‎Rizal Ramli: Ingat, Prancis Punya Banyak Kepentingan di RI

Pajak progresif untuk produksi sawit yang mulai berlaku pada 2017.

oleh Ilyas Istianur Praditya diperbarui 04 Feb 2016, 20:20 WIB
Diterbitkan 04 Feb 2016, 20:20 WIB
20160204-Rizal Ramli dan HE. Dato Sri Douglas-Jakarta-Angga Yuniar
Menteri Koordinator Kemaritiman Rizal Ramli (kanan) bersama Menteri Penanaman Industri dan Komoditas Malaysia HE. Dato Sri Douglas meresmikan kantor Council of Palm Oil Producing Country (CPOPC) di Jakarta, Kamis (4/2/2016). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Rizal Ramli mengaku kecewa dengan adanya ‎rancanganan amandemen Undang-undang Nomor 367 tentang Keanekaragaman Hayati yang diputuskan senat Prancis pada 21 Januari. Dalam RUU tersebut, ditempelkan pajak progresif untuk produksi sawit yang mulai berlaku pada 2017.

Rizal mengaku sudah menyurati seluruh duta besar yang ada di beberapa negara eropa untuk melakukan tindak protes kepada pemerintah Prancis. Jika itu diterapkan maka akan mematikan pasar ekspor CPO Indonesia ke Eropa, terutama Prancis.

"Jangan sampai hubungan Indonesia dengan Prancis yang sudah kita jalin selama ini rusak hanya karena persoalan ini," kataRizalRamli di kantor, Kamis (4/2/2016).

Rizal menambahkan walau ekspor CPO Indonesia ke Paris tidak dalam jumlah besar, namun keputusan senat Prancis tersebut mampu mempengaruhi negara-negara lain untuk menggunakan produk CPO asal Indonesia.

Selain menyurati Duta Besar Indonesia di Paris, Rizal juga meminta para duta besar untuk melakukan pembicaraan dengan para pebisnis yang memiliki kepentingan di bidang CPO ini. Hal ini dilakukan untuk menjaga kedaulatan Indonesia. "Ingat, Prancis juga punya banyak kepentingan di Indonesia, jangan lupa itu," tegas Rizal.

Rencana penetapan pajak tersebut terdapat dalam rancangan amandemen Undang-undang Nomor 367 tentang Keanekaragaman Hayati yang diputuskan senat Prancis pada 21 Januari. Dalam RUU tersebut, ditempelkan pajak progresif untuk produksi sawit yang mulai berlaku pada 2017.

Rinciannya, pajak sebesar 300 euro per ton pada 2017, 500 euro per ton tahun 2018, dan 700 euro per ton untuk 2019 . Pajak itu naik lagi menjadi 900 euro per ton pada 2020. Setelah 2020, pajak akan ditetapkan oleh Kementerian Keuangan Prancis.

Khusus untuk minyak kelapa sawit yang digunakan untuk produk makanan, RUU tersebut menetapkan adanya tambahan bea masuk sebesar 3,8 persen.

Sedangkan untuk minyak kernel yang digunakan untuk produk makanan akan bea masuknya 4,6 persen. Anehnya, pajak itu tidak ditetapkan pada biji rapa, bunga matahari, dan kedelai atau minyak nabati yang diproduksi di Prancis. (Yas/Gdn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya