Liputan6.com, London - Donald Trump berupaya menjadi calon presiden dari Partai Republik. Kontroversi selalu menyertainya. Ia, misalnya, menyarankan larangan sementara umat Islam masuk ke AS terkait pembunuhan 14 orang di San Bernardino, California, AS pada Desember 2015 lalu oleh pasangan suami istri Muslim, Syed Rizwan Farook dan Tashfeen Malik.
Walau dikritik oleh berbagai pihak, Trump tidak bersedia menarik komentarnya dan bahkan menambahkan komentar bahwa sebagian wilayah di London dan bagian lain di Inggris sudah amat radikal sehingga polisi tidak berani ke sana.
Baca Juga
Ungkapan demikian memicu munculnya larangan Donald Trump masuk ke Inggris Raya. Namun langkah itu disebut-sebut membawa risiko bahwa Trump justru akan menjadi seorang 'martir'.
Advertisement
"Larangan Muslim dari AS yang disebutkan Trump sangat berbahaya, tapi melarang dia masuk ke Inggris Raya membuat kami terlihat seperti anti-Amerika," ucap Paul Flynn seperti dikutip dari BBC, Selasa (19/1/2016).
"... Kami seperti memberinya peran menjadi martir yang bisa menjadi keuntungan buat pendukungnya," imbuh Flynn, seorang anggota parlemen dari Partai Buruh dalam debat pendapat di Majelis Rendah parlemen Inggris, Senin 18 Januari.
Anggota parlemen Inggris membahas larangan masuk ke Inggris untuk Donald Trump setelah sebuah petisi mencapai 574 ribu penandatangan, melewati batas minimal 100 ribu sebagai syarat layak dibahas.
Baca Juga
Menteri Dalam Negeri Inggris, James Brokenshire, mengatakan pemerintah memiliki kekuasaan untuk menindak orang-orang yang dianggap merugikan negara. Tetapi AS adalah sekutu Inggris yang paling penting, dan Inggris harus terlibat dengan calon presiden bahkan ketika sangat tidak setuju dengan pandangannya.
Petisi "Ban Trump" menyatakan bahwa Inggris melarang orang untuk pidato kebencian dan peraturan harus diterapkan setara pada si kaya dan si miskin.