'Maut' Polusi Udara Picu Kematian 600 Ribu Balita Per Tahun

Polusi udara menyumbang tingginya angka kematian balita. UNICEF menyebutkan sekitar 600 ribu anak meninggal setiap tahunnya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 31 Okt 2016, 16:08 WIB
Diterbitkan 31 Okt 2016, 16:08 WIB
Ilustrasi UNICEF
Ilustrasi UNICEF (Reuters)

Liputan6.com, New York - Badan PBB untuk anak, UNICEF, menyerukan para pemimpin dunia untuk mengurangi polusi udara.

Direktur Eksekutif UNICEF, Anthony Lake yang mengutip laporan berjudul 'Clear the Air for Children' menyebutkan, sekitar 600 ribu balita meninggal setiap tahunnya akibat penyakit yang dipicu atau diperparah oleh polusi udara, baik di dalam maupun di luar ruangan.

Angka tersebut melebihi jumlah kematian akibat malaria dan HIV/AIDS. Menurut Lake, polusi udara tidak hanya membunuh, namun juga membuat anak-anak menderita termasuk janin dalam kandungan .

"Polutan tak hanya membahayakan paru-paru anak, namun juga dapat menerobos sekat darah-otak dan secara permanen merusak perkembangan otak dan itu berarti masa depan mereka terancam. Tak ada masyarakat yang bisa mengabaikan polusi udara," kata Lake seperti dikutip dari CNN, Senin (31/10/2016).

Penelitian tersebut dipublikasikan sebelum Konferensi Perubahan Iklim atau COP22 pada 7-18 November berlangsung di Maroko. Sebelumnya, COP21 diselenggarakan di Paris pada November 2015 di mana pertemuan tersebut menyita perhatian mengingat pemimpin dunia berkumpul tak lama setelah teroris melancarkan serangan ke kota itu.

Konferensi COP21 berhasil mencapai tujuan utama yakni melahirkan kesepakatan yang mengikat secara hukum untuk mengawal pemanasan global di mana para ilmuwan mengatakan telah berada pada ambang batas kritis dari 2 derajat celcius.

Sementara itu, UNICEF meminta para pemimpin dunia yang akan menghadiri COP22 untuk mengambil empat langkah, yakni mengurangi pemakaian bahan bakar fosil dan berinvestasi pada efisiensi energi, meningkatkan akses anak-anak terhadap layanan kesehatan, menjaga anak-anak dari paparan polusi udara dengan menjauhkan sekolah dari pabrik dan sumber polusi lainnya serta meningkatkan pemantauan polusi udara.

Menurut Badan Kesehatan PBB, WHO, saat ini sekitar 2 miliar anak hidup di tempat-tempat di mana kondisi udara jauh dari standar seharusnya. Sebagian anak-anak tersebut tinggal di negara miskin dan berkembang.

Data UNICEF menunjukkan, 620 juta anak berada di kawasan Asia Selatan, 520 juta di Afrika, 450 juta di Asia Timur dan Pasifik.

"Negara-negara maju telah membuat langkah besar dalam mengurangi polusi udara di luar ruangan dan melindungi anak-anak mereka di dalam ruangan. Negara-negara berkembang, baik yang berpenghasilan rendah dan menengah juga bisa melakukannya," tegas Lake.

Sementara itu 1 miliar anak dilaporkan tinggal di rumah di mana bahan bakar padat seperti batubara dan kayu masih digunakan untuk memasak dan sebagainya. Sebut saja di India. Sekitar 81 persen rumah tangga di Negeri Hindustan masih menggunakan jenis bahan bakar tersebut karena murah dan mudah didapat.

UNICEF lebih lanjut menekankan bahwa mengurangi polusi udara lebih dari sekadar persoalan anak-anak.

"Melindungi anak-anak dari polusi udara tidak hanya untuk kepentingan mereka, namun ini juga demi kepentingan masyarakat. Manfaatnya dapat dirasa melalui berkurangnya biaya kesehatan, peningkatan produktivitas, kebersihan, lingkungan yang lebih aman, dan dengan pembangunan akan berkelanjutan," kata Lake.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya