Prabowo dan SBY Sebut Kemiskinan RI Tinggi, Ini Kata Bos BPS

Angka kemiskinan yang dirilis BPS selalu didasarkan pada fakta yang ada di lapangan.

oleh Liputan6.com diperbarui 30 Jul 2018, 20:40 WIB
Diterbitkan 30 Jul 2018, 20:40 WIB
20160608-Ilustrasi penduduk miskin.
Ilustrasi penduduk miskin. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta Kepala Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto ikut buka suara terkait komentar adanya peningkatan angka kemiskinan di Indonesia, seperti diungkapkan Ketua Umum Gerindra, Prabowo Subianto dan Mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Dia meminta Prabowo menunjukkan data yang menjadi rujukannya bahwa angka kemiskinan meningkat sebanyak 50 persen.

"Angkanya dari mana dulu. Kalau kita ngomong kan harus pakai data kan. Kalau cuma ngomong tidak pakai data ya susah ya. Cek saja data yang ada," ungkapnya ketika ditemui di Kemenkominfo, Jakarta, Senin (30/7/2018).

"Jadi kalau sebuah statement tidak ada datanya agak susah kita mengonfirmasi," imbuhnya.

Kecuk menegaskan bahwa BPS selama ini selalu mengedepankan independensi. Angka kemiskinan yang dirilis BPS selalu didasarkan pada fakta yang ada di lapangan.

"Seperti saya bilang tadi kalau kita kembali ke tahun 1976 siapapun presidennya kan selalu pernah ada kenaikan, ada penurunan, artinya BPS sangat independen. Kita nggak peduli presidennya siapa. Jadi kalau memang naik ya naik, atau miskin," tegas kecuk

Tak hanya Prabowo, Kecuk juga merespons pernyataan Mantan Presiden SBY yang menyatakan masih ada 100 juta orang miskin di Indonesia.

Dia mempertanyakan terkait metode pengumpulan data dan perhitungan yang digunakan hingga memunculkan pernyataan demikian.

"Sekarang kalau kita menghitung, metodenya itu kan harus baku ya. Saya bisa saja bilang penduduk miskin 5 persen. Lho, dari siapa? Ngikutin gua kan gitu. Atau saya bilang penduduk miskin Indonesia 50 persen, dari mana? ya pokoknya ngikutin gua saja. Kan nggak bisa gitu," kata dia.

Kecuk menjelaskan metode yang selama ini dipakai BPS sudah baku dan sesuai dengan standar internasional. Metode itu sudah dikaji serta digunakan di semua negara. "Kayak BPS tadi saya bilang kita bukan BPS yang bikin metodenya tapi mengacu pada handbook of poverty and quality yang dibuat oleh lembaga internasional. diterapkan di negara lain nggak? diterapkan," jelasnya.

"Kalau kita ikuti pendapat pribadi yang standar metodologinya nggak jelas ya gimana. Semua orang kan bisa ngomong versinya masing-masing. Kalau saya sih nggak pernah khawatir, selama metodologi itu sah banyak digunakan di banyak negara dan comparable itu yg paling penting bagi saya," tandasnya.

Angka Kemiskinan Ditargetkan Turun Jadi 9,3 Persen di 2019

20161031-Penduduk-Indonesia-Jakarta-IA
Deretan rumah semi permanen di bantaran Sungai Ciliwung, Manggarai, Jakarta (31/10). Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro mengatakan saat ini terdapat 13,5 juta penduduk Indonesia yang hidup miskin di lingkungan kumuh. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Kementerian Sosial (Kemensos) menargetkan angka kemiskinan pada Maret 2019 turun menjadi 9,3 persen. Saat ini, angka kemiskinan berada di level 9,82 persen.

‎"Pada Maret 2019, pemerintah berharap, prosentase angka kemiskinan di Indonesia kembali menurun signifikan menjadi 9,3 persen," ujar ‎Direktur Jenderal Perlindungan dan Jaminan Sosial Kemensos Harry Hikmat di Kantor Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Jakarta, Senin (30/7/2018).

‎Agar program pengentasan kemiskinan berjalan efektif, Kemensos telah menggelar sejumlah upaya. Salah satunya kegiatan Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) atau Family Development Session (FDS) yang berlangsung paling sedikit seminggu sekali secara efektif.

Tujuannya, kata Harry, untuk memastikan bantuan sosial (bansos) yang diterima itu dimanfaatkan untuk pemenuhan gizi keluarga, biaya kebutuhan pendidikan anak-anak dan tambahan modal usaha ekonomi produktif.

“Indeks bansos PKH (program keluarga harapan) 1,89 juta per tahun tidak besar hanya menambah 8 persen dari pengeluaran konsumsi per kapita. Idealnya antara 25 sampai dengan 40 persen," kata dia.

Indikator keberhasilan dari bansos ini, tampak dari perubahan sikap dan perilaku keluarga penerima manfaat (KPM) PKH yang akan mengarah pada kemandirian dan adanya peningkatan produktivitas secara ekonomi.

“Kini ada PKH sebanyak 10 juta KPM, dengan pendamping sebanyak 40.225 orang. Sehingga, dapat dipastikan itu mendorong keluarga penerima manfaat PKH menjadi sejahtera sehingga keluar dari perangkap kemiskinan,” ungkap dia.

Menurut dia, pada 2017 ada 320 ribu KPM y‎ang telah naik kelas menjadi sejahtera mandiri. “Lebih dari 80 persen penerima PKH sekarang telah menjadi pelaku usaha ekonomi produktif, sehingga dapat mengurangi kesenjangan antarkelompok pendapatan,” tandas dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya