Terkuak, Keberadaan Kamp Konsentrasi Khusus Wanita

Sebuah buku baru menungkapkan keberadaan kamp konsentrasi Nazi Jerman yang dikhususkan bagi tahanan wanita. Seperti apa, ya?

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 26 Apr 2016, 21:00 WIB
Diterbitkan 26 Apr 2016, 21:00 WIB
Terkuak, Keberadaan Kamp Konsentrasi Khusus Wanita
Krematorium di kamp konsentrasi Ravensbrück. (Sumber Bundesarchiv)

Liputan6.com, New York - Di antara sejumlah kamp konsentrasi yang dibangun Nazi Jerman selama Perang Dunia II, ternyata ada satu kamp yang dikhususkan bagi para tahanan wanita. Kamp Ravensbrück terletak kira-kira 80 km jauhnya dari kota Berlin.

Kamp konsentrasi itu dibuka pada Mei 1939, sekitar 4 bulan sebelum mulainya Perang Dunia II dan baru dibebaskan pasukan Rusia pada 1945. Pada masa itu, lebih dari 130 ribu wanita dikirim ke sana. Sebanyak-banyaknya, ada 45 ribu wanita berjejal di kamp tersebut. Angka kematian berkisar antara 30 hingga 90 ribu jiwa. 

Dalam penjelasan isi buku yang tertera di laman Amazon.com, para tahanan wanita tersebut berasal dari lebih 20 negara Eropa. Di antara mereka ada sejumlah nama terkenal seperti Geneviève de Gaulle, keponakan dari Jenderal de Gaulle’s dan Gemma La Guardia Gluck, saudara perempuan walikota New York di masa perang.

Dikutip dari War History Online pada Selasa (26/4/2016), tidak banyak yang diketahui tentang kamp ini karena pihak Nazi membakar hampir semua catatan tahanan dan kemudian membuangnya ampasnya ke danau di dekat tempat itu beberapa hari sebelum pembebasannya.

Pemandangan barak-barak yang ada di kamp konsentrasi khusus wanita di Ravensbrück. (Sumber United States Holocaust Memorial Museum)

Ravensbrück merupakan pusat kejahatan Nazi terhadap kaum wanita, demikianlah pendapat Sarah Helm, penulis berkebangsaan Inggris tentang bukunya ‘If This Is a Woman – Inside Ravensbrück: Hitler’s Concentration Camp for Women’.

Sungguh ironis. Ketika orang mulai membicarakan holocaust pada tahun 1960-an, ganasnya pemusnahan kaum Yahudi dan kejahatan yang terjadi terhadap mereka malah menomorduakan kejahatan Nazi terhadap kaum non-Yahudi.

Bukan hanya itu. Karena kebanyakan ahli sejarah adalah kaum pria, kamp khusus wanita seakan luput dari perhatian mereka. Baru pada tahun 1990-an para wanita ahli sejarah memulai penelitian terhadap Ravensbrück. Sebelum itu, jarang ada wanita mantan tawanan yang punya kesempatan bercerita.

“Wanita-wanita ini digiring ke kamar-kamar gas dan tidak mendapat perhatian sungguh-sungguh dari para ahli sejarah,” kata Helm.

Salah satu hal paling menarik di Ravensbrück adalah perubahannya dari kamp khusus untuk para tahanan politik yang kemudian menjadi kamp maut Nazi yang paling mengerikan.

Para tahanan wanita di kamp konsetrasi Ravensbrück di tahun 1939. (Sumber Bundesarchiv)

“Pada awalnya, Ravensbrück berukuran kecil sekali,” kata Helm. “Kebanyakan dihuni oleh wanita-wanita Jerman yang dianggap tidak bermoral ataupun para tahanan politik. Begitulah, yaitu semua orang yang dianggap berseberangan dengan Hitler.”

Pada tahap awalnya, kebanyakan wanita di Ravensbrück adalah kaum Yahudi. Tapi sepertinya mereka dikirim ke sana karena pandangan politik mereka, bukan karena agama.

Sebelum Oktober 1944, Ravensbrück sudah terlalu padat. Saat pihak Rusia membebaskan para tahanan di timur, tawanan-tawanan Nazi mulai dipindahkan ke barat, kembali ke Jerman.

Pihak Sekutu telah menghancurkan banyak sekali jalur kereta api sehingga menyulitkan evakuasi para tahanan. Walaupun sulit, Hitler bersikeras agar setiap orang Yahudi dikeluarkan dari Hungaria sebelum tibanya pihak Rusia.

Dengan berjejalnya kamp tersebut, eksekusi kaum Yahudi bukan lagi proses ideologis dan lebih kepada solusi logistik mengatasi kepadatan hunian. Pada saat itulah kamar-kamar gas dibangun di sana.

Dalam bukunya, Helm menulis, “Adolf Hitler kurang tertarik pada kamp-kamp konsentrasi, tapi kamp-kamp itu berdiri di tengah pusaran pengaruh Himmler. Apapun yang terjadi di balik dinding-dinding itu, ditandatangani oleh pena miliknya.”

Helm berpendapat, “Himmler jugalah yang berada di belakang gagasan awal pendirian kamp-kamp khusus wanita.”

Himmler bukan hanya penulis ‘Solusi Akhir’ tapi sekaligus mengawasi pendirian kamp-kamp di wilayah timur. “Kebanyakan kamp sengaja didirikan di tempat-tempat berpemandangan indah.”

“Ravensbrück, misalnya, berlokasi di tepi danau. Kamp-kamp lain juga ditempatkan di kawasan-kawasan hutan yang indah. Himmler sudah mempelajari tulisan-tulisan tentang kawasan bersejarah ini.”

“Gagasannya adalah bahwa alam akan memurnikan gen-gen Jerman sehingga SS dan warga Jerman bertumbuh lebih murni dan kuat, seperti pohon-pohon di hutan-hutan.”

“Himmler berpendapat bahwa darah bisa menjadi murni jika benihnya ditanam dekat situs-situs murni di alam,” imbuh Helm.

Para tahanan wanita di kamp konsetrasi Ravensbrück saat pembebasan. (Sumber The Guardian)

Mempertanyakan Keadilan

Helm menggunakan epilog dalam bukunya untuk membahas mengapa pihak yang berwenang di Ravensbrück belum pernah diadili karena kejahatannya. Alasan-alasannya ruwet tapi nyata, yaitu bahwa sebelum 1948 pasukan Sekutu lebih tertarik urusan Perang Dingin daripada menghukum pihak Nazi.

Pada 1949, tanggungjawab mengadili para pemimpin Nazi diserahkan kepada pengadilan Jerman, yang bisa saja dipimpin oleh orang-orang yang dulunya juga anggota Nazi.

Demikian juga sejumlah pelaku industri Jerman yang lolos dari jerat hukum. Secara khusus, Siemens memiliki pabrik di Ravensbrück dan menggunakan para tahanan sebagai pekerjanya. Tapi Siemens tidak pernah ditanyai apa yang mereka ketahui tentang kejahatan di sana.

“Sulit dipercaya bahwa Siemens tidak bisa membuka diri dan dihadapkan kepada kejahatan-kejahatan yang melibatkannya secara mendalam,” kata Helm.

Bukan hanya itu. Para wanita penjaga di Ravensbrück juga jarang ada yang diadili. “Sistem yang ada tidak mau menghadapi hal ini. Sehingga hanya sedikit sekali para penjaga dari Ravensbrück yang pernah ditanyai atau diminta mempertanggungjawabkan tindakan mereka,” kata Helm lagi.

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya