Liputan6.com, Berlin - Jerman berencana meminta maaf kepada Windhoek terkait genosida terhadap warga pribumi Namibia seabad lalu, demikian dikatakan jurubicara kementerian luar negeri pada Rabu lalu.
Namun demikian, ia menambahkan bahwa rencana ini tidak menyertakan kewajiban reparasi apapun.
Dikutip dari The Local pada Kamis (14/7/2016), Sawsan Chebli mengatakan, "Kami sedang mengerjakan deklarasi bersama dengan unsur-unsur diskusi bersama kejadian-kejadian dalam sejarah dan permintaan maaf Jerman atas tindakannya di Namibia."
Advertisement
Baca Juga
Deklarasi bersama dengan pemerintah Namibia dapat menjadi dasar bagi resolusi parlementer, tapi langkah itu bukan diterjemahkan sebagai akibat legal bagi Jerman, demikian imbuh Chebli.
"Kalau ada pertanyaan tentang reparasi atau akibat-akibat hukum, tidak ada sama sekali. Permintaan maaf ini tidak menyertakan akibat apapun pada cara kita menghadapi dan memandang sejarah," lanjut wanita itu.
Berlin memerintah di wilayah koloni yang dulunya bernama Afrika Barat Daya dari 1884 hingga 1915.
Karena muak melihat para pemukim Jerman yang mencuri lahan, ternak dan merampas wanita-wanitanya, kaum Herero melancarkan pemberontakan pada Januari 1904 dan membantai 123 warga sipil Jerman dalam beberapa hari. Suku Nama bergabung dalam pemberontakan pada 1905.
Penguasa kolonial menanggapi tanpa ampun dan Jenderal Lothar von Thotha menandatangani perintah pembinasaan suku Herero.
Di dalam penjara-penjara, warga Nama dan Herero yang tertangkap kemudian mati kekurangan gizi atau karena cuaca ganas. Beberapa mayat dipancung dan kepala-kepala dari pemancungan itu dikirim kepada para peneliti Jerman di Berlin untuk keperluan penyelidikan "ilmiah".
Ada sekitar 80 ribu warga Herero tinggal di Namibia sebelum pemberontakan meletus. Setelah kejadian, hanya tersisa sekitar 15 ribu jiwa.
Jerman secara resmi telah mengembalikan puluhan tengkorak sejak 2011 tapi berkali-kali menolak pembayaran reparasi dan menyebutkan telah mengalirnya ratusan juta euro dana pembangunan dari Jerman bagi Namibia sejak kemerdekaannya dari Afrika Selatan pada 1990.
Pimpinan parlemen Jerman pada Juli lalu mengatakan bahwa pembantaian warga pribumi Namibia seabad lalu merupakan "genosida" yang bermula dari "perang ras".
Norbert Lambert menuliskan kolom tamu dalam mingguan Die Zelt dan memaparkan bahwa kaum Herero dan Nama dibidik secara sistematis untuk dibantai oleh pasukan Kekaisaran Jerman.
Sejak saat itu, pemerintah juga menggunakan istilah yang sama. Pada Rabu lalu Chebli juga mengatakan bahwa “kita telah lama sekali bicara soal genosida."
Pada Juni lalu, anggota parlemen Jerman meloloskan resolusi yang menyebut pembantaian bangsa Armenia oleh pasukan Ottoman dalam Perang Dunia I sebagai bentuk genosida. Turki sangat gerah dengan langkah itu dan hanya menyebutnya sebagai "kesalahan dalam sejarah."