Masyarakat Indonesia Melek Keuangan Syariah Lebih Rendah Ketimbang Konvensional

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, baru 65,43 persen dari populasi Indonesia memenuhi kriteria well literated atau literasi keuangan.

oleh Maulandy Rizky Bayu Kencana diperbarui 02 Agu 2024, 13:45 WIB
Diterbitkan 02 Agu 2024, 13:45 WIB
Masyarakat Indonesia Melek Keuangan Syariah Lebih Rendah Ketimbang Konvensional
Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024. (Liputan6.com/Nurmayanti)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Pusat Statistik (BPS) bersama Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengumumkan hasil Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024. Hasilnya, tingkat literasi keuangan masih lebih rendah dari akses terhadap pengguna. 

Plt Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti mengatakan, pendataan SNLIK 2024 ini didapat berdasarkan hasil survei per 2023. Didapati indeks inklusi keuangan mencapai 75,02 persen, dan indeks literasi keuangan baru sebesar 65,43 persen. 

"Jadi 65,43 persen dari populasi Indonesia memenuhi kriteria well literated, dan 75,02 persen dari masyarakat Indonesia menggunakan/memiliki akses terhadap produk dan jasa layanan keuangan," ujar dia di Jakarta, Jumat (2/8/2024).

Amalia menjelaskan, kriteria well literated dalam literasi keuangan ini didapat jika memenuhi 5 parameter indeks inklusi keuangan, yakni pengetahuan, keterampilan, keyakinan, termasuk sikap dan perilaku.

Jika dipilah untuk produk keuangan konvensional dan syariah, ia melanjutkan, BPS mengambil kesimpulan bahwa indeks keuangan terutama untuk layanan jasa konvensional lebih tinggi daripada literasi keuangan untuk jasa layanan syariah. 

"Di mana untuk konvensional, indeks literasi keuangan 65,08 persen. Untuk konvensional inklusinya 73,55 persen," terang Amalia. 

"Sementara untuk keuangan syariah indeks literasinya mencapai 39,11 persen, dan indeks inklusi keuangannya mencapai 12,88 persen," dia menambahkan. 

Adapun BPS melakukan survei SNLIK 2024 dengan sampel dari 24 provinsi. Mencakup 120 kabupaten/kota, dengan jumlah responden 10.800 orang. 

Ditegaskan Amalia, terdapat perbedaan metodologi sampling SNLIK di 2022 (untuk hasil per 2023) dengan hasil survei per 2024 ini. 

Dengan perbedaan metodologi tersebut, menghasilkan sampel responden yang cenderung bias ke perkotaan dan kelompok masyarakat berpendidikan tinggi. Kelompok masyarakat itu secara umum punya tingkat literasi dan inklusi keuangan lebih tinggi dibanding populasi di pedesaan.

 Itu diklaim lebih bisa merepresentasikan tingkat inklusi dan literasi keuangan di lingkup nasional. "Sehingga menghasilkan sampel responden yang lebih mewakili profil populasi masyarakat Indonesia," pungkas Amalia.

6 Jurus BI Dongkrak Literasi Keuangan Syariah Indonesia yang Masih Rendah

FOTO: Pelayanan Bank Syariah Indonesia Usai Diresmikan Jokowi
Pekerja menghitung uang di kantor cabang Bank Syariah Indonesia, Jakarta Selasa (2/2/2021). PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) resmi beroperasi dengan nama baru mulai 1 Februari 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Sebelumnya, Bank Indonesia (BI) menyebut tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia ternyata masih sangat rendah, yakni 28 persen. Kendati demikian, BI memiliki 6 fokus untuk mengembangkan ekonomi syariah, agar literasi keuangan syariah juga meningkat.

"Dalam menghadapi tantangan di atas kami memberikan enam fokus dalam pengembangan ekonomi syariah ke depan yang tentu saja tidak bisa dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri melainkan perlu terus bersinergi dengan semua stakeholder," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung dalam opening ceremony Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI), di Kendari, Senin (8/7/2024).

Bank Indonesia (BI) menyebut tingkat literasi keuangan syariah di Indonesia ternyata masih sangat rendah, yakni 28 persen. Kendati demikian, BI memiliki 6 fokus untuk mengembangkan ekonomi syariah, agar literasi keuangan syariah juga meningkat.

"Dalam menghadapi tantangan di atas kami memberikan enam fokus dalam pengembangan ekonomi syariah ke depan yang tentu saja tidak bisa dilakukan oleh Bank Indonesia sendiri melainkan perlu terus bersinergi dengan semua stakeholder," kata Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Juda Agung dalam opening ceremony Festival ekonomi dan keuangan syariah (FEKSyar) di Kawasan Timur Indonesia (KTI), di Kendari, Senin (8/7/2024).

Dia menuturkan, hal ini penting karena rumah potong hewan menjadi sumber utama pangan halal. Jika dagingnya sudah halal sudah dipastikan mengatasi sebagian besar kehalalan dari produk makanan.

 

Fokus Selanjutnya

Rupiah-Melemah-Tipis-Atas-Dolar
Petugas Bank tengah menghitung uang rupiah di Bank BRI Syariah, Jakarta, Selasa (28/2). Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah tipis pada perdagangan Selasa pekan ini. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

"Produk turunan seperti emulsifier juga sering terbuat dari tulang. Kita impor produk emulsifier dari luar negeri kita harus memastikan kehalalannya dan kalau perlu kita produksi di dalam negeri, sehingga dipastikan kehalalan dari produk-produk makanan dengan menggunakan produk-produk turunan tersebut," ujarnya.

Selain itu, sertifikasi halal juga perlu terus di akselerasi. Bank Indonesia akan terus bekerja sama dengan berbagai halal center di berbagai universitas guna mendukung dan memperkuat dukungan jaminan produk halal.

Fokus kedua, pengembangan modest Fashion. Bank Indonesia terus mendorong para perancang dan pengusaha modest Fashion. Dalam hal ini BI telah menyelenggarakan Indonesia international modest fashion festival sebagai event fashion modesr rujukan dunia yang digelar di berbagai kota di mancanegara seperti di Kuala lumpur, Istanbul, Paris dan juga Dubai.

"Dalam itu Indonesia International Modest Fashion kali ini kami fokus pada brand awareness yang mendukung pakaian jadi yang highend dan premium serta mengedepankan penggunaan wastra Indonesia termasuk dari kawasan Timur Indonesia," ujarnya.

 

Pengembangan Ekonomi Pesantren

Ilustrasi - Sejumlah santri di Pondok Pesantren Elbayan, Cilacap, keluar dari masjid usai salat Jumat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)
Ilustrasi - Sejumlah santri di Pondok Pesantren Elbayan, Cilacap, keluar dari masjid usai salat Jumat. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo)

Fokus ketiga, pengembangan ekonomi pesantren. Menurut dia, pesantren memiliki potensi yang besar seperti ketersediaan lahan yang besar dan SDM yang berkarakter, serta kekuatan berjamaah yang perlu dioptimalkan.

"Untuk itu kami terus melakukan penguatan dan perluasan model bisnis pertanian perikanan dan peternakan di pesantren,"

Keempat, dari keuangan sosial, BI juga aktif dengan Badan Wakaf Indonesia (BWI) dan stakeholder terkait untuk melakukan inovasi-inovasi model bisnis agar pengelolaan wakaf semakin produktif.

Kelima, pengembangan digitalisasi eksyar. Digitalisasi bukan lagi sebagai pilihan melainkan sebuah keharusan, untuk itu upaya digitalisasi terus dilakukan baik untuk mendorong industri halal maupun keuangan syariah.

"Bersama BWI kami mengembangkan super Apps untuk mengintegrasikan pengelolaan wakaf namanya satu wakaf Indonesia," ujarnya.

Fokus keenam, yakni meningkatkan lliterasi dan edukasi eksyar. Juda menegaskan, semakin tinggi literasi maka sebagian besar pula penerimaan dan penggunaan produk halal dan keuangan syariah. "Ini perlu menjadi perhatian kita bersama target literasi ekonomi syariah sebesar 50 persen tahun depan tahun 2025 yang di canangkan oleh bapak wapres," pungkasnya.

 

 

 

 

Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Bank Dunia Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Bakal Terjun Bebas. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya