Izin Impor Beras Jadi Antisipasi Kekurangan Pasokan Jelang Ramadan 2021

Izin impor beras secara ideal dapat dimanfaatkan sebagai antisipasi berkurangnya pasokan menjelang periode Ramadan dan Lebaran 2021.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Mar 2021, 13:20 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2021, 13:20 WIB
Ratusan Ribu Ton Beras Tak Terpakai di Gudang Bulog
Pekerja berjalan di dekat susunan karung berisi beras di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Kamis (18/3/2021). Adapun dari total pengadaan sebanyak 1.785.450 ton beras, tersisa 275.811 ton beras belum tersalurkan. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga kajian Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyatakan izin impor beras secara ideal dapat dimanfaatkan sebagai antisipasi berkurangnya pasokan menjelang periode Ramadan dan Lebaran.

"Izin impornya bisa dipakai untuk eksekusi sewaktu-waktu kalau ada kekurangan pasokan di pasar, apalagi sudah mau Ramadan dan Lebaran," kata Media Relations Manager CIPS, Vera Ismainy dikutip dari Antara, Jumat (19/3/2021).

Ia menyatakan impor beras bisa saja dilakukan karena berbagai faktor seperti ketersediaan pasokan di dalam negeri yang terbatas, hasil panen yang tidak memadai, dan harga beras internasional yang sedang murah.

"Indonesia perlu memastikan ketersediaan pasokan pangan, salah satunya beras, supaya menjaga kestabilan harga maupun meningkatkan penyaluran pangan melalui sembako dan bantuan pangan sehingga dapat dijangkau semua lapisan masyarakat," katanya.

Namun, menurut dia, impor beras tersebut tidak bijak apabila dilakukan mendekati masa panen, apalagi diperkirakan tidak ada kegagalan panen pada awal 2021 dan Bulog bisa menyerap hasil panen untuk optimalisasi cadangan beras.

"Kalau pertimbangannya kenaikan harga, idealnya pemerintah sudah memperkirakan sejak jauh-jauh hari ada kenaikan (walaupun tipis) pada harga beras. Bisa perhatikan juga serapan beras Bulog apakah sudah memenuhi target," ujarnya.

Sebelumnya, Organisasi Pangan Dunia (FAO) dan Program Pangan Dunia (WFP) menyatakan pandemi COVID-19 telah memperparah situasi pangan di 27 negara dari Asia, Timur Tengah, Afrika, hingga Amerika Tengah sehingga setiap negara harus bersiap dalam menghadapi potensi krisis pangan.

Terdapat kemungkinan pandemi dapat membuat krisis pangan lebih dalam yaitu lapangan kerja dan upah yang menurun, disrupsi penanganan pandemi pada produksi dan pasokan pangan dunia, menurunnya pendapatan pemerintah dan meningkatnya ketidakstabilan politik yang memicu konflik berbasis sengketa sumber daya alam.

Menghadapi berbagai ancaman tersebut, pemerintah juga berniat untuk melakukan impor beras sebagai bentuk antisipasi kurangnya pasokan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan memenuhi cadangan bencana.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Susi Pudjiastuti Dukung Buwas Bongkar 2 Menteri di Balik Rencana Impor Beras

Ratusan Ribu Ton Beras Tak Terpakai di Gudang Bulog
Sarang laba-laba terlihat di antara tumpukan karung beras Bulog akibat bertahun-tahun tersimpan di Gudang Bulog Divisi Regional DKI Jakarta, Kelapa Gading, Kamis (18/3/2021). Seperti diketahui, saat ini Perum Bulog masih memiliki stok beras impor dari pengadaan tahun 2018 lalu. (merdeka.com/Iqbal S

Pengusaha dan Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kembali menyuarakan penolakannya atas impor beras 1 juta ton oleh pemerintah. Kali ini, ia mendukung Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso alias Buwas, sembari mengatakan panen tahun ini sangat bagus untuk kebutuhan dalam negeri.

"Pak Buwas, panen tahun ini sangat bagus .. jangan mau untk impor ...please fight Pak Buwas. Beberkan 2 Menteri Jokowi yang Perintahkan Impor Beras," tulis akun Twitter @susipudjiastuti, dikutip Jumat (19/3/2021).

Adapun dua menteri Jokowi yang dimaksud untuk memerintahkan impor beras yakni Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan Menteri Perdagangan (Mendag) Muhammad Lutfi. Hal itu disampaikan Buwas beberapa waktu lalu.

"Kebijakan pak Menko dan pak Mendag (impor beras), kami akhirnya dikasih penugasan tiba-tiba untuk melaksanakan impor," kata Buwas.

Sebelumnya, Budi Waseso juga sempat berjanji akan menyerap produksi beras petani lokal demi memenuhi kebutuhan stok Cadangan Beras Pemerintah (CBP). Ini dilakukan sebelum melaksanakan penugasan impor beras 1 juta ton.

"Prinsipnya kami utamakan produksi dalam negeri untuk penyerapan CBP," ungkap Buwas ini saat melakukan rapat dengar pendapat dengan Komisi IV DPR RI beberapa waktu lalu.

Bahkan menurut dia, Bulog belum tentu akan melaksanakan penugasan impor beras. Mengingat saat ini memasuki masa panen raya padi atau beras di seluruh Indonesia.

"Walau kami mendapat tugas impor 1 juta ton, belum tentu kami laksanakan, karena kami tetap prioritaskan produk dalam negeri sekarang yang mencapai masa puncak panen raya," tegas Buwas.

Berdasarkan catatannya, per 14 Maret 2021, total stok beras yang tersedia di gudang Bulog mencapai 883.585 ton. Dengan rincian 859.887 ton stok CBP, dan 23.708 ton stok beras komersial.

Bahkan dari jumlah stok CBP yang ada saat ini, Buwas menghitung terdapat turun mutu eks impor beras 2018 ssbanyak 106.642 ton dari total impor beras tahun tersebut sebanyak 1.785.450 ton. 

Impor Beras Jadi Strategi Pemerintah agar Tak Diatur Spekulan

Bareskrim Jamin Stok Sembako Aman hingga Lebaran
Warga saat antre membeli beras di Pasar Induk Cipinang, Jakarta, Rabu (18/3/2020). Kabareskrim Polri Irjen Listyo Sigit memastikan stok sembako, seperti beras dan gula, untuk wilayah Jakarta cukup sampai dua bulan ke depan. (merdeka.com/Iqbal Nugroho)

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan rencana impor beras merupakan bentuk strategi pemerintah untuk memastikan bahwa pemerintah tidak bisa diatur oleh para spekulan.

"Tidak ada, itu stabil setiap tahunnya. Ini adalah strategi pemerintah untuk memastikan, kita tidak bisa dipojokkan atau diatur oleh pedagang. Terutama para spekulan-spekulan yang berniat tidak baik dalam hal ini," kata Lutfi dikutip Kamis (18/3/2021).

Selain itu, Lutfi menjelaskan impor beras dilakukan dengan alasan untuk menjaga stok beras nasional dan menstabilkan harga. Mengingat angka produksi beras yang dimiliki pemerintah saat ini bersifat proyeksi, sehingga bisa tiba-tiba berubah naik dan turun, tergantung dari cuaca di daerah penghasil beras.

Oleh karena itu, menurut dia, iron stock atau cadangan dibutuhkan, jika kondisi panen beras tak semulus yang diperkirakan.

Lutfi pun menjamin jika beras impor tersebut akan digunakan ketika ada kebutuhan mendesak. Seperti contohnya untuk bansos atau operasi pasar untuk stabilisasi harga.

"Kalaupun misalnya angka ramalannya memang bagus, tapi harga naik terus, itu kan mengharuskan intervensi dari pemerintah untuk memastikan harga itu stabil," jelas Lutfi.

Lutfi juga menegaskan pada rencana impor ini tidak ada niatan pemerintah sama sekali untuk menurunkan harga petani, terutama saat petani sedang panen raya.

"Tidak ada niat pemerintah untuk menurunkan harga petani, terutama saat sedang panen raya. Sebagai contoh, harga gabah kering petani itu tidak diturunkan," ujarnya.

"Kalau gabah kering itu diturunkan oleh Bulog, nah itu bagian daripada penghancuran harga," kata Lutfi. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya