Liputan6.com, Jakarta - ‎PT Pertamina (Persero) melakukan efisiensi dengan diberlakukannya skema bagi hasil minyak dan gas bumi (migas) gross split. Efisiensi tersebut harus dilakukan karena negara tidak lagi mengganti biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan atas kegiatan operasi hulu migas.
Skema bagi hasil gross split diterapkan pertama kali dalam perpanjangan kontrak Blok Offshore North West Java (ONWJ) yang ditugaskan ke Pertamina melalui anak usahanya Pertamina Hulu Energi (PHE) ONWJ, dengan begitu maka tidak ada lagi biaya penggantian dari negara (cost recovery).
Direktur Utama Pertamina Dwi Soetjipto mengatakan, penerapan skema bagi hasil gross split merupakan tantangan bagi Pertamina. Pasalnya, semua biaya saat ini ditanggu oleh kontraktor sendiri, karena itu Pertamina harus lebih ketat melakukan efisiensi.
Advertisement
Baca Juga
"Ini memang tantangan bagi operator. Ini menarik karena kami harus melakukan efisiensi secara keseluruhan‎," kata Dwi, di Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Dalam hitungan Pertamina, bagi hasil kontrak ONWJ‎ masih kurang, karena itu dia menargetkan PHE ONWJ dapat meningkatkan efisiensi lima persen. "Kalau berhitung split kami kurang tapi itu tantangan agar kami bisa lebih efisiensi. Paling tidak lima persen dari porsi ONWJ lama harus ditutup," jelas Dwi.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan mengungkapkan, dalam bagi hasil Gross Split di Blok ONWJ, ditetapkan split dasar untuk gas bagian Pemerintah 37,5 persen ‎dan kontraktor 62,5 persen, sedangkan untuk minyak 42,5 persen bagian pemerintah dan 57,5 persen untuk kontraktor.
Bagian tersebut bisa meningkat disesuaikan dengan beberapa poin, diantaranya letak Wilayah Kerja Migas, lokasi sumber migas di daratan atau lautan, kandungan karbondioksida (CO2).
"Lalu status produksi sekunder. Kedalaman reservoir berapa, kandungan CO2 berapa, lokasi offshore-onshore kedalamannya berapa," tutup Jonan. (Pew/Gdn)