PM Najib Minta Negara Barat Berhenti 'Menceramahi' Malaysia

Menurut PM Najib, tak seharusnya negara-negara Barat mengatur persoalan dalam negeri mantan negara jajahannya.

oleh Khairisa Ferida diperbarui 02 Nov 2016, 15:13 WIB
Diterbitkan 02 Nov 2016, 15:13 WIB
Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak berjabat tangan dengan Presiden China, Xi Jinping
Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak berjabat tangan dengan Presiden China, Xi Jinping (Reuters)

Liputan6.com, Beijing - Perdana Menteri Malaysia, Najib Razak, menegaskan mantan negara penjajah tidak seharusnya menceramahi hubungan dalam negeri negara-negara yang pernah mereka jajah.

Pernyataan PM Najib yang diduga merupakan bentuk "serangan" terselubung terhadap negara Barat tersebut dipublikasikan sebuah surat kabar Tiongkok di tengah meningkatnya hubungan Malaysia-Tiongkok. Ia sendiri saat ini tengah berada di Beijing dalam lawatan kenegaraan yang dijadwalkan berlangsung selama satu pekan.

Surat kabar Tiongkok, China Daily, juga merilis pernyataan Najib di mana orang nomor satu di Malaysia itu mengatakan bahwa negara-negara besar harus memperlakukan negara-negara kecil dengan adil.

"Ini termasuk juga mantan penjajah. Bukan hak mereka untuk 'menguliahi' negara-negara yang pernah mereka eksploitasi tentang bagaimana melaksanakan urusan internal," tulis China Daily seperti dilansir Reuters, Rabu, (2/11/2016).

Sebelumnya, Filipina lebih dulu melemparkan pernyataan pedas ke sekutu lamanya, Amerika Serikat (AS). Entah kebetulan atau tidak, kala itu Presiden Rodrigo Duterte juga "menyerang" AS ketika ia tengah dalam kunjungan kenegaraan ke Tiongkok.

"Dalam kesempatan ini, saya umumkan perpisahan dengan AS. Baik di bidang militer dan juga ekonomi. Mungkin tidak secara sosial. Amerika sudah kalah," ujar Presiden Filipina saat itu.

Filipina merupakan mantan koloni Spanyol dan AS, sementara Malaysia bekas jajahan Inggris.

Terkait dengan sengketa Laut China Selatan di mana Malaysia dan Tiongkok merupakan dua dari sekian banyak pihak yang mengklaim kawasan kaya minyak dan mineral itu, PM Najib mengatakan bahwa pertikaian harus diselesaikan melalui dialog sesuai dengan aturan hukum.

"Terkait Laut China Selatan, kami mempercayai bahwa tumpang tindih sengketa teritorial dan maritim harus dikelola dengan tenang dan rasional melalui dialog, sesuai dengan aturan hukum dan negosiasi damai," sebut China Daily menyambung pernyataan PM Najib.

Senada dengan Najib, Wakil Menteri Luar Negeri Tiongkok, Liu Zhenmin. Ia mengatakan bahwa Kuala Lumpur telah berjanji kepada Beijing untuk menangani sengketa Laut China Selatan secara bilateral.

Dalam kunjungannya ke Beijing, Najib dilaporkan menandatangani kesepakatan pembelian empat kapal angkatan laut. Tak hanya itu, menurut kantor berita Malaysia, Bernama, Negeri Jiran juga menyepakati 14 perjanjian kerja sama dengan Tiongkok senilai US$ 34,25 miliar.

Najib juga mengatakan, Malaysia menyambut baik kehadiran Bank Investasi Infrastruktur Asia (AIIB) yang diprakarsai Tiongkok. Ia menegaskan AIIB menandai titik balik dialog damai, tanpa intervensi asing di negara-negara berdaulat.

"Lembaga-lembaga global harus mewakili negara-negara yang tidak memiliki suara dalam infrastruktur hukum dan keamanan yang didirikan oleh para pemenang Perang Dunia II," tegas Najib.

Hubungan Najib dan Amerika Serikat (AS) belakangan menurun. Ini disebut-sebut dipicu oleh tindakan Kementerian Kehakiman AS yang berupaya menyita aset senilai lebih US$ 1 miliar atau sekitar 13 triliun yang diduga dibeli oleh kerabat dan kolega Najib terkait dengan skandal 1MDB.

Ia sendiri telah membantah terlibat skandal tersebut dan mengatakan Malaysia siap bekerja sama dalam proses penyelidikan.

Pergeseran haluan Filipina dan Malaysia secara luas banyak dilihat sebagai upaya Tiongkok untuk menghalau pengaruh AS di kawasan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya