Liputan6.com, Jakarta - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) kembali perkasa di awal perdagangan Selasa ini. Penguatan rupiah ini seiring menurunnya imbal hasil obligasi Pemerintah Amerika Serikat (AS).
Pada Selasa (19/11/2024), nilai tukar rupiah naik 54 poin atau 0,34 persen menjadi 15.803 per dolar AS dari sebelumnya sebesar 15.857 per dolar AS.
Advertisement
Baca Juga
"Rupiah diperkirakan akan menguat terhadap dolar AS yang terkoreksi dan imbal hasil obligasi AS yang turun setelah pernyataan dovish dari the Fed Goolsbee akan prospek suku bunga," kata analis mata uang Lukman Leong dikutip dari Antara.Â
Advertisement
Ia menuturkan imbal hasil obligasi AS tercatat sebesar 4,41 persen, turun dari 4,49 persen.
Sementara Goolsbee mengatakan akan banyak penurunan suku bunga kebijakan bank sentral AS tahun depan apabila inflasi tetap berada dalam target.
Pada perdagangan hari ini, Lukman memperkirakan rupiah berada di rentang 15.800 per dolar AS sampai dengan 15.900 per dolar AS.
Sri Mulyani Was-was
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyoroti kondisi Rupiah setelah hasil Pilpres AS menunjukkan Donald Trump kembali terpilih untuk mengisi kursi kepresidenan periode kedua.
Menkeu melihat, kemenangan Trump dalam Pilpres AS menimbulkan dampak signifikan pada pasar keuangan global, tak terkecuali pada Rupiah.
Sri Mulyani memaparkan, nilai tukar Rupiah sempat menguat hingga bulan Oktober 2024, bahkan mencapai Rp 15.200 per dolar AS (USD).
Tak Lama
Namun, posisi tersebut tidak berlangsung lama, lantaran adanya perubahan sentimen global imbas ekspektasi penurunan Fed Fund Rate oleh The Fed memengaruhi kondisi pasar.
"Dengan terpilihnya kembali Presiden Trump, indeks Dolar AS mengalami penguatan, sehingga nilai tukar Rupiah kita kemarin cenderung mengalami tekanan," kata Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN KiTa di kantor Kemenkeu, Jumat (8/11/2024).
Secara keseluruhan, depresiasi nilai tukar Rupiah mencapai 2,68 persen.
Namun, Sri Mulyani juga mencatat bahwa kinerja Rupiah masih relatif baik jika dibandingkan dengan negara-negara G7 dan G20 lainnya.
Sebagai contoh, Dolar Kanada mengalami depresiasi hingga 4,46 persen, Peso Filipina 5,69 persen, dan Won Korea Selatan mencapai 6,79 persen.
"Kita relatif masih cukup baik dari sisi nilai tukar kita," imbuhnya.
Sri Mulyani pun menegaskan bahwa kondisi ekonomi Indonesia akan terus dipantau dan dikelola dengan cermat hingga akhir tahun.
“Kami berharap perekonomian tetap terjaga dalam posisi yang positif hingga akhir tahun," tutup Sri Mulyani.Â
Advertisement