Simak Bocoran Revisi UU Minerba

Sinkronisasi kewenangan pemerintah baik pusat dan daerah dibahas dalam rumusan revisi UU Minerba.

oleh Pebrianto Eko Wicaksono diperbarui 17 Nov 2015, 15:41 WIB
Diterbitkan 17 Nov 2015, 15:41 WIB
20151005-Pekerja-Batu-Bara
Pekerja Batu Bara (iStock)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi VII DPR RI sedang merumuskan perubahan Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009, tentang Mineral dan Batubara. Revisi UU Minerba tersebut dilakukan salah satunya untuk mengakomodir keputusan Mahkamah  Konstitusi (MK).

Ketua Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika menjelaskan, beberapa hal yang dibahas dalam perumusan revisi UU tersebut antara lain tindak lanjut keputusan MK. Sejak diundangkan, UU Minerba mengalami tujuh kali gugatan judicial review dan dari ketujuh gugatan tersebut empat kali dikabulkan oleh MK.

"UU Minerba sedang dikaji ulang, yang dimasukkan di situ antara lain bagaimana tindak lanjut putusan MK," kata Kardaya, dalam Konferensi Nasional Tata Kelola Sumberdaya Ekstraktif, di kawasan Tugu Tani Jakarta, Selasa (17/11/2015).

Kardaya menambahkan, sinkronisasi kewenangan pemerintah baik pusat dan daerah juga dibahas dalam rumusan revisi UU tersebut. Diharapkan, ke depannya tidak ada lagi kontrak baru namun tidak berizin. 

"Soal perizinan juga. Jadi yang akan datang tidak ada lagi kontrak karya, yang ada itu negosiasi izin. Jadi harus berlaku umum," ungkapnya. 

Kardaya melanjutkan, berikutnya adalah pengaturan data informasi karena sifatnya masih rahasia, Pengawasan perlindungan masyarakat dan sanksi bagi pihak yang melanggarnya. "Perlindungan masyarakat yang terdampak bagaimana sanksi bagaimana, seperti apa sanksinya," pungkasnya.


Sebelumnya, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) memberikan usulan perbaikan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang mineral dan batubara (UU Minerba).

Ketua Pelaksana Revisi Undang-Undang Minerba Perhapi, Eva Armila mengatakan, Undang-Undang Minerba memiliki niat baik dalam penataan tambang mineral dan batubara, namun perlu disempurnakan, karena itu Perhapi memberikan masukan revisi Undang-Undang Minerba.

"Ini telah kami kaji mendalam, perlu disempurnakan karena ada paradigma mineral batubara, selama ini untuk pendapatan tapi untuk sebagai pendorong pembangunan nasional," kata Eva.

Eva mengungkapkan, UU Minerba merupakan salah satu tonggak penting perjalanan usaha pertambangan di Indonesia. Namun, Undang-Undang yang sejatinya diharapkan mampu menjadi fondasi pengembangan sektor pertambangan mineral dan batubara pada kenyataannya justru melahirkan berbagai kontroversi dan belum mampu menyelesaikan permasalahan dalam kurun waktu tebih dari 6 tahun pelaksanaannya.

Menurutnya, permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan Undang-Undang Minerba diatarbelakangi oleh banyak hal, antara lain adalah belum tercerminnya pemahaman mengenai karakteristik sektor pertambangan mineral dan batubara di dalam Undang-Undang Minerba, sehingga prinsip pertambangan yang baik dan yang mendukung konsentrasi sumber daya mineral dan batubara masih belum dijadikan pijakan oleh para pelaku usaha dan pemerintah.

"Juga belum terlihatnya pemahaman yang murni dan tepat atas konsep penguasaan negara serta pengelolaan sumber daya mineral dan batubara di dalam UU Minerba," tuturnya.

Ia menambahkan, tujuan Perhapi mengajukan masukan revisi UU Minerba agar penguasaan negara atas kekayaan alam berupa mineral dan batubara dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

"Agar kekayaan alam dalam bentuk tambang yang merupakan non-renewable resources dapat dijadikan modal pembangunan bangsa dan mendorong pembangunan berkelanjutan, bukan semata-mata sebagai pendapatan negara atau daerah," pungkasnya. (Pew/Gdn)

 
 

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya