Dahlan Iskan: Jangan-Jangan Dulu Saya Tertipu Jiwasraya

Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan turut mengomentari soal kehebohan perusahaan asuransi Jiwasraya.

oleh Athika Rahma diperbarui 31 Des 2019, 08:30 WIB
Diterbitkan 31 Des 2019, 08:30 WIB
Senyum Dahlan Iskan Seusai Diperiksa Kasus Korupsi
Senyum mantan Dirut PT PLN, Dahlan Iskan seusai diperiksa Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Jumat (5/6/2015). Dahlan diperiksa sebagai saksi terkait korupsi proyek pembangunan 21 Gardu Listrik Jawa-Bali-Nusa Tenggara.(Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan turut mengomentari soal kehebohan perusahaan asuransi Jiwasraya yang mengumumkan ketidaksanggupannya membayar polis nasabah.

Dikutip dari tulisan pribadinya di blog DI's Way, Selasa (31/12/2019), baru-baru ini Dahlan berbincang dengan kawannya yang paham betul seluk beluk perusahaan asuransi pelat merah tersebut.

Dirinya bertanya, apakah benar dia pernah menyetujui suntikan modal untuk Jiwasraya pada tahun 2012, karena dirinya sendiri ingat-ingat lupa.

"Waktu itu memang ada usulan dari staf. Agar Jiwasraya disuntik modal. Tapi Pak Menterinya menolak usulan itu," kata rekannya, sebagaimana yang ditulis Dahlan dalam artikelnya yang berjudul Neo Baru.

Sepemahaman Dahlan, dirinya sendiri sangat anti terhadap penyuntikan modal negara (PMN) kecuali untuk industri strategis di bawah Kementerian Pertahanan.

"Tapi saya juga ragu jangan-jangan saya benar menyetujuinya. Saya sudah banyak lupa. Muncul juga perasaan bersalah. Jangan-jangan saya dulu juga tertipu oleh direksi Jiwasraya. Kan personalnya masih yang sama," tulisnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Hubungi Dirut Jiwasraya

Lama Menghilang, Dahlan Iskan Ternyata Mengidap Aorta Dissection (liputan6)
Lama Menghilang, Dahlan Iskan Ternyata Mengidap Aorta Dissection (liputan6)

Kemudian, Dahlan mencoba menghubungi Dirut Jiwasraya yang bertugas pada 2012, yang pernah dirinya puji habis-habisan karena telah membebaskan perusahaan dari beban.

"Sampai-sampai saya menyebutnya Jiwasraya telah merdeka. Merdeka dari beban triliunan," ungkapnya.

Kemudian, Dahlan kembali mempertanyakan hal tersebut kepada rekannya. Apakah dia benar-benar tertipu oleh angka-angka yang dipaparkan direksi? Apakah dari dulu praktek pembelian saham-saham perusahaan lampu kuning sudah dilakukan atau baru dilakukan belakangan, seperti yang tersiar di media sosial?

"Setahu saya baru belakangan. Sejak tiga orang itu main-main di pasar modal," demikian ujar rekannya.

Temannya kemudian menyebutkan 3 nama orang di luar direksi Jiwasraya yang ternyata, jago bermain saham gorengan di pasar modal.

"Ia menyebut nama tiga orang itu. Semuanya di luar direksi Jiwasraya. Semuanya jagoan goreng-goreng saham di pasar modal," tulis Dahlan.

Sempat Membaik Sejak 2009, Keuangan Jiwasraya Kembali Anjlok di 2017

PT Asuransi Jiwasraya Persero).
PT Asuransi Jiwasraya Persero).

Kondisi keuangan PT Asuransi Jiwasraya (Persero) tengah sakit, dengan catatan ekuitas negatif Rp 23,92 triliun per September 2019. Untuk memenuhi rasio solvabilitas atau Risk Based Capital (RBC) 120 persen, perusahaan membutuhkan dana sebesar Rp 32,89 triliun.

Jiwasraya memang sudah bermasalah sejak 2006. Berdasarkan catatan dari laporan kondisi perusahaan, Sabtu (28/12/2019), ekuitas Jiwasraya pada saat itu negatif Rp 3,29 triliun.

Kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban atau solvabilitas semakin memburuk pada 2008, dimana ekuitas negatif perusahaan menurut catatan internal manajemen membengkak jadi Rp 5,7 triliun.

Situasi berbalik 180 derajat pada 2009, dimana ekuitas surplus Rp 800 miliar dari semula negatif Rp 6,3 triliun. Mekanisme reasuransi menjadi penolong, yang membuat kewajiban dicatat sebesar Rp 4,7 triliun dari yang seharusnya Rp 10,7 triliun.

Skenario reasuransi terus dilanjutkan untuk 3 tahun berikutnya pada 2010-2012, sehingga Jiwasraya berturut-turut mendapat opini audit laporan keuangan Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Skema reasuransi kemudian diganti dengan revaluasi aset di 2013, karena ekuitas perusahaan pada 2012 kembali negatif Rp 3,2 triliun. Dengan begitu, ekuitas berganti menjadi surplus Rp 1,75 triliun pada 31 Desember 2013.

"Ekuitas surplus Rp1,75 triliun pada 2013 dari semula negatif Rp 3,2 triliun. Surplus karena revaluasi aset berupa tanah dan bangunan," jelas Direktur Utama Jiwasraya Hexana Tri Sasongko.

Surplus ekuitas Jiwasraya meningkat jadi Rp 2,4 triliun pada 2014. Setahun berselang, catatan ekuitas surplus perusahaan terus naik hingga Rp 3,4 triliun di 2015.

Masalah Muncul

Logo Jiwasraya
Logo Jiwasraya. (Jiwasraya.co.id)

Puncaknya terjadi pada 2015, dimana ekuitas Jiwasraya surplus sebesar Rp 5,4 triliun dikarenakan nilai pasar aset investasi keuangan overstated dan cadangan premi tercatat understated yang semakin besar.

Masalah mulai timbul di 2017, saat status ekuitas surplus Rp 5,6 triliun tetapi kekurangan cadangan Rp 7,7 triliun lantaran belum memperhitungkan impairment aset.

Itu berdampak terhadap pemberian opini yang diberikan Kantor Akuntan Publik (KAP) PricewaterhouseCoopers (PwC) kepada Jiwasraya dengan status Adverse Opinion atau tidak wajar.

Kondisi Jiwasraya makin sakit jika melihat laporan keuangan unaudited perusahaan pada 31 Desember 2018. Kala itu, ekuitas tercatat negatif Rp 10,24 triliun. Statusnya pada saat itu sudah dilakukan perbaikan cadangan namun belum dengan impairment aset.

Penerbitan JS Saving Plan pada 2013 pun turut memperuruk keadaan. Ini lantaran perusahaan butuh ketersediaan likuiditas yang tak sedikit karena ada utang jatuh tempo setiap tahun.

Sayangnya, penerbitan produk itu membuat keuangan Jiwasraya semakin memburuk. Hal ini karena perusahaan butuh ketersediaan likuiditas yang tak sedikit karena ada utang jatuh tempo setiap tahun.

Tak ayal, Jiwasraya tercatat defisit sebesar Rp 15,33 triliun pada tahun lalu. Selain itu, perusahaan juga memutuskan untuk menghentikan pembayaran klaim jatuh tempo sejak Oktober 2018 sebesar Rp 802 miliar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya