Saat Anak Disabilitas Jatuh Cinta: Peran Orang Tua dalam Menuntun dengan Hati

Anak disabilitas juga merasakan cinta. Orang tua berperan penting dalam membimbing dengan empati, memvalidasi perasaan, membangun komunikasi, dan mengajarkan batasan sehat agar anak lebih percaya diri.

oleh Aditya Eka Prawira diperbarui 15 Feb 2025, 14:00 WIB
Diterbitkan 15 Feb 2025, 14:00 WIB
Kenalan dengan Bayu, Pemuda Aceh yang Aktif Advokasi Kehidupan Inklusif dan Suarakan Hak Anak Disabilitas
Anak disabilitas bisa jatuh cinta seperti anak lainnya. Orang tua perlu membimbing dengan empati, memvalidasi perasaan, serta mengajarkan cinta dan batasan sehat agar anak tumbuh percaya diri dalam berhubungan. Foto: UNICEF.... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Jatuh cinta adalah pengalaman universal yang bisa dirasakan oleh siapa saja, termasuk anak dengan disabilitas. Namun, dalam perjalanannya, mereka membutuhkan bimbingan khusus agar dapat memahami dan mengelola perasaan dengan baik.

Psikolog Anak, Remaja, dan Keluarga dari Tigagenerasi, Ayoe Sutomo, mengatakan, peran orang tua sangat penting dalam menuntun anak dengan cara yang penuh empati dan kasih sayang.

1. Validasi Perasaan Anak

Langkah pertama yang harus dilakukan orang tua adalah memvalidasi perasaan anak. Anak dengan disabilitas memiliki emosi yang sama seperti anak-anak pada umumnya. Oleh karena itu, penting bagi orang tua untuk menerima dan mengakui perasaan mereka.

"Yang paling penting adalah harus diterima dan divalidasi dulu perasaan anak. Jadi, bentuk-bentuk kalimat seperti 'Wajar kok suka sama kakak itu' akan sangat membantu anak merasa bahwa perasaannya diterima," ujar Ayoe Sutomo saat dihubungi Health Liputan6.com pada Sabtu, 15 Februari 2025.

Sebaliknya, orang tua sebaiknya tidak meremehkan atau mengabaikan perasaan anak. Jika anak merasa perasaannya tidak dianggap penting, mereka akan sulit untuk terbuka di kemudian hari.

2. Membangun Komunikasi yang Nyaman

Setelah memvalidasi perasaan anak, tahap selanjutnya adalah membangun komunikasi yang nyaman. Orang tua perlu menjadi pendengar yang aktif dengan menunjukkan ketertarikan pada cerita anak.

"Tanyakan hal-hal sederhana seperti 'Kenapa bisa suka sama kakak itu?' atau 'Apa yang membuat kamu tertarik?' Ini akan membuka ruang bagi anak untuk berbagi cerita lebih dalam," jelas Ayoe.

Selain itu, cara berkomunikasi juga harus disesuaikan dengan jenis disabilitas anak. Misalnya, bagi anak dengan disabilitas intelektual, orang tua bisa menggunakan gambar atau contoh konkret.

Sementara itu, bagi anak dengan disabilitas fisik, penting untuk menanamkan bahwa kondisi fisik bukanlah penentu utama dalam menjalin hubungan emosional.

3. Mengajarkan Konsep Cinta dan Relasi yang Sehat

Anak perlu diberi pemahaman tentang cinta dan hubungan yang sehat. Ini mencakup batasan fisik dan emosional agar mereka bisa menjaga diri dari situasi yang tidak nyaman atau berbahaya.

"Kalau ada orang yang menyentuh area tertentu tanpa izin atau memaksa, itu berarti dia tidak menghormati kamu. Hal-hal seperti ini penting untuk diajarkan kepada anak," kata Ayoe.

Dengan memahami konsep ini, anak bisa lebih percaya diri dalam berinteraksi dan memahami hak-hak mereka dalam sebuah hubungan.

4. Menyadari Kemungkinan Penolakan

Jatuh cinta juga berarti menghadapi kemungkinan penolakan. Orang tua perlu mengajarkan anak bahwa tidak semua perasaan akan berbalas dan itu adalah hal yang wajar.

"Ada kalanya orang yang disukai hanya menganggap kita sebagai teman. Itu tidak apa-apa, berteman juga bisa menyenangkan," ujar Ayoe.

Dengan pemahaman ini, anak akan lebih realistis dalam menjalin hubungan dan tidak merasa terlalu kecewa ketika mengalami penolakan.

5. Membantu Anak Tetap Percaya Diri

Ketika anak menghadapi kenyataan yang tidak sesuai dengan harapannya, orang tua bisa membantunya untuk tetap percaya diri dengan menyoroti kelebihan yang dimiliki anak.

"Ajak anak untuk fokus pada kelebihannya sehingga mereka tidak merasa rendah diri meskipun mengalami penolakan," kata Ayoe.

Dengan demikian, anak dapat tumbuh menjadi individu yang lebih kuat dan percaya diri dalam menjalani hubungan sosialnya.

 

6. Pendekatan yang Sesuai dengan Disabilitas Anak

Setiap anak memiliki kebutuhan yang berbeda, sehingga pendekatan yang digunakan harus disesuaikan dengan jenis disabilitas mereka. Misalnya:

  • Anak dengan disabilitas intelektual: Gunakan gambar dan contoh konkret.
  • Anak dengan disabilitas fisik: Bangun kepercayaan diri bahwa hubungan emosional tidak ditentukan oleh kondisi fisik.
  • Anak dengan disabilitas komunikasi: Gunakan metode komunikasi yang sudah biasa mereka gunakan agar pesan dapat diterima dengan baik.
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Live dan Produksi VOD

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya