelolaan sampah. Kesadaran tentang pentingnya mengolah sampah organik menjadi sumber daya ekonomi yang bernilai. “Yang paling penting juga ini bagaimana bisa mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam menangani limbah rumah tangga,” ujar Tjahyo.

Upaya Pertamina Mereduksi Emisi

Budidaya Maggot
Budidaya Apartemen Maggot 21. (Liputan6.com/dok Pertamina Sumbagsel)

Polusi sampah menjadi salah satu penyebab perubahan iklim. Sektor limbah kontribusi yang cukup besar terhadap emisi gas rumah kaca dalam bentuk emisi metana dan karbondioksida. Berdasarkan laporan dari UN-Habitat, 70 persen emisi gas rumah kaca (GRK) berasal dari aktivitas perkotaan, salah satunya sampah, dan transportasi. 

Pertamina--perusahaan energi kelas dunia, baik sektor bisnis dan non bisnis terus berinovasi. Di sektor bisnisnya--perusahaan mengambil peran transisi energi. Sedangkan untuk sektor non bisnisnya, upaya mereduksi emisi dilakukan lewat program tanggung jawab sosial.

Laksana program tanggung jawab sosial Pertamina Patra Niaga AFT Sultan Thaha melalui budidaya maggot. Lewat program ini telah menjadi solusi strategis dalam menangani permasalahan sampah organik di perkotaan.

Program ini tidak hanya mengurangi volume sampah makanan, tetapi juga menekan emisi gas rumah kaca (terutama metana) yang dihasilkan di tempat pembuangan akhir (TPA). “Sampah makanan, sebagai komponen terbesar sampah perkotaan yang kerap menjadi persoalan serius akibat pengelolaan yang buruk,” kata Tjahyo.

Diharapkan melalui kegiatan ini dapat menciptakan dampak ganda: menekan emisi gas rumah kaca sekaligus meningkatkan ekonomi masyarakat melalui pengelolaan sampah yang produktif dan terintegrasi.

Tjahyo menjelaskan, proses penguraian sampah organik secara lokal dengan menggunakan maggot dapat menekan emisi gas metana yang biasanya dihasilkan dari pembusukan sampah di TPA. Sehingga, dengan mengolah sampah langsung di sumbernya, telah berkontribusi signifikan dalam mengurangi jejak karbon dan memperlambat laju perubahan iklim.

“Penanganan sampah perkotaan memerlukan pendekatan holistik dan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan,” ucap Tjahyo.

Selain kolaboratif, Pertamina menunjukkan komitmennya melaksanakan program sosial dan lingkungan di wilayah Jambi. Dalam laporan alokasi dana dan rencana strategis yang diterapkan, perusahaan energi nasional ini telah menyalurkan bantuan senilai lebih dari Rp495 juta. “Dana tersebut difokuskan pada sejumlah inisiatif yang bertujuan mengatasi persoalan lingkungan sekaligus mendorong pemberdayaan masyarakat lokal,” ucap Tjahyo.

Berbagai program tanggung jawab sosial itu telah menjadi model nyata bagaimana korporasi dapat mendorong sinergi antara perusahaan, pemerintah, masyarakat, untuk lingkungan dan masa depan bumi yang lebih baik.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya