Wall Street Anjlok Terseret Kekhawatiran Ekonomi China hingga Bank di AS

Tiga indeks acuan di wall street kompak tertekan terseret kekhawatiran ekonomi China dan Fitch yang berpotensi turunkan peringkat kredit bank di Amerika Serikat. Indeks S&P 500 catat koreksi terbesar.

oleh Agustina Melani diperbarui 16 Agu 2023, 06:56 WIB
Diterbitkan 16 Agu 2023, 06:56 WIB
Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Selasa, 15 Agustus 2023. (AP Photo/Richard Drew)

Liputan6.com, New York - Bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street anjlok pada perdagangan Selasa, 15 Agustus 2023. Wall street lesu seiring kekhawatiran atas kondisi ekonomi global terutama China.

Ditambah penurunan bank-bank AS sehingga menekan wall street. Pada penutupan perdagangan wall street, indeks Dow Jones melemah 361,24 poin atau 1,02 persen ke posisi 34.946,39. Indeks S&P 500 tergelincir 1,16 persen ke posisi 4.437,86.

Indeks S&P 500 ditutup di bawah rata-rata pergerakan 50 hari, sebuah pergerakan yang mungkin menandakan dimulainya tren turun. Selain itu, indeks Nasdaq merosot 1,14 persen menjadi 13.631,05 di wall street.

Saham keuangan di AS melemah pada perdagangan Selasa, 15 Agustus 2023. Saham JPMorgan Chase dan Wells Fargo turun 2 persen, dan saham Bank of America susut 3 persen.

Koreksi saham bank terjadi setelah Fitch memperingatkan kemungkinan harus menurunkan peringkat kredit puluhan bank, termasuk JPMorgan Chase.

Pekan lalu, Moody’s menurunkan peringkat kepada 10 bank di AS sambil menempatkan institusi besar lainnya dalam daftar pantauan untuk potensi penurunan peringkat.

Saham bank regional juga diperdagangkan melemah pada perdagangan Selasa pekan ini dengan SPDR S&P Regional Banking ETF (KBE) turun sekitar 3 persen. Saham merosot setelah pimpinan Federal Reserve Minneapolis, Neel Kashkari menyampaikan untuk mendukung peraturan modal.

“Saat ini sepertinya semua cukup stabil. Risikonya adalah jika inflasi tidak sepenuhnya terkendali, dan kita harus menaikkan suku bunga lebih jauh dari sini, untuk menurunkannya, mereka mungkin hadapi lebih banyak kerugian dari pada yang dihadapi saat ini. Tekanan bisa dapat kembali terjadi ke depan,” ujar Kashkari.

Data Ekonomi China Mengecewakan

Wall Street Anjlok Setelah Virus Corona Jadi Pandemi
Ekspresi pialang Michael Gallucci saat bekerja di New York Stock Exchange, Amerika Serikat, Rabu (11/3/2020). Bursa saham Wall Street jatuh ke zona bearish setelah indeks Dow Jones turun 20,3% dari level tertingginya bulan lalu. (AP Photo/Richard Drew)

Sentimen lain yang menekan investor datang dari global. Hal ini setelah China melaporkan data ekonomi yang mengecewakan. Selain itu, bank sentral China juga melaporkan penurunan suku bunga secara mengejutkan.

Produksi industri di China naik 3,7 persen pada Juli dari periode tahun sebelumnya, meleset dari harapan. Penjualan ritel juga tumbuh kurang dari yang diharapkan. People’s Bank of China menurunkan suku bunga 15 basis poin menjadi 2,5 persen dari 2,65 persen.

Namun, langkah bank sentral China itu gagal memenangkan kekhawatiran investor dan hanya meningkatkan kekhawatiran mengenai pasar real estate China yang sedang berjuang.

“Perdagangan China tahun ini adalah tentang mencoba menjalankan kebijakan pemerintah dan stimulus pemerintah, tetapi pada titik tertentu, Anda hanya berhenti percaya bahwa pembuat kebijakan akan berhasil mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Chief Investment Officer Horizon Investments, Scott Ladner.

Pada pekan ini, sejumlah Perusahaan masih melaporkan kinerja keuangan. Pada perdagangan Selasa, Home Depot melaporkan laba per saham dan pendapatan yang mengalahkan harapan analis, sehingga mendorong saham Home Depot sedikit menguat. Pada akhir pekan ini, pelaku pasar akan cerna rilis dari Target dan Walmart.

Selain itu, dari data ekonomi, data penjualan ritel AS Juli melebihi dari yang diharapkan. Data ini menunjukkan konsumen yang lebih kuat dari perkiraan. Penjualan ritel meningkat 0,7 persen setiap bulan. Sementara itu, ekonom prediksi kenaikan 0,4 persen, menurut Dow Jones.

Wait and See di Sektor Properti China

China Targetkan Pertumbuhan Ekonomi 5 Persen di Tahun 2023
Seorang pekerja berdiri di atas perancah lokasi konstruksi di sebuah pusat perbelanjaan, Beijing, China, Senin (6/3/2023). Pejabat ekonomi China menyatakan keyakinannya bahwa mereka dapat memenuhi target pertumbuhan tahun ini sekitar 5 persen dengan menghasilkan 12 juta pekerjaan baru dan mendorong pengeluaran konsumen setelah berakhirnya kontrol antivirus yang membuat jutaan orang tetap di rumah. (AP Photo/Mark Schiefelbein)

Di sisi lain, Chief Strategist Spouting Rock Asset Management, Rhys Williams menuturkan, investor barat mengambil pendekatan untuk wait and see perkembangan di China hingga mencoba meningkatkan pengembangan real estate.

Kekhawatiran investor atas pasar real estate China yang meningkat setelah laporan Bloomberg pada akhir pekan lalu menuturkan, Zhongrong International Trust menunda pembayaran produk yang jatuh tempo kepada klien.

Williams membenarkan kekhawatiran itu. Namun, ia berharap pemerintah China akan kurangi tekanan pada sektor tersebut dengan menaikkan insentif dan menerbitkan lebih banyak dana untuk meningkatkan likuiditas.

Akan tetapi, ia menyarankan pelaku pasar untuk memantau situasi dengan hati-hati sampai saat itu.

“Kami berharap China kembali ke buku pedoman untuk meningkatkan insentif untuk pengembangan real estate dan mengeluarkan lebih banyak utang untuk mencoba dan menciptakan likuiditas dan meningkatkan permintaan,” ujar William.

Ia menambahkan, untuk investor barat, pihaknya menempatkan properti China dalam kategori “too hard”.

“Semakin buruk berita jangka pendek tentang ekonomi lokal di China, semakin besar tekanan untuk melakukan sesuatu yang dramatis dengan stimulus. Namun, kami merekomendasikan untuk menunggu dengan waspada,” ia menambahkan.

Penutupan Wall Street pada 14 Agustus 2023

Plang Wall Street di dekat Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)
Dalam file foto 11 Mei 2007 ini, tanda Wall Street dipasang di dekat fasad terbungkus bendera dari Bursa Efek New York. (Richard Drew/AP Photo)

Sebelumnya, bursa saham Amerika Serikat (AS) atau wall street menguat pada perdagangan Senin, 14 Agustus 2023. Indeks S&P 500 dan Nasdaq melesat didorong saham produsen chip dan teknologi.

Dikutip dari CNBC, Selasa (15/8/2023), pada penutupan perdagangan wall street, indeks S&P 500 naik 0,58 persen ke posisi 4.489,72. Indeks Nasdaq melesat 1,05 persen ke posisi 13.788,33. Indeks Dow Jones melambung 26,23 poin atau 0,07 persen ke posisi 35.307,63.

Saham Nvidia melesat 7,1 persen, menandai perubahan haluan untuk raksasa produsen chip yang alami aksi jual sehingga turun 8,5 persen pekan lalu. Saham Nvidia menguat setelah Morgan Stanley menegaskan kembali Nvidia sebagai top pick jelang laporan laba.

Saham produsen chip secara keseluruhan juga melonjak dengan VanEck Semiconductor ETF (SMH) naik 3 persen, meski masih turun lebih dari 6 persen pada Agustus.

Pergerakan itu terjadi karena saham telah berjuang untuk mempertahankan reli pada 2023. Pekan lalu, indeks saham S&P 500 dan indeks Nasdaq masing-masing turun 0,3 persen dan 1,9 persen. Koreksi indeks saham Nasdaq beruntun dalam dua minggu. Sedangkan indeks Dow Jones naik 0,5 persen selama empat minggu dalam lima minggu.

 

Dibayangi Rilis Data Ekonomi

(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)
(Foto: Ilustrasi wall street, Dok Unsplash/Sophie Backes)

Pekan ini pergerakan saham didorong oleh keadaan konsumen AS dengan laporan laba dari Home Depot, Target dan Walmart. Data penjualan ritel pada Juli juga akan dirilis Selasa pagi.

Laporan laba datang setelah serangkaian laporan inflasi pekan lalu yang menunjukkan kenaikan harga telah berkurang dari puncak setelah pandemi COVID-19. Namun, inflasi itu masih di atas target 2 persen dari the Federal Reserve.

“Pasar saat ini bukan mimpi di pertengahan musim panas. Beberapa retracement (koreksi-red) pasar sejak 31 Juli menunjukkan kepada pasar jeda yang kemungkinan telah terjadi, dari pada akhir pasar bullish,” tulis Chief Investment Strategist Oppenheimer John Stoltzfus dalam catatannya dikutip dari CNBC.

Ia menambahkan, koreksi kemungkinan apa yang telah terjadi sejauh ini. “Koreksi seperti itu kami rasa kemungkinan besar sehat, dari pada menandai awal dari berakhirnya bull market yang muncul dari kondisi pasar yang alami aksi jual tahun lalu,” ujar Stoltzfus.

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya