Kisah Brigade Khusus Wanita Yazidi Melawan ISIS

Kaum wanita ini bersama-sama angkat senjata guna membebaskan wilayah mereka dari kaum militan.

oleh Alexander Lumbantobing diperbarui 19 Jul 2016, 07:02 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2016, 07:02 WIB
Batalion wanita Yazidi (0)
Kaum wanita ini bersama-sama angkat senjata guna membebaskan wilayah mereka dari kaum militan. (Sumber Sputnik News)

Liputan6.com, Wadi Shlo - Di dekat garis depan utara Irak, ke arah barat kota Mosul, ada sejumlah brigade terdiri dari penduduk setempat yang bertugas mempertahankan desa-desa mereka dari serbuan Daesh (istilah setempat untuk ISIL/ISIS).

Tapi ini bukan brigade biasa. Mereka adalah batalion pejuang yang semua anggotanya adalah kaum wanita Yazidi. Para perempuan ini bersama-sama angkat senjata guna membebaskan wilayah mereka dari kaum militan -- untuk mempertahankan Desa Wadi Shlo.

Dikutip dari Sputnik News pada Senin (18/7/2016), setiap prajurit wanita memiliki tugas masing-masing, mulai dari penyediaan fungsi-fungsi dukungan hingga tembak-menembak sesungguhnya di medan tempur.

Sputnik Arabic mendatangi kelompok itu untuk berbincang-bincang. Secara etnis, kaum Yazidi termasuk etnis Kurdi dan merupakan penduduk setempat. Tapi mereka mempraktikan agama monoteis mereka sendiri.

Wadhat Khalil Salekh (22) ikut serta dalam pembebasan provinsi Sinjar dan telah terlibat sejak hari pertama operasi tersebut.

Ia menjelaskan bahwa brigade kaum wanita telah melakukan sejumlah serangan dalam beberapa bulan terakhir untuk membebaskan kampung halaman mereka dari cengkeraman Daesh.

Kaum wanita ini bersama-sama angkat senjata guna membebaskan wilayah mereka dari kaum militan. (Sumber Sputnik News)

Wanita berambut merah itu mengatakan bahwa kaum wanita berjuang bersama-sama dengan kaum pria Yazidi. Katanya kepada Sputnik, "Saya memutuskan untuk bergabung dengan salah satu batalion wanita, Yekîneyên Jinên Sengalê, sejak kaum teroris melakukan genosida terhadap kaum kami pada Agustus 2014."

Wadhat bersama dengan dua saudara perempuannya telah menewaskan sejumlah teroris. Tugasnya bukan hanya bertempur di garis depan, tapi juga melakukan membasmi serangan balik semasa pembebasan desa-desa yang diduduki.

Wanita muda ini tadinya serupa dengan wanita-wanita lain dengan cita-cita akademis dan ambisi karir. Tapi, genosida terhadap Yazidi pada 2014 tadi menyakinkannya untuk angkat senjata. Saat itu terjadi pembantaian sistematis kaum Yazidi di gunung Sinjar di utara Irak.

Sekarang tujuanya hanya satu, yaitu untuk membebaskan semua kaum wanita Yazidi yang diculik Daesh serta mengembalikan perdamaian di kawasan.

Pejuang Kurdi dan Yazidi merebut kembali Sinjar pada musim gugur lalu.

Genosida Sistematis

Genosida terhadap kaum minoritas Yazidi di Irak dan Suriah telah diadukan ke panel HAM PBB. Disebutkan dalam laporan, bahwa Daesh telah melakukan genosida dan kejahatan-kejahatan lain dalam upaya berkelanjutan untuk memusnahkan kaum Yazidi.

Para penyidik membeberkan pembunuhan massal kaum pria dan bocah lelaki Yazidi yang menolak memeluk Islam -- yang sesuai interpretasi ISIS. Mereka ditembak di kepala atau digorok di depan para anggota keluarga mereka sendiri. Mayat-mayat disebar begitu saja di tepi-tepi jalan. Telah ditemukan beberapa puluh kuburan massal di daerah-daerah yang direbut kembali dari Daesh.

Para penyidik PBB mendasarkan temuan mereka pada tindakan-tindakan Daesh sejak Agustus 2014 terhadap 400.000 warga masyarakat Yazidi. Lebih dari 32.000 wanita Yazidi masih disekap oleh Daesh, demikian menurut panel tersebut.

Laporan yang telah disusun oleh panel tersebut menghimpun wawancara dengan para penyintas, pemuka-pemuka agama, para penyelundup, dan pekerja kesehatan telah mengungkapkan orang-orang yang bertanggungjawab atas tindakan genosida dan mengajukan "peta jalan untuk penuntutan."

Kaum wanita ini bersama-sama angkat senjata guna membebaskan wilayah mereka dari kaum militan. (Sumber Sputnik News)

Pembunuhan massal hanyalah sebagian dari cara sistematik Daesh untuk melenyapkan masyarakat Yazidi, demikian temuan panel tersebut. Panel mengacu kepada dokumen-dokumen yang menguak rencana terperinci untuk menangani masyarakat itu setelah ditaklukkan dan "upaya besar secara organisasional" untuk melakukan koordinasi para pejuang Daesh di seluruh Irak.

Panel tersebut menyimpulkan, "Daesh tidak menutup-nutupi maksud mereka untuk menghancurkan kaum Yazidi di Sinjar dan ini menjadi salah satu unsur yang memungkinkan kami berkesimpulan bahwa tindakan mereka menjurus kepada genosida."

Bukan hanya itu, para pejuang Daesh secara sistematis memisahkan kaum pria dan wanita Yazidi, lalu melakukan pemerkosaan, mutilasi seksual, dan sterilisasi guna mencegah kelahiran bayi-bayi Yazidi.

Kemudian, para pejuang Daesh memberikan anak-anak Yazidi kepada keluarga para pejuang Daesh dan kamp-kamp pelatihan mereka supaya dikucilkan dari kepercayaan dan praktik-praktik Yazidi agar "menghapus identitas mereka sebagai kaum Yazidi."

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya